Categories

Kumpulan Mata Pelajaran Sekolah.

Download Software

Download E-Book Dan Software Pelajaran Untuk Komputer dan Handphone.

Motivasi

Artikel motivasi untuk kita selalu semangat meraih cita-cita

Tentang Kami

Profile Kami, Visi Misi, Partner dan Kontak kami.

News

Berita Tentang pendidikan Terbaru dan lain-lain.

Thursday, December 11, 2014

Makalah Tahammul Hadits MAKALAH ULUMUL HADITS “TAHAMMUL HADITS”

BAB I
PENDAHULUAN
  • Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang muslim, sangatlah penting bagi kita untuk mempelajari ilmu hadits, sebab hadits adalah sumber hukum tertinggi setelah Al-Qur’an. Banyak hukum/syariat Islam yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, namun ada dalam hadits.
Melalui makalah ini kami mencoba mengulas tentang tahammul hadits, sebab kedudukan tahammul hadits ini sangat penting dalam proses penyebaran al-Hadits.
  • Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian tahammul hadits ?
  2. Bagaimana kriteria tahammul ?
  3. Apa syarat-syarat perawi dalam tahammul hadits ?
  4. Bagaimana metode yang digunakan dalam tahammul hadits ?
  • Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang hadits, ia juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Tahammul Hadits
Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madli tahmmala  (تَحَمَّلَ-يَتَحَمَّلُ-تَحَمُلا) yang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Berarti tahammul al-hadits menurut bahasa  adalah menerima hadits atau menanggung hadits. Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits, sebagaimana tertulis dalam kitab taisir mushtholah hadits adalah:
التحمل: معناه تلقى الحديث واخذه عن الشيوخ
“ Tahammul artinya menerima hadits dan mengambilnya dari para syaikh atau guru.
2.2.    Kelayakan Tahammul
Mayoritas ahli ilmu cenderung memperbolehkan kegiatan mendengar yang dilakukan oleh anak kecil, yakni anak yang belum mencapai usia takluf. Sedang sebagian mereka tidak memperbolehkannya. Yang benar adalah pendapat mayoritas ulama itu. Karena sahabat, tabi’in dan ahli ilmu setelah mereka menerima wirayat sahabat yang masih berusia anak-anak, seperti Hasan, Husan, Abdullah ibn Az-Zubair, Anas ibn Malik, Abdullah ibn Abbas, Abu Sa’id Al-Khudriy, Mahmud ibn Ar-Rabi’ dan lain-lain tanpa memilah-milah antara wirayat yang mereka terima sebulum dan sesudah baligh.
Mereka yang memperbolehkan kegiatan mendenagar hadits yang dilakukan oleh anak kecil, berbeda pendapat dengan batas usianya. Karena hal itu tergantung pada masalah “tamjiz” dari anak kecil itu. Dan tamjiz ini jelas berbeda-beda antara masing-masing anak kecil. Namun demikian mereka memberikan keterangan bersamaan dengan pendapat mereka, dan kita bisa meringkas penjelasan itu kedalam tiga pendapat :
Pertama, bahwa umur minimalnya lima tahun. Hujjah yang digunakan oleh pendapat ini adalah wirayat Imam Bukhari dalam sahihnya dari hadits Muhammad ibn Ar- Rabi’ ra. Katanya : “Aku masih ingat firman Nabi SAW. Dari timbah kemukaku, dan (ketika itu) berusiah lima tahun”.
Kedua, pendapat Al-Hafidz Musa ibn Harun Al- Hammal, yaitu bahwa kegiatan mendengar yang dilakukan oleh anak kecil dinilai absah bila ia telah mampu membedakan antara sapi dengan himar. Saya merasa yakin bahwa yang beliau maksudkan adalah “tamyiz”. Beliau menjelaskan pengertian tamyiz dengan kehidupan disekitar.
Ketiga, keabsahan setiap anak kecil dalam mendengar hadits didasarkan pada adanya tamyiz. Bila anak terlah memahami pembicaraan dan mampu memberikan jawaban, maka ia sudah tamyiz dan absah pendengarannya, meskipun usianya masih di bawah lima tahun. Namun bila ia tidak memahami pembicaraan dan tidak bisa memberikan jawaban, maka kegiatannya mendengar hadits tidak absah, meskipun usianya di atas lima tahun.
2.3.    Syarat-Syarat Perawi Dalam Tahammul Hadits.
  1. Islam
Sehingga tidaklah diterima riwayat orang kafir, berdasarkan Ijma’ Ulama, baik diketahui agamanya tidak memperbolehkan dusta atau tidak. Dan sangat tidak logis bila riwayatnya diterima. Sebab menerima riwayatnya berarti membiarkan caciannya atas kaum muslimin. Bagaimana mungkin riwayat perusak Islam bisa diterima? Di samping itu, Allah Azza Wa Jalla juga memerintahkan kita untuk mengecek berita yang dibawa oleh fasik, melalui Firman-Nya:

يا أيها الذين آمنوا، عندما يتعلق الأمر للشرير يجلب رسالة، ثم تحقق بعناية بحيث لا تسبب كارثة لشعب دون معرفة الظروف التي تسبب لك آسف على ما فعلته.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
  1. Baligh
Usia baligh merupakan usia dugaan adanya kemampuan menangkap pembicaraan dan memahami hukum-hukum syariat. Kerena itu keberadaan takif dikaitkan dengannya. Yang jelas, yang diaksud baligh disini adalah adanya akal sehat disertai dengan usia yang memungkinkannya bermimpi basah. Oleh kerena adanya sebagai ulama’ muta’akhkhirin yang mensyaratkan baigh dan berakal sehat. Sedangkan ulama mutaqaddimin mencukupkan diri dengan menyebut syarat berakal. Kerena umumnya tidak dijumpai kemampuan menangkap pembicaraan dan berakal sehat.
  1. Sifat adil
Ia merupakan sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong pemiliknya untuk senantiasa bertakwa dan memelihara harga diri, sehingga jiwa kita akan percaya akan kejujurannya. Menjahui dosa besar termasuk didalamnya.juga sebagian dosa kecil, seperti mengurangi timbangan sebiji, mencuri sesuap makanan, serta menjauhi perkara-perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri, seperti makan di jalan, buang air kecil di jalan, berteman dengan orang-orang keji dan terlalu berlebihan daam berkelakar.
  1. Dhabt
Yaitu kerjagaan seseorang perawi ketika menerima hadits dan memahaminya ketika mendengarnya serta menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikannya kepada orang alain. Dhabt mencakup hapalan dan tulisan, maksudnya seorang perawi harus benar-benar hafal bila ia meriwayatkan dari hafalannya, dan mamahami tulisannya dariadanya perubahan, penggantian, atau pengurangan bila ia meriwayatkan dari tulisannya.
2.4.    Metode- Metode Tahamul Hadist
  1. As-Sima ( السماع , mendengar).
Yaitu seorang guru membaca hadits baik dari hafalan ataupun dari kitabnya sedang hadirin mendengarnya, baik majlis itu untuk imla’ ataupun untuk yang lain. menurut mayoritas ulama’, metode ini berada di peringkat tertinggi.
  1. Al-Qira’ah Ala asy-Syeikh ( القراءة على الشيخ).
Yaitu membaca di hadapan guru). Sebagian besar ulama hadits menyebutnya Al-‘Aradh    ( العرض, penyodoran). Ada juga menyebutnya hadits ‘Ardh al-Qira’ah ( عرض القراءة menyodorkan bacaan).
Karena murid menyodorkan bacaannya kepada sang guru, seperti ketika ia menyodorkan bacaan Al-Qur’an kepada gurunya. Yang dimaksud adalah seorang membaca hadits di hadapan guru, baik dari hafalannya ataupun dari kitabnya yang telah diteliti sedang guru memperhatikannya atau menyimaknya baik dengan hafalannya atau dari kitab asalnya ataupun dari naskah yang digunakan untuk mengecek dan meneliti. Imam Ahmad menyaratkan pembaca harus mengerti dan memahami bacaannya itu. Sedang Imam Haramain menyaratkan seorang guru harus meluruskan bila pembaca mengalami kekeliruan atau kesalahan. Bila tidak, maka tahammulnya tidak absah.
  1. Al-Ijazah ( الإجازة, sertifikasi atau rekomendasi).
Seorang murid atau guru membunyikan hadits-hadits yang bersangkutan, baik secara langsung ataupun tidak. Sedangkan ijazah ini merupakan jenis metode tahammul yang baru dan berbeda sama sekali. Namun masih tetap dalam batas pemberian kewenangan seorang guru untuk meriwayatkan sebagian riwayatnya yang telah ditentukan kepada seseorang atau beberapa orang yang telah ditentukan pula, tanpa membacakan semu hadits yang diijazahkan, karena itu, ada ulama’ yang memperbolehkannya dan ada yang tidak.
Kata Al-Ijazah secara etimologi diambil dari kata :

جَوَارُ المَاءِ الَّذِيْ سَقَاةُ المَالَ مِنَ المَاشِيَّةِ وَالحَرْثِ .

Mengalirkan air yang digunakan untuk menyiram kekayaan berupa binatang ternak atau persawahan.
Ulama’ mutaqaddimin tidak memperbolehkan metode ijazah tanpa kriteria dan syarat. Tetapi mereka memberikan persyaratan bahwa seorang ahli hadits harus mengenal betul apa yang akan diijazahkannya, naskah yang ada pada murid harus dibandingkan dengan naskah aslinya sampai benar-benar sama dan yang meminta ijazah ahli ilmu dan telah memiliki posisi dalam hal keilmuan, sehingga tidak akan terjadi peletakan ilmu tidak pada tempat atau ahlinya.
  1. Al-Munawalah ( المناولة )
Maksudnya, seorang ahli hadits memberikan sebuah hadits, beberapa hadits atau sebuah kitab kepada muridnya agar sang murid meriwayatkannya darinya. Misalnya, seorang guru memberikan sebuah kitab kepada muridnya seraya berkata : Inilah haditsku, atau inilah riwayat-riwayat yang kudengar, tanpa mengatakan : Riwayatkanlah ia dariku, atau aku memperbolehkanmu (untuk meriwayatkannya dariku). Sebagian ulama’ memperbolehkan metode ini, sementara sebagian yang lain tidak memperbolehkannya.
  1. Al-Mukatabah ( المكاتبة )
Yaitu seorang guru menulis dengan tangannya sendiri atau meminta orang lain menulis darinya sebagian haditsnya untuk seorang murid yang ada dihadapannya atau murid yang berada di tempat lain lalu guru itu mengirimkannya kepada sang murid bersama orang yang bisa dipercaya. Mukatabah ini memiliki dua bagian :
Pertama, disertai dengan ijazah. Misalnya guru menulis beberapa hadits untuk sang murid seraya memberikannya ijazah kepadanya.
Kedua, tanpa disertai dengan ijazah. Ada sekelompok ulama’ yang melarang meriwayatkan darinya.
Kami tidak menemukan alasan disyaratkannya ijazah dalam mukatabah. Karena perawi-perawi terkemuka sering mengambil kitabah tanpa ijazah. Al-Khathib al-Baqhdadiy menganjurkan agar penulisan dilakukan oleh ahli hadits sendiri, namun tidak menilainya sebagai kewajiban.
  1. I’lam asy-Syeikh (   إعلام الشيخ )
Maksudnya seorang syeikh memberitahukan kepada muridnya bahwa hadits tertentu atau kitab tertentu merupakan bagian dari riwayat-riwayat miliknya dan telah didengarnya atau diambilnya dari seseorang. Atau perkataan lain yang senada, tanpa menyatakan secara jelas pemberian ijazah kepada murid untuk meriwayatkan darinya. Meski dengan pemberitahuan seperti biasa itu saja, sebagian besar ulama’ memperbolehkan meriwayatkannya. Mereka menilai bahwa pemberitahuan semacam itu sudah mengandung pengertian pemberian ijin atau ijazah dari guru kepada murid untuk meriwayatkan darinya. Mereka juga menilai, bahwa kejujuran dan keterpercayaan sang guru tidak memungkinkannya mengaku mendengar apa yang tidak didengarnya. Dan pemberitahuannya kepada muridnya menunjukkan keridhaannya untuk menerima dan meriwayatkannya. Inilah pendapat yang dipegangi oleh mayoritas ulama’ mutaqaddimin, seperti Ibn Juraij, juga mayoritas ulama’ muta’akhkhirin. Sebagian ulama’ mengatakan, metode semacam itu harus disertai dengan ijazah, agar periwayatannya darinya bisa berstatus shahih.
  1. Al-Washiyyah (الوصية )
Yaitu seorang guru berwasiat, sebelum bepergian jauh atau sebelum meninggal, agar kitab riwayatnya diberikan kepada seseorang untuk meriwayatkan darinya. Bentuk ini merupakan bentuk tahammul yang amat langka. Ulama’ muta’akhkhirin menghitungkan dalam jajaran metode tahammul dengan dasar riwayat dari sebagian ulama’ salaf tentang wasit kitab-kitab mereka sebelum mereka wafat. Salah satunya adalah riwayat bahwa Abu Qilabah Abdullah ibn Zaid  al-Jirmiy ( – 104H) mewasiatkan kitab-kitabnya untuk Ayyub  as-Sakhtiyani (68 – 131 H). Lalu kitab-kitab itu didatangkan kepada Ayyub yang jumlah sebanyak muatan kendaraan unta.
Sebagian mereka yang memperbolehkan periwayatan tahammul dengan metode wasiat memberikan alasan, bahwa memberikan kitab-kitab kepada yang diwasiati mengandung satu jenis ijin dan hampir sama dengan ‘ardh dan munawalah, bahkan dekat dengan jenis I’lam.
Metode ini merupakan metode tahammul yang paling lemah. Yang diberi wasiat tidak diperbolehkan meriwayatkan dari yang mewasiatkan, menurut mayoritas ulama’.
  1. Al-Wijadah (penemuan) (الوجادة )
Kata al-Wijadah dengan kasrah wawu merupakan konjugasi dari kata Wajada-Yajidu, bentuk yang tidak analogis. Ulama’ hadits menggunakannya dengan pengertian ilmu yang diambil atau didapat dari shahifah tanpa ada proses mendengar, mendapatkan ijazah ataupun proses munawalah. Misalnya, seseorang menemukan kitab hasil tulisan orang semasanya dan telah mengenal dengan baik tulisannya itu, baik ia pernah bertemu atau tidak, atau hasil tulisan orang yang tidak semasanya tapi ia merasa yakin bahwa tulisan itu benar penisbatannya kepada yang bersangkutan melalui kesaksian orang yang bisa dipercaya atau kepopuleran kitab itu ataupun dengan sanad yang ada pada kitab itu ataupun melalui sarana lainnya yang mengukuhkan penisbatannya kepada yang bersangkutan.
Ada riwayat akurat dari sebagian ulama’ salaf, bahwa mereka meriwayatkan dari shahifah-shahifah dan kitab-kitab. Namun demikian periwayatan dengan metode wijadah ini pada masa klasik amat langka. Karena mayoritas mereka sangat mengutamakan periwayatan secara langsung melalui mendengar atau menyodorkan kitab.
Periwayatan dengan cara wijadah pada masa tabi’in tidak lebih dari beberapa hadits saja yang telah dikenal oleh ahli hadits, dan tak seorangpun meriwayatkannya kecuali setelah merasa yakin dengan keshahihan penisbatan kitab yang bersangkutan kepada penulisnya. Salah satu buktinya adalah pemberitahuan yang diberikan oleh pelaku periwayat dengan cara wijadah itu sendiri. Di samping itu, tidak diriwayatkan dari seorang pun yang menggunakan cara wijadah mengatakan : “Telah meriwayatkan kepada kami”, atau “Telah memberikan khabar kepada kami” atau ungkapan lain yang senada. Ia pasti mengatakan : Kami menemukan dalam kitab si Fulan, atau kami membaca begini dalam kitab si Fulan.
Seorang perawi yang menggunakan cara wijadah tidak boleh menisbatkan riwayatnya kepada pemilik kitab bila ia merasa ragu terhadap penisbatan kitab itu kepada pemilik yang bersangkutan, kecuali dengan menunjukkan keraguannya itu. Misalnya dengan mengatakan : “Saya mendengar dari si Fulan, atau Saya menemukan dalam satu kitab yang saya duga milik di Sulan”. Semua itu berkenaan dengan periwayatan melalui metode wijadah.
Wijadah yang bisa dipercaya, yang memiliki kejelasan penisbatan kitab yang bersangkutan kepada penulisnya melalui metode-metode ilmiah yang beragam, derajatnya tidak jauh berbeda di bawah tahammul dengan cara ijazah. Karena ijazah pada hakekatnya adalah wijadah yang disertai ijin secara jelas dari guru untuk meriwayatkan

BAB III
PENUTUP

Tahammul al-hadits menurut bahasa  adalah menerima hadits atau menanggung hadits. Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits, sebagaimana tertulis dalam kitab taisir mushtholah hadits adalah: Tahammul artinya menerima hadits dan mengambilnya dari para syaikh atau guru.
Mayoritas ahli ilmu cenderung memperbolehkan kegiatan mendengar yang dilakukan oleh anak kecil, yakni anak yang belum mencapai usia takluf. Sedang sebagian mereka tidak memperbolehkannya.
Syarat-syarat perawi dalam tahammul hadits yaitu:
  1. Islam
  2. Baligh
  3. Sifat adil
  4. Dhabt
Metode- metode yang digunakan dalam tahamul hadist yaitu:
  1. As-Sima ( السماع , mendengar).
  2. Al-Qira’ah Ala asy-Syeikh ( القراءة على الشيخ).
  3. Al-Ijazah ( الإجازة, sertifikasi atau rekomendasi).
  4. Al-Munawalah ( المناولة )
  5. Al-Mukatabah ( المكاتبة )
  6. I’lam asy-Syeikh (   إعلام الشيخ )
  7. Al-Washiyyah (الوصية )
  8. Al-Wijadah (penemuan) (الوجادة )

DAFTAR PUSTAKA
  1. Mudasir. 1999. Ilmu Hadis. Bandung, CV. Pustaka Setia
Mahmud Thohan. 1985. Terjemah Tafsir Mushtholah Hadits. Songgopuro. haramain

Makalah Materi Fiqh “Al-Muharramat”

 BAB I
PENDAHULUAN
  • Latar Belakang Masalah
Menikah adalah sunah Rasulullah SAW. untuk dilaksanakan oleh umatnya. Menikah adalah jalan kemuliaan yang diridhai dan dimudahkan pengaturannya dalam Islam. Dengan menikah pula maka seseorang dapat terhindar dari kemaksiatan dan kehinaan yang sekarang ini seringkali di promosikan secara besar-besaran diberbagai media masa dewasa ini.
Salah satu barakah yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya yang menyegerakan diri untuk menikah adalah dijamin-Nya kecukupan rezeki. Tetapi tidak semua lawan jenis boleh kita nikahi, ada beberpa golongan yang tidak dibolehkan atau haram untuk dinikahi, salah satunya yaitu mahram (Al-Muharramah) yang akan kita bahas dalam makalah ini.
  • Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian Al-Muharramat ?
  2. Siapa saja wanita-wanita yang termasuk al-muharramat ?
  3. Terbagi berapakah wanita yang termasuk al-muharramat ?
  • Tujuan Penulisan
  1. Mengetahui apa pengertian Al-Muharramat.
  2. Untuk mengetahui wanita-wanita yang termasuk al-muharramat.
  3. Untuk mengetahui berapa golongan wanita yang termasuk al-muharramat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Al-Muharramat
 Al-muharramat jama’ dari kata muhrim, yang bermakna wanita-wanita yang menurut syara’ haram dinikahi oleh seorang laki-laki. Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya perkawinan terkadang di ungkapkan dengan kalimat “Faktor-faktor yang mengharamkan pernikahan’.
Perlu kami pertegas bahwa yang dimaksud “haram” dalam pembahasan kita kali ini adalah pernikahan tersebut menimbulkan dosa dan tidak sah. Sebab, kata “haram” kadang juga digunakan untuk merujuk arti “berdosa tapi sah”, seperti dalam kasus menikahkan wanita yang ada dalam pinangan orang lain.
Keharaman untuk dinikahi ada yang bersifat selamanya dan ada pula yang bersifat sementara.

2.2.    Wanita-Wanita Yang Termasuk Al-Muharramat
Orang yang haram dinikahi berdasarkan nash syar’i ada delapan belas, yakni:
  1. Tujuh dari jalur nasab:
  2. Ibu kandung ke atas  (nenek, ibu nenek seterusnya);
  3. Anak perempuan kandung ke bawah (cucu, anak cucu seterusnya);
  4. Saudara perempuan baik sekandung, sebapak atau seibu;
  5. Saudara perempuan bapak;
  6. Saudara perempuan ibu;
  7. Anak perempuan saudara laki-laki dan
  8. Anak perempuan saudara perempuan.
  9. Tujuh dari jalur susuan, rinciannya sama seperti sebab senasab di atas.
  10. Empat dari jalur ikatan pernikahan:
  11. Ibu istri (mertua);
  12. Anak perempuan istri (anak tiri) jika terjadi hubungan badan dengan ibunya;
  13. Istri ayah (ibu tiri) dan
  14. Istri anak (menantu).
2.3.    Pembagian Al-Muharramat
 Dalam hukum fiqih Mazhab Syafi’i, wanita yang haram dinikahi itu terbagi dua, yakni:
  • Selamanya Haram Untuk Dinikahi (Mahram ‘ala ta’bid).
  • Keharaman yang berlaku sementara.
Berdasarkan nash Al-Qur’an, penyebab keharaman selamanya ini ada tiga, yaitu:
  1. Yang Di Sebabkan Hubungan Kekerabatan atau Nasab
Yang disebabkan hubungan kekerabatan ini sebagaimana rincian yang di atas yakni; ibu kandung ke atas  (nenek, ibu nenek seterusnya); anak perempuan kandung ke bawah (cucu, anak cucu seterusnya); saudara perempuan baik sekandung, sebapak atau seibu; saudara perempuan bapak; saudara perempuan ibu; anak perempuan saudara laki-laki dan anak perempuan saudara perempuan. Sebagaimana yang dinyatakan pada firman Allah:

حرم عليكم (الزواج) الأم الأم. أطفالك للإناث؛ إخوانكم من النساء، وكان الإخوة والد المرأة؛ وكانت الإخوة لأم المرأة؛ بنات اخوتك الرجال. بنات اخوتك أن النساء

Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan….”(QS. An-Nisa’: 23)
Menurut ijma’ ulama, seorang wanita haram menikah dengan anak zinanya. Perbedaan antara anak sah dengan anak zina ialah bahwa anak zina itu seolah-olah seperti bagian dari tubuh ibunya kemudian terpisah menjadi manusia. Ini tidak sama dengan sperma yang menjadi asal kelahiran, sehingga anak perempuan yang sah dinisbahkan kepada ayahnya.
  1. Yang Di Sebabkan Hubungan Susuan
Ada tujuh wanita yang haram dinikahi sebab susuan, ini masih berkaitan dengan faktor nasab sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Setiap wanita yang menyusui seorang lelaki, atau wanita yang menyusui ibu/wanita yang menyusui seorang lelaki atau melahirkan suami dari wanita yang menyusui seorang lelaki, baik ada penengah ataupun tidak, berarti dia adalah ibu susuan dari lelaki tersebut. Mahram yang lain bisa di analogikan dengan ketentuan tersebut. dasarnya yakni firman Allah:

“….Ibu-ibu yang menyusui kalian, saudara-saudara perempuan sesusuan kalian…,” (QS. An-Nisa’: 23), dan hadits Nabi: “Diharamkan sebab sesusuan apa yang diharamkan sebab nasab”
Namun, dari tujuh wanita tersebut di atas, hanya ada dua wanita yang haram dinikahi murni karena susuan, selebihnya adalah dikarenakan faktor nasab susuan.
  1. Yang Di Sebabkan Hubungan Pernikahan
Ada empat orang yang haram dinikahi selamanya karena hubungan pernikahan. Mereka adalah istri ayah (ibu tiri), sesuai dengan firman Allah: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu…..”, ibu istri/mertua (begitu pula neneknya), anak perempuan istri (anak tiri) jika terjadi hubungan badan dengan ibunya, dan istri anak (menantu). Keharaman ini berlaku begitu akad terjalin, sebagaimana firman Allah: “anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu)….
Apa yang dimaksud akad disini adalah akad nikah yang shahih (yang diterima keabsahannya), pernikahan yang fasik tidak berpengaruh pada keharaman nikah karena pernikahan.

Keharaman Yang Berlaku Sementara.
I
Ini bagian kedua dari orang-orang yang haram dinikahi. Keharaman mereka ini berlaku tidak selamanya, melainkan hanya berlaku sementara saja dan hanya terjadi pada satu sebab, yakni menghimpun beberapa istri, di antara contohnya sebagai berikut:
  • Pengharaman Sebab Menghimpun Antar Mahram
Satu orang laki-laki haram menikahi wanita berikut saudara, bibi dari pihak ayah, ataupun bibi dari pihak ibu perempuan tersebut, baik itu senasab maupun sesusuan, tanpa membedakan sekandung, seayah atau seibu. Seandainya dia menetang dan menikahi dua orang yang haram dihimpun tersebut maka nikah kedua-duanya batal. Sebab tidak ada yang lebih utama satu dari yang lain. Jika akad nikahnya dilaksanakan berurutan maka akad yang pertama sah dan yang kedua batal. Dalilnya yaitu firman Allah: “…menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara….” serta hadits Nabi : “Seorang wanita tidak boleh dinikahi sekaligus dengan bibi dari ibunya, tidak bibi dari ayahnya berikut anak perempuan saudara laki-lakinya, tidak wanita berikut bibi dari ibunya, tidak bibi dari ibu berikut anak perempuan dari saudara perempuannya, tidak kakaknya berikut adiknya, tidak pula adik berikut kakaknya”.
  • Pengharaman Sebab Menghimpun Lebih Dari Empat Istr
Seorang lelaki hanya boleh menikahi maksimal empat wanita saja, berdasarkan firman Allah: “…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat…” dan hadits Nabi: “Pertahankan (pernikahan) yang empat, dan ceraikan sisanya”.
Apabila ada seseorang menikahi lima wanita sekaligus, maka semua pernikahan itu batal mengingat tidak ada yang lebih utama antara yang satu dengan yang lainnya. Jika pernikahannya berurutan, maka pernikahan yang kelima batal dan yang empat itu sah.

BAB III
PENUTUP
  • Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Islam sebagai agama yang paling sempurna telah mengatur semua sendi kehidupan manusia termasuk dalam hal pernikahan, hal ini dapat kita lihat dari banyaknya dalil baik itu dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi yang mengatur tentang pernikahan.
Pernikahan sebagai jalan kemaslahatan dan kebahagiaan tentu memiliki kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersendiri. Ada wanita yang boleh untuk kita nikahi dan ada pula yang tidak boleh, hal ini tertera secara jelas dalam Al-Qur’an maupun dalam hadits Nabi.
  • Saran
Sebagai seorang muslim yang insya Allah suatu saat juga akan menjalahi pernikahan, sebaiknya kita mempelajari dan memahami aturan-aturan Islam tentang pernikahan, termasuk siapa saja yang boleh kita nikahi dan siapa yang tidak boleh.


DAFTAR PUSTAKA
Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Imam Syafi’i jilid II (terjemahan). Jakarta: Almahira
[1] M.M.A. Al-Hanafy. Jangan Takut Menikah. Mutiara Media. Yogyakarta. 2009. hal. 1
[2] Prof. Dr. Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i (jilid II Terjemahan). Al-Mahira. Jakarta: 2010. hal. 489
[3] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah.
[4] HR. Asy-Syaikhani. Dalam riwayat lain disebutkan “…apa yang diharamkan sebab persalinan”
[5] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 22.
[6] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 23.
[7] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 23.
[8] HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi-dia menshahihkan hadits ini-, dan an-Nasa’i.
[9] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 3.
[10] HR. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan yang lain, mereka menshahihkannya.

Pengertian, Macam, dan Tujuan Ulumul Qur’an Pengertian Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata secara idhafi , yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum yang di idhafkan adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Adapun definisi ulum ul qur’an secara istilah, para ulama memberikan redaksi yang berbeda – beda, sebagimna dijelaskan berikut ini.

 :fiqe3_ulumulquran

Menurut Manna ‘Al-Qaththan

“Ilmu yang mencangkup pembahasan – pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dari sisi informasi tentang asbab an-nuzul (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an), kodifikasi dan tertib penulisan Al-Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di madinah, dan hal-hal yang lain yang berkaitan dengan Al-Qur’an.”

Menurut Az-Zarqani

“beberapa pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh, munsukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain.”

Menurut  Abu Syahbah

“sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkan-mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.”
Walaupun dengan redaksi yang sedikit berbeda, ketiga definisi di atas memiliki maksud yang sama. Sehingga ketiga ulama tersebut sepakat bahwa ‘ulumul qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an.

Macam Macam Ulumul Qur’an

Dalam uraian tersebut, Ulumul Qur’an terbagi menjadi 2 macam :
Ulumul Qur’an Bi Ma’nal Idhafi / Laqabi
  • Ilmu Mawathin al-Nuzul
    Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
  •  Ilmu tawarikh al-Nuzul
    Ilmu ini menjelaskan masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.
  •  Ilmu Asbab al-Nuzul
    Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
  • Ilmu Qiraat
    Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
  •  Ilmu Tajwid
    Ilmu ini menerangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
  •  Ilmu Gharib Al-Qur’an
    Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
  •  Ilmu I’rab Al-Qur’an
    Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
  •  Ilmu Wujuh wa al-Nazair
    Ilmu ini menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
  •  Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih
    Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).
  • Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
    Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
  • Ilmu Badai’ Al-Qur’an
    Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
  • Ilmu I’jaz Al-Qur’an
    Ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat membungkam para sastrawan Arab.
  • Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an
    Ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan dan yang dibelakangnya.
  • Ilmu Aqsam Al-Qur’an
    Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
  • Ilmu Amtsal Al-Qur’an
    Ilmu ini menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.
  • Ilmu Jidal Al-Qur’an
    Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan.
  • Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an
    Ilmu ini memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.
Ulumul Qur’an Bi Ma’nal Mudawwan
Ilmu yang terdiri dari beberapa pembahasan mengenai Al-Qur’an dari segi turunnya, pengumpulannya, penerbitannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, dan lain lain. Ringkasnya adalah sebagai penggabungan dari beberapa ulumul qur’an idhafi secara integratif sehingga menjadi satu kesatuan ilmu yang membahas Al-Qur’an dari berbagai sudut aspek.

Adapun tujuan  / faedahnya  adalah :
  • Mengetahui ikhwal  Al-Qur’an sejak turunnya hingga saat ini.
  • Menjadi perangkat yang membantu membaca lafalnya, memahami kandungan, menghayati dan mengamalkan aturan serta memahami  hikmah dan rahasia pensyariatan suatu aturan
  • Menjadi alat untuk melawan orang yang mengingkari kewahyuan Al-Qur’an
Demikian sekilas mengenai pengertian, macam, dan tujuan ulumul qur’an, semoga memberi pencerahan kepada kita sekalian.

Definisi Ulumul Hadits

Definisi Ulumul Hadits

Definisi

عِلْمُ الْحَدِيْثِ هُوَ مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدَ الَّتِيْ يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى مَعْرِفَةِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِي

“Ilmu hadits adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan).”
Ada pendapat lain yang menyatakan

هُوَ عِلْمٌ بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ

“Ilmu hadits adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan.” 

Penjelasan Definisi
  • Sanad adalah rangkaian rijal yang menghantarkan kepada matan. 
  • Matan adalah perkataan yang terletak di penghujung sanad.

Contoh-contoh

Al Bukhari meriwayatkan hadits berikut, di dalam kitabnya yang ber-nama Ash Shahih, Bab Kayfa kana bad’ Al wahyi ila Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jilid 1, halaman 5

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِي اللَّه عَنْهم عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:  إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi, Abdullah bin az-Zubair, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id Al Anshari, ia berkata; Telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin Ibrahim at-Taimi bahwasannya ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqash Al Laitsi berkata; Aku mendengar Umar bin Khaththab ra berkata di atas mimbar; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda; “Sesungguhnya semua perbuatan itu disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang akan diperolehnya, atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (dibalas) kepada apa yang ia niatkan.”

Yang dinamakan Sanad pada hadits di atas adalah

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْر،ِ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِي اللَّه عَنْهم عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi, Abdullah bin az-Zubair, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id Al Anshari, ia berkata; Telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin Ibrahim at-Taimi bahwasannya ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqash Al Laitsi berkata; Aku mendengar Umar bin Khaththab ra berkata di atas mimbar; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda

Sedangkan matan pada hadits di atas adalah;

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya semua perbuatan itu disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang akan diperolehnya, atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (dibalas) kepada apa yang ia niatkan.”

Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk membedakan antara hadits shahih dan dha’if.

Makalah Tafsir Hadist

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 
Allah SWT telah menurunkan Al Quran secara bertahap, teratur, terencana, dan sempurna. Ash shalatu was salamu ‘ala Muhammad saw wa ‘ala alihi washahbihi wassalim, untuk totalitasnya dalam memperjuangkan Al Quran agar sampai ke seluruh umat manusia. Tentu itu adalah tugas yang berat. apa jadinya mereka tidak tahan dan lelah di tengah jalan? Bagaimanalah jadinya jika mereka berkhianat dari tugasnya menyampaikan risalah agung dalam Al Quran? Tentu Islam tidak akan sampai ke Indonesia, kepada orang tua kita, dan mungkin “na’udzubillah” kita tidak akan menjadi seorang Muslim. Oleh karena itu, kita pantas dan harus bersyukur atas keduanya, rencana Allah dan jihad Rasul-Sahabat.
 
Untuk itu makalah ini kami buat guna menghayati dan mempelajari apa yang telah Allah turunkan kepada nabi Muhammad SAW, khususnya QS. Al Muddatstsir ayat 1-7.

B. Rumusan Masalah
  1. Apa arti masing-masing ayat QS. Al Muddatstsir ayat 1-7?
  2. Apa makna yang terkandung dalam QS. Al Muddatstsir ayat 1-7?
  3. Bagaimana QS. Al Muddatstsir ayat 1-7 diturunkan?
  4. Apakah hubungan antara QS. Al Muddatstsir ayat 1-7 dengan dunia pendidikan?

C. Tujuan 
  1. Mengetahui arti masing-masing ayat QS. Al Muddatstsir ayat 1-7
  2. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam QS. Al Muddatstsir ayat 1-7
  3. Mengetahui cara QS. Al Muddatstsir ayat 1-7 diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
  4. Mengetahui adanya hubungan antara QS. Al Muddatstsir ayat 1-7 dengan dunia pendidikan 


1. Ayat dan terjemah dari Q.S Al-Muddatstsir 1-7

Artinya : “Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”

2. Isi kandungan Q.S Al-Muddatstsir 1-7
  1. Mengajak manusia untuk bersegera dalam mengajak umat manusia kejalan yang benar. Bersiap menyatukan tekad dan member peringatan kepada umat manusia.
  2. Mengagungkan asma Allah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan yang memberikan ampunan terhadap taubat dari hamba-hambanya.
  3. Manusia hendaklah membersihkan hati dari dosa-dosa di masa lalu dan tidak melakukan dosa yang akan dating dengan iman dan takwa kepada Allah SWT.
  4. Memberikan sesuatu apa yang kita miliki baik tenaga,pikiran,jiwa dan semuanya dengan mengharap ridha Allah SWT tanpa mengharapkan imbalan yang lebih di dunia.
  5. Hidup ini banyak rintangan yang menghadang,cobaan-cobaan yang membuat orang putus asa akan tetapi,hendaknya manusia bersabar dalam menjalankannya karena dengan kesabaran yang lebih, setelah kesusahan pastilah ada kemudahan.
  6. Mengajak manusia agar selalu ingat kepada Allah SWT

3. Asbabun Nuzul

Imam al-Bukhari meriwayatkan,Rosulullah SAW bersabda : “aku pernah menyendiri di gua hira. Setelah selesai menyendiri, akupun turun, tiba-tiba ada suara yang berseru kepadaku, maka aku menoleh ke kanan, tetapi aku tidak melihat sesuaatu apapun. Kemudian aku melihat ke depan tetapi aku tidak melihat sesuatu. 
Selanjutnya aku, melihat ke belakang, tetaqpi aku tidak menemukan siapa-siapa. Kemudian aku mengangkat kepalaku, ternyata aku melihat sesuatu. Kemudian aku mendatangi Khadijah dan kukatakan, `selimutilah aku dan siramkan air dingin ke tubuhku.’ –Dia berkata-maka turunlah ayat: ‘hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan, dan Rabb-mu agungkanlah.’

Dalam hadist yang lain, Muslim melalui jalan ‘Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah, dia berkata : “ Jabir bin ‘Abdillah memberitahuku bahwa dia mendengar Rasulullah SAW pernah memberitahu tentang masa penurunan wahyu, di dalam haditsnya itu beliau bersabda :
“ketika aku berjalan, tiba-tiba akku mendengar suara dari langit, lalu aku mengarahkan pandangan ke langit, ternyata ada malaikat yang mendatangiku di gua Hira dengan duduk di atas kursi antara langit dan bumi.

Maka aku menjadi takut/panic karenanya sehingga aku pun tersungkur ke tanah. Kemudian aku mendatangi keluargaku dan kukatakan: ‘selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku.’ Lalu turunlah ayat : ‘yaa ayyuhal muddatstsir, qum fa andzir sampai kata fahjur.’”
 
Dari Imam Ahmad, Jabir bin ‘Abdillah memberitahu bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“kemudian wahyu sempat terhenti turun kepadaku beberapa waktu. Dan ketika aku tengah berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, lalu aku mengangkat pandanganku kea rah langit, ternyata

Malaikat yang dulu pernah mendatangiku tengah duduk di atas kursi di antara langit dan bumi. Maka aku pun dibuat sangat takut/panic olehnya sehingga aku jatuh tersungkur ke tanah. Selanjutnya, aku mendatangi keluargaku dan kukatakan kepada mereka: ‘selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku.’ Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat : “Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangun, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa(menyembah berhala) tinggalkanlah,.’Kemudian wahyu terpelihara dan turun berturut-turut.”diriwayatkan oleh al-Bukhari dari hadits az-Zuhri.

D. Hubungan antara Q.S Al-Muddatstsir 1-7 dengan pendidikan

Ilmu ibarat sebuah permata yang sangat bernilai dan tak terkira harganya. Dengan ilmu, Adam ‘alaihissalam dimuliakan di atas seluruh makhluk, hingga para malaikat diperintah untuk sujud kepadanya.

Dalam Q.S Al Muddatstsir ayat 1-7 menegaskan bahwa sebaiknya umat muslim agar bersegera untuk saling mengingatkan saudara-saudara muslim kita yang telah lupa, khilaf, agar menuju jalan yang di ridhai oleh Allah SWT. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan maka hendaknya umat muslim agar kembali ke fitrahnya yang suci dan bersih dari kotoran dan dosa.
 
Manusia hidup di dunia janganlah bermalas-malasan segera melaksanakan apa yang menjadi kewajiban manusia begitu pula dengan pendidik dan peserta didik rajin-rajinlah mereka dalam menunaikan kewajiban mereka. Memohon ampunan akan dosa-dosa yang telah lalu dan tidak mengulanginya dimasa yang akan dating dengan beriman dan bertakwa padaNya, karena sebagai seorang pendidik akan menjadi contoh bagi lingkungannya yang meliputi lingkungan sekolah dan tempat tinggalnya. Sehingga ia menjadi contoh yang baik.
 
Dari Abu ‘Amr Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa memberikan contoh yang baik dalam Islam, maka dia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala sebesar pahala orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memberikan contoh yang jelek, dia akan mendapatkan dosanya dan dosa sebesar dosa orang yang mengikuti dia, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya dengan ilmu tersebut jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
 
Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa para penuntut ilmu agama berada di atas kebaikan yang besar. Mereka di atas jalan keberuntungan dan kebahagiaan, tentunya bila benar/lurus niatnya dalam menuntut ilmu, karena mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ingin mengamalkannya, bukan karena riya` dan sum’ah atau tujuan-tujuan dunia lainnya.
 
Ia mempelajari ilmu hanya karena ingin mengetahui agamanya, mengetahui perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan kepadanya. Dan bermaksud mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, hingga 
ia belajar dan mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya kepada orang lain.
 
Setiap jalan yang ia tempuh dalam menuntut ilmu adalah jalan menuju surga, baik jalan tersebut secara hakiki ataupun maknawi. Perjalanan jauh yang ditempuhnya dari satu negeri menuju ke negeri lain, berpindahnya dari satu halaqah ke halaqah yang lain, dari satu masjid ke masjid lain, dengan tujuan mencari ilmu, ini semua teranggap jalan yang ditempuh guna beroleh ilmu. Demikian pula diskusi tentang kitab-kitab ilmu, meneliti dan menulis, semuanya pun teranggap jalan guna beroleh ilmu.
 
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya dipelajari dalam rangka mengharapkan wajah Allah, namun ternyata mempelajarinya karena ingin beroleh materi dari dunia ini, ia tidak akan mencium wangi surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud1)
 
Ini merupakan ancaman yang besar bagi orang yang jelek niatannya dalam menuntut ilmu. hendaknya engkau ikhlas dalam beribadah dan meniatkannya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hendaknya pula engkau bersungguh-sungguh dan penuh semangat dalam menempuh jalan-jalan ilmu dan bersabar di atasnya, kemudian mengamalkan apa yang terkandung dalam ilmu tersebut. Karena tujuan dari belajar ilmu adalah untuk diamalkan, bukan karena ingin dikatakan alim atau pun mendapatkan ijazah. Namun tujuannya adalah agar engkau dapat mengamalkan ilmumu dan membimbing manusia menuju kebaikan, dan agar engkau menjadi pengganti para rasul dalam dakwah kepada kebenaran.
 
Sabar menghadapi berbagai karakter, tingkah laku dan tingkat kecerdasan anak-anak didiknya. Karena, itu semuanya adalah ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Memang fitrah manusia akan mencintai anak yang penurut, pandai, cerdas dan berakhlak baik. Namun kecintaan itu tidak boleh menghalanginya untuk mendidik dengan adab yang benar atau justru membawanya berbuat tidak adil terhadap anak didiknya yang lain, misalnya dalam pemberian atau hibah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sangat mencintai.

Fathimah radhiyallahu ‘anha, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَأَيْمُ اللهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعَ مُحَمَّدٌ يَدَهَا

“Demi Allah, bila Fathimah bintu Muhammad mencuri, sungguh Muhammad akan memotong tangannya.” 

(Muttafaqun ‘alaih, dari sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

فَاتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ

“Bertakwalah kepada Allah, dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” (Muttafaqun ‘alaih, dari sahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma)
 
Bila pendidik mendapati anak didik yang bandel, kurang beradab, tidak cerdas atau banyak tingkah, maka kebenciannya tidak boleh menyeretnya untuk berbuat zalim. Upaya pembenahan dan perbaikan terhadap anak yang bandel atau banyak tingkah bisa diusahakan tanpa pukulan. Bisa dengan nasihat secara lisan, atau dibentak, atau ditakut-takuti tanpa berlebihan sehingga tidak menimbulkan sikap minder pada anak. Hal itu dilakukan terlebih dahulu disertai dengan doa, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya kelemahlembutan itu tidaklah ada dalam suatu perkara kecuali akan menjadikannya bagus, dan tidaklah kelemahlembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim, dari‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Hanya saja, perlu dipahami bahwa semua ini ada banyak cobaan yang mampu membuat kita menyerah di tengahnya. Oleh sebab itu, ada kata ikhlas dan sabar yang harus terselip dalam kamus jihadnya.

PENUTUP

A. Kesimpulan
  1. Manusia hidup diharapkan agar senantiasa melaksanakan kewajiban sebagai manusia.
  2. Manusia diperintahkan untuk saling mengajak antar sesama manusia kepada kebenaran dengan mengacu pada keagungan Allah SWT.
  3. Meninggalkan perbuatan dosa dan menutup dosa di masa lalu dengan perbuatan yang baik atas Ridho Allah.
  4. Memberikan sesutau dengan ikhlas tanpa pamrih dan karena ingin berjihad di jalan Allah SWT
  5. Bersabar dalam menghadapi cobaan-cobaan di dunia ini, niscaya Allah akan memudahkan jalan yang kita lalui.

B. Saran

  1. Hendaknya para pendidik dan calon pendidik selalu bersabar dalam menghadapi masalah pada murid, rekan guru maupun bagi lingkungan.
  2. Selalu ikhlas dalam memberikan ilmu demi kelangsungan umat beragama dan hanya dengan ridha Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh.
2006. Tafsir Ibnu Katsir jilid 8. Jakarta: Pustaak Imam asy-Syafi’i.
Departemen Urusan Agama Islam Wakaf, Da’wah dan Irsyad. 1415 H. Al
Qur’an dan Terjemahnya. Saudi Arabia:Mujamma’Al Malik fahd Li Thiba’ At Al Mush-Haf Asy Syarif

Ushul Fiqih

 
Ushul fiqih (bahasa Arab:أصول الفقه) adalah ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.

Sumber-Sumber Hukum Islam

Mekanisme pengambilan hukum dalam Islam harus berdasarkan sumber-sumber hukum yang telah dipaparkan ulama. Berikut ini empat sumber utama:

  1. Al-Qur’an, kitab suci agama Islam.
  2. Sunnah, tindakan, ucapan dan ketetapan Nabi Muhammad.
  3. Ijma, kesepakatan para ulama.
  4. Qiyas, analogi hukum dengan hukum lain yang telah ada ketetapannya.

Sejarah

Pada mulanya, para ulama terlebih dahulu menyusun ilmu fiqh sesuai dengan Al-Qur an, Hadits, dan Ijtihad para Sahabat. Setelah Islam semakin berkembang, dan mulai banyak negara yang masuk kedalam daulah Islamiyah, maka semakin banyak kebudayaan yang masuk, dan menimbulkan pertanyaan mengenai budaya baru ini yang tidak ada di zaman Rosulullah. Maka para Ulama ahli usul Fiqh menyusun kaidah sesuai dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai dengan dalil yang digunakan oleh Ulama penyusun ilmu Fiqh.

Usaha pertama dilakukan oleh Imam Syafi’i dalam kitabnya Arrisalah. Dalam kitab ini ia membicarakan tentang Qur’an, kedudukan hadits, Ijma, Qiyas dan pokok-pokok peraturan mengambil hukum. Usaha Imam Syafi’i ini merupakan batu pertama dari ilmu ushul fiqih yang kemudian dilanjutkan oleh para ahli ushul fiqih sesudahnya. Para ulama ushul fiqih dalam pembahasannya mengenai ushul fiqih tidak selalu sama, baik tentang istilah-istilah maupun tentang jalan pembicaraannya. Karena itu maka terdapat dua golongan yaitu; golongan Mutakallimin dan golongan Hanafiyah.

Golongan Mutakallimin dalam pembahasannya selalu mengikuti cara-cara yang lazim digunakan dalam ilmu kalam, yaitu dengan memakai akal-pikiran dan alasan-alasan yang kuat dalam menetapkan peraturan-peraturan pokok (ushul), tanpa memperhatikan apakah peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan persoalan cabang (furu’) atau tidak. Di antara kitab-kitab yang ditulis oleh golongan ini adalah;

  1. Al-Mu’tamad oleh Muhammad bin Ali.
  2. Al-Burhan oleh Al-Juwaini.
  3. Al-Mustashfa oleh Al-Ghazali.
  4. Al-Mahshul oleh Ar-Razy.

Golongan Hanafiyah dalam pembahasannya selalu memperhatikan dan menyesuaikan peraturan-peraturan pokok (ushul) dengan persoalan cabang (furu’).

Setelah kedua golongan tersebut muncullah kitab pemersatu antara kedua aliran tersebut di antaranya adalah;

  1. Tanqihul Ushul oleh Sadrus Syari’ah.
  2. Badi’unnidzam oleh As-Sa’ati.
  3. Attahrir oleh Kamal bin Hammam.
  4. Al-Muwafaqat oleh As-Syatibi.

Selain kitab-kitab tersebut di atas, juga terdapat kitab lain yaitu, Irsyadul Fuhul oleh Asy-Syaukani, Ushul Fiqih oleh Al-Chudari. Terdapat juga kitab Ushul fiqih dalam bahasa Indonesia dengan nama “Kelengkapan dasar-dasar fiqih” oleh Prof. T.M. Hasbi As-Shiddiqi.

Qiyas

 

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

Rukun Qiyas

Rukun Qiyas ada empat;

Al-ashl (pokok)
Al-ashl ialah sesuatu yang telah ditetapkan ketentuan hukumnya berdasarkan nash, baik berupa Quran maupun Sunnah.
Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Al-ashl tidak mansukh. Artinya hukum syara’ yang akan menjadi sumber pengqiyasan itu masih berlaku pada masa hidup Rasulullah. Apabila telah dihapuskan ketentuan hukumnya, maka ia tidak dapat menjadi al-ashl.
2. Hukum syara’. Persyaratan ini sangat jelas dan mutlak, sebab yang hendak ditemukan ketentuan hukumnya melalui qiyas adalah hukum syara’, bukan ketentuan hukum yang lain.
3. Bukan hukum yang dikecualikan. Jika al-ashl tersebut merupakan pengecualian, maka tidak dapat menjadi wadah qiyas.

Al-far’u (cabang)
Al-far’u ialah masalah yang hendak diqiyaskan yang tidak ada ketentuan nash yang menetapkan hukumnya.
Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Sebelum diqiyaskan tidak pernah ada nash lain yang menentukan hukumnya.
2. Ada kesamaan antara ‘illah yang terdapat dalam al-ashl dan yang terdapat dalam al-far’u.
3. Tidak terdapat dalil qath’i yang kandungannya berlawanan dengan al-far’u.
4. Hukum yang terdapat dalam al-ashl bersifat sama dengan hukum yang terdapat dalam al-far’u.

Hukum Ashl
Hukum Ashl adalah hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan hukumnya itu ditetapkan oleh nash tertentu, baik dari Quran maupun Sunnah.
Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Hukum tersebut adalah hukum syara’, bukan yang berkaitan dengan hukum aqliyyah atau adiyyah dan/atau lughawiyah.
2. ‘Illah hukum tersebut dapat ditemukan, bukan hukum yang tidak dapat dipahami ‘illahnya.
3. Hukum ashl tidak termasuk dalam kelompok yang menjadi khushshiyyah Rasulullah.
4. Hukum ashl tetap berlaku setelah waftnya Rasulullah, bukan ketentuan hukum yang sudah dibatalkan.

Illah
‘Illah adalah suatu sifat yang nyata dan berlaku setiap kali suatu peristiwa terjadi, dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum dari suatu peristiwa hukum.
Mengenai rukun ini, agar dianggap sah sebagai ‘illah, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Zhahir, yaitu ‘illah mestilah suatu sifat yang jelas dan nyata, dapat disaksikan dan dapat dibedakan dengan sifat serta keadaan yang lain.
2. ‘Illah harus mengandung hikmah yang sesuai dengan kaitan hukum dan tujuan hukum. Dalam hal ini, tujuan hukum adalah jelas, yaitu kemaslahatan mukallaf di dunia dan akhirat, yaitu melahirkan manfaat atau menghindarkan kemudharatan.
3. Mundhabithah, yaitu ‘illah mestilah sesuatu yang dapat diukur dan jelas batasnya.
4. Mula’im wa munasib, yaitu suatu ‘illah harus memiliki kelayakan dan memiliki hubungan yang sesuai antara hukum dan sifat uang dipandang sebagai ‘illah.
5. Muta’addiyah, yaitu suatu sifat yang terdapat bukan hanya pada peristiwa yang ada nash hukumnya, tetapi juga terdapat pada peristiwa-peristiwa lain yang hendak ditetapkan hukumnya.

Lowongan Kerja


untuk pembaca setia di blog kami ada sedikit info loker ni,, mungkin ada yang berminat

Need 15 Umbrella Girl For Golf

Tanggal 11 january 2015 @sentulhighlandgolf
Kiteria :
- min 165cm (no heels)
- max umur 25
- cantik, (maaf tidak gendut)
- komit
- on time
- bisa bangun pagi
- tidak rewel
- fee 400 - 500
- stanby jam 5pgi di meeting point

Deskjob
- untuk payungin golfer saja

Yang sesuai kiteria langsung send foto (full body) dan close up (no edit) beserta biodata

Hubungi langsung temen mimin yang cantik.
Cp: rani
BBM: 51b191df
WA: 081282391518 (no sms)

Path Niatan Membuka Kantor Perwakilan Di Jakarta Dan Indonesia Sebagai Inspirasi Path


Selama pertama kali di luncurkannya, Path dapat terkoneksi dengan 150 teman saja.dan morin beranggapan 150 orang saja sudah ideal untuk sebuah jejaring sosial pertemanan. meski terbatas, namun inilah sisi eksklusif path yang membedakan dengan jejaring sosial yang lainya.

CEO dan FOunder Path, , pada jumat (5/12) lalu kembali datang ke jakarta. dalam suatu perbincangan Morin menyebut indonesia adalah satu inspirasi Path. apa maksud "inspirasi" mantan karyawan facebook tersebut.

Pada Mei 2014, Path memutuskan untuk menambah jumlah teman yang bisa terkoneksi menjadi 500 orang. Dikatakan Morin, Jumlah ini bertambah sebab jadi permintaan utama dari USER Tanah Air.

“Hal itu memang menjadi permintaan utama dari masyarakat Indonesia,” ungkap pria berkacamata itu.

Dan demikian, diakui Morin jika Path memang banyak terinspirasi dari pengguna asal indonesia terlebih dari sisi penambahan cakupan teman. ia menambahkan, orang indonesia juga memilik semangat untuk menciptakan perubahan. di ke depannya nanti path memiliki rencana untuk melibatkan pengembang lokal dalam membuat stiker digital.

"Menurut saya, orang Indonesia tidak takut untuk memulai usaha baru. Tidak seperti di AS yang sepertinya butuh banyak waktu untuk tidak meragukan diri sendiri,” imbuhnya.

Indonesia di mata Morin adalah pasar penting bagi Path. Negeri ini menyumbang sekitar empat juta pengguna yang 80% dari mereka adalah user aktif. Tidak heran jika diketahui kemudian Path miliki niatan bakal membuka kantor perwakilan di Jakarta pada awal 2014.

Download Aplikasi Accurate v3.3 Akuntansi

Buat yang kuliah di jurusan akuntansi. aplikasi Accurate v3.3 mungkin sudah tidak asing lagi. Software akuntansi dengan modul Account Payable, Account Receivable, Inventory, dan General Ledger yang terintegrasi. Dalam versi Standard, kami memberikan 2 (dua) license. Artinya, 2 user/client bisa menginput ke dalam 1 (satu) database dalam waktu yang bersamaan. Ada banyak fitur yang tersedia di Accurate 3. Fitur besar yang terdapat di versi ini adalah:
1.    Pajak masukan di modul pembelian (Purchase order dan Purchase Invoice)
2.    Harga satuan yang termasuk pajak (Inclusive Tax) di semua form yang ada hubungan dengan pajak (PPN).
3.    Template untuk semua form dengan designer yang lebih mudah dan field-field yang lebih lengkap
4.    Ongkos kirim (Freight) untuk modul pembelian dan penjualan
5.    Sepuluh buah custom field yang tersedia di semua form yang berhubungan dengan item.
6.    Perhitungan komisi Saleman yang lebih lengkap.
7.    Penambahan modul Rekonsiliasi Bank.
Selain fitur-fitur besar di atas, berikut perincian penambahan / perbaikan fitur yang telah dilakukan di versi 3:
KELEBIHANNYA :
1.    Customer & Vendor
-       Bisa mengisi Saldo awal lebih dari 1 invoice.
2.    Purchase Order
-       Ada penambahan field Terms, dan FOB
3.    Purchase Invoice
-       Terdapat field Fiscal Rate untuk pembelian mata uang asing dengan PPN.
4.    Receive Item
-       Tidak menjurnal ke Hutang dagang lagi, namun ke: Barang yang belum ditagih (Unbilled goods).
5.    Purchase Return (d/h: Debit Memo)
-       Nilai retur bisa memasukkan nilai Tax, Freight dan Discount dari Purchase Invoice.
6.    Vendor Payment (d/h: Make Payment)
-       Setiap form ada nomor urutnya agar mempermudah pengarsipan.
7.    Sales Order
-       Ditambahkan field Salesman
8.    Sales Invoice / Delivery Order
-       Item service dari SO bisa diproses lebih dari 1 Sales Invoice
KEKURANGANNYA :
1. Single login. Hanya bisa login menggunakan user supervisor.
2. Membuka database dari local PC, tidak bisa membuka database dari lokasi remote.
3. OEM license, tidak bisa dimigrasikan atau dipindah ke komputer lain.
4. Tidak untuk pemakaian multiple user, tidak diperbolehkan menambah license.
5. Tidak mendapat diskon untuk major upgrade atau trade-in.

 Untuk yang berminat silahkan Download Dibawah ini dan jangan lupa untuk membeli yang pronya.

Download Accurate 3.3