Peranan Sektor Publik Dalam Pemulihan Ekonomi Daerah Pada Era Otonomi : Suatu Pendekatan Teoritis Pada Public Choice
Oleh: Freddy Wangke (E-mail : freddetw2001@yahoo.com)
PENDAHULUAN
Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2001, telah memberikan kesempatan kepada setiap daerah provinsi di Indonesia untuk mengembangkan sendiri potensi daerah (faktor endowmen) yang dimilikinya. Selama ini pengembangan potensi daerah telah diarahkan pada 9 sektor ekonomi, yaitu : Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri, Bangunan, Angkutan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Lembaga Keuangan dan Jasa Perbankan, serta Jasa-Jasa.
Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh masing-masing sektor tidaklah sama. Perbedaan itu terlihat dari kontribusi masing-masing sektor terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan pertumbuhan yang berbeda itu mempengaruhi kesejahteraan ekonomi secara agregat di daerah yang kini melaksanakan otonomi daerah. Kontribusi terbesar pada PDRB umumnya diperoleh dari sektor pertanian, sehingga sektor ini merupakan sektor andalan di daerah dan dijadikan ukuran efisiensi, sedangkan sektor lain yang kontribusinya terhadap PDRB kecil kurang diandalkan dan dianggap tidak efisien. Kegiatan ekonomi yang hanya mengandalkan pada suatu sektor tertentu merupakan ciri dari perekonomian pasar yang diperankan oleh pihak swasta yang bersifat jangka pendek dan homogen. Sifat homogen itu juga nampak pada alokasi sumberdaya ekonomi, terutama sumberdaya manusia.
Di era otonomi, pembangunan ekonomi haruslah dilakukan secara serentak pada setiap sektor, walaupun menurut Hirschman dalam Todaro (1985), bahwa untuk negara (daerah) berkembang pembangunan ekonomi tidak dilakukan secara serentak (unbalanced growth) yaitu dengan menetapkan sektor unggulan, dimana sektor unggulan ini akan berimplikasi ke depan (forward linkages) dan hubungan ke belakang (backward linkages). Pemerintah harus memberikan kejelasan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi yang akan dicapai sesuai dengan kehendak masyarakat daerah. Karena masyarakat itu sendirilah yang lebih mengetahui sektor ekonomi mana yang perlu ditingkatkan, dikembangkan, dipertahankan, sesuai dengan sosio-kultur daerah tersebut.
Perencanaan pembangunan dari atas ke bawah (top-down planning) yang pernah dilakukan pada masa orde baru, nampaknya belum menciptakan kestabilan ekonomi di daerah, bahkan yang terjadi adalah ketidakjelasan seperti alokasi sumberdaya (modal), ketidakmerataan pendapatan, pengangguran, kemiskinan, dan lain sebagainya. Perencanaan pembangunan dari bawah ke atas (bottom-up planning) merupakan perencanaan yang diharapkan dapat mengatasi distorsi tersebut. Menurut Cullis dan Jones (1992), bahwa pemerintah suatu daerah bukan hanya berperan dalam hal keuangan (anggaran), tetapi juga berperan dalam hal penentuan pilihan supaya masyarakat dapat memperoleh kesejahteraan.
Dalam rangka pengembangan ekonomi di daerah, penyediaan sumberdaya manusia menjadi syarat keharusan, akan tetapi belum memenuhi sebagai syarat kecukupan. Selanjutnya penyediaan investasi dan penggunaan teknologi dapat dijadikan sebagai sumberdaya ekonomi yang memiliki syarat kecukupan itu.
Menurut Tambunan (2000), bahwa tujuan UU No. 22 Tahun 1999 adalah untuk mengubah sistem alokasi anggaran daerah (regional) dari suatu sistem pengeluaran menjadi sistem bagi hasil. Dalam konteks ini fungsi desentralisasi fiskal merupakan ketetapan peran dan tanggung jawab pemerintah di segala bidang, memfasilitaskan transfer bantuan antar pemerintah, memperkokoh sistem penerimaan daerah melalui penetapan pelayanan yang lebih baik, memberikan kepastian usaha kepada pihak swasta, dan menjamin keselamatan masyarakat sebagai bagian dari redistribusi pendapatan. UU No. 25 Tahun 1999, dalam konteks ekonomi Indonesia merupakan peraturan tentang sumber penerimaan daerah dan mengawasi anggaran (budget) oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai dua sumber penganggaran, yaitu yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) dan bantuan transfer dari anggaran pemerintah pusat (APBD). Pendapatan asli daerah (PAD) berasal dari pajak daerah , retribusi daerah, perusahaan pemerintah daerah, dan lain sebagainya.
Dari uraian di atas, yang menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi daerah, yaitu :
(a) Bagaimana mengalokasikan sumberdaya ekonomi di daerah secara efisien (allocative efficiency);
(b) Bagaimana mengevaluasi pengeluaran sektor publik untuk daerah otonomi.
Selengkapnya mengenai bahasan di atas silakan Sobat pelajari di sini.
Itulah tadi posting singkat Contoh Makalah Tentang Ekonomi. Semoga bermanfaat n jangan lupa sobat,,,,, klo ada waktu mampir lagi di blog Kumpulan Contoh Makalah Mahasiswa ini ya + jangan lupa tombol like n share-nya Sob! Terimakasih.
sumber : http://contoh-makalah-mahasiswa.blogspot.com/2014/01/contoh-makalah-ekonomi-peranan-sektor-publik.html