BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Menikah adalah sunah Rasulullah SAW. untuk dilaksanakan oleh umatnya.
Menikah adalah jalan kemuliaan yang diridhai dan dimudahkan
pengaturannya dalam Islam. Dengan menikah pula maka seseorang dapat
terhindar dari kemaksiatan dan kehinaan yang sekarang ini seringkali di
promosikan secara besar-besaran diberbagai media masa dewasa ini.
Salah satu barakah yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya yang
menyegerakan diri untuk menikah adalah dijamin-Nya kecukupan rezeki.
Tetapi tidak semua lawan jenis boleh kita nikahi, ada beberpa golongan
yang tidak dibolehkan atau haram untuk dinikahi, salah satunya yaitu
mahram (Al-Muharramah) yang akan kita bahas dalam makalah ini.
- Rumusan Masalah
- Apa pengertian Al-Muharramat ?
- Siapa saja wanita-wanita yang termasuk al-muharramat ?
- Terbagi berapakah wanita yang termasuk al-muharramat ?
- Tujuan Penulisan
- Mengetahui apa pengertian Al-Muharramat.
- Untuk mengetahui wanita-wanita yang termasuk al-muharramat.
- Untuk mengetahui berapa golongan wanita yang termasuk al-muharramat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Al-Muharramat
Al-muharramat jama’ dari kata muhrim, yang bermakna wanita-wanita
yang menurut syara’ haram dinikahi oleh seorang laki-laki. Faktor-faktor
yang menghalangi terjadinya perkawinan terkadang di ungkapkan dengan
kalimat “Faktor-faktor yang mengharamkan pernikahan’.
Perlu kami pertegas bahwa yang dimaksud “haram” dalam pembahasan kita
kali ini adalah pernikahan tersebut menimbulkan dosa dan tidak sah.
Sebab, kata “haram” kadang juga digunakan untuk merujuk arti “berdosa
tapi sah”, seperti dalam kasus menikahkan wanita yang ada dalam pinangan orang lain.
Keharaman untuk dinikahi ada yang bersifat selamanya dan ada pula yang bersifat sementara.
2.2. Wanita-Wanita Yang Termasuk Al-Muharramat
Orang yang haram dinikahi berdasarkan nash syar’i ada delapan belas, yakni:
- Tujuh dari jalur nasab:
- Ibu kandung ke atas (nenek, ibu nenek seterusnya);
- Anak perempuan kandung ke bawah (cucu, anak cucu seterusnya);
- Saudara perempuan baik sekandung, sebapak atau seibu;
- Saudara perempuan bapak;
- Saudara perempuan ibu;
- Anak perempuan saudara laki-laki dan
- Anak perempuan saudara perempuan.
- Tujuh dari jalur susuan, rinciannya sama seperti sebab senasab di atas.
- Empat dari jalur ikatan pernikahan:
- Ibu istri (mertua);
- Anak perempuan istri (anak tiri) jika terjadi hubungan badan dengan ibunya;
- Istri ayah (ibu tiri) dan
- Istri anak (menantu).
2.3. Pembagian Al-Muharramat
Dalam hukum fiqih Mazhab Syafi’i, wanita yang haram dinikahi itu terbagi dua, yakni:
- Selamanya Haram Untuk Dinikahi (Mahram ‘ala ta’bid).
- Keharaman yang berlaku sementara.
Berdasarkan nash Al-Qur’an, penyebab keharaman selamanya ini ada tiga, yaitu:
- Yang Di Sebabkan Hubungan Kekerabatan atau Nasab
Yang disebabkan hubungan kekerabatan ini sebagaimana rincian yang di
atas yakni; ibu kandung ke atas (nenek, ibu nenek seterusnya); anak
perempuan kandung ke bawah (cucu, anak cucu seterusnya); saudara
perempuan baik sekandung, sebapak atau seibu; saudara perempuan bapak;
saudara perempuan ibu; anak perempuan saudara laki-laki dan anak
perempuan saudara perempuan. Sebagaimana yang dinyatakan pada firman
Allah:
حرم عليكم (الزواج) الأم الأم. أطفالك للإناث؛ إخوانكم من النساء، وكان الإخوة والد المرأة؛ وكانت الإخوة لأم المرأة؛ بنات اخوتك الرجال. بنات اخوتك أن النساء
Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan….”(QS. An-Nisa’: 23)
Menurut ijma’ ulama, seorang wanita haram menikah dengan anak
zinanya. Perbedaan antara anak sah dengan anak zina ialah bahwa anak
zina itu seolah-olah seperti bagian dari tubuh ibunya kemudian terpisah
menjadi manusia. Ini tidak sama dengan sperma yang menjadi asal
kelahiran, sehingga anak perempuan yang sah dinisbahkan kepada ayahnya.
- Yang Di Sebabkan Hubungan Susuan
Ada tujuh wanita yang haram dinikahi sebab susuan, ini masih
berkaitan dengan faktor nasab sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Setiap wanita yang menyusui seorang lelaki, atau wanita yang menyusui
ibu/wanita yang menyusui seorang lelaki atau melahirkan suami dari
wanita yang menyusui seorang lelaki, baik ada penengah ataupun tidak,
berarti dia adalah ibu susuan dari lelaki tersebut. Mahram yang lain
bisa di analogikan dengan ketentuan tersebut. dasarnya yakni firman
Allah:
“….Ibu-ibu yang menyusui kalian, saudara-saudara perempuan sesusuan kalian…,” (QS. An-Nisa’: 23), dan hadits Nabi: “Diharamkan sebab sesusuan apa yang diharamkan sebab nasab”
Namun, dari tujuh wanita tersebut di atas, hanya ada dua wanita yang
haram dinikahi murni karena susuan, selebihnya adalah dikarenakan faktor
nasab susuan.
- Yang Di Sebabkan Hubungan Pernikahan
Ada empat orang yang haram dinikahi selamanya karena hubungan
pernikahan. Mereka adalah istri ayah (ibu tiri), sesuai dengan firman
Allah: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu…..”,
ibu istri/mertua (begitu pula neneknya), anak perempuan istri (anak
tiri) jika terjadi hubungan badan dengan ibunya, dan istri anak
(menantu). Keharaman ini berlaku begitu akad terjalin, sebagaimana
firman Allah: “anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu)….”
Apa yang dimaksud akad disini adalah akad nikah yang shahih (yang
diterima keabsahannya), pernikahan yang fasik tidak berpengaruh pada
keharaman nikah karena pernikahan.
Keharaman Yang Berlaku Sementara.
I
Ini bagian kedua dari orang-orang yang haram dinikahi. Keharaman
mereka ini berlaku tidak selamanya, melainkan hanya berlaku sementara
saja dan hanya terjadi pada satu sebab, yakni menghimpun beberapa istri,
di antara contohnya sebagai berikut:
- Pengharaman Sebab Menghimpun Antar Mahram
Satu orang laki-laki haram menikahi wanita berikut saudara, bibi dari
pihak ayah, ataupun bibi dari pihak ibu perempuan tersebut, baik itu
senasab maupun sesusuan, tanpa membedakan sekandung, seayah atau seibu.
Seandainya dia menetang dan menikahi dua orang yang haram dihimpun
tersebut maka nikah kedua-duanya batal. Sebab tidak ada yang lebih utama
satu dari yang lain. Jika akad nikahnya dilaksanakan berurutan maka
akad yang pertama sah dan yang kedua batal. Dalilnya yaitu firman Allah:
“…menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara….” serta hadits Nabi : “Seorang
wanita tidak boleh dinikahi sekaligus dengan bibi dari ibunya, tidak
bibi dari ayahnya berikut anak perempuan saudara laki-lakinya, tidak
wanita berikut bibi dari ibunya, tidak bibi dari ibu berikut anak
perempuan dari saudara perempuannya, tidak kakaknya berikut adiknya,
tidak pula adik berikut kakaknya”.
- Pengharaman Sebab Menghimpun Lebih Dari Empat Istr
Seorang lelaki hanya boleh menikahi maksimal empat wanita saja, berdasarkan firman Allah: “…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat…” dan hadits Nabi: “Pertahankan (pernikahan) yang empat, dan ceraikan sisanya”.
Apabila ada seseorang menikahi lima wanita sekaligus, maka semua
pernikahan itu batal mengingat tidak ada yang lebih utama antara yang
satu dengan yang lainnya. Jika pernikahannya berurutan, maka pernikahan
yang kelima batal dan yang empat itu sah.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Islam sebagai
agama yang paling sempurna telah mengatur semua sendi kehidupan manusia
termasuk dalam hal pernikahan, hal ini dapat kita lihat dari banyaknya
dalil baik itu dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi yang mengatur tentang
pernikahan.
Pernikahan sebagai jalan kemaslahatan dan kebahagiaan tentu memiliki
kaidah-kaidah atau aturan-aturan tersendiri. Ada wanita yang boleh untuk
kita nikahi dan ada pula yang tidak boleh, hal ini tertera secara jelas
dalam Al-Qur’an maupun dalam hadits Nabi.
- Saran
Sebagai seorang muslim yang insya Allah suatu saat juga akan
menjalahi pernikahan, sebaiknya kita mempelajari dan memahami
aturan-aturan Islam tentang pernikahan, termasuk siapa saja yang boleh
kita nikahi dan siapa yang tidak boleh.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Imam Syafi’i jilid II (terjemahan). Jakarta: Almahira
[1] M.M.A. Al-Hanafy. Jangan Takut Menikah. Mutiara Media. Yogyakarta. 2009. hal. 1
[2] Prof. Dr. Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i (jilid II Terjemahan). Al-Mahira. Jakarta: 2010. hal. 489
[3] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan
yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan
dan seterusnya ke bawah.
[4] HR. Asy-Syaikhani. Dalam riwayat lain disebutkan “…apa yang diharamkan sebab persalinan”
[5] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 22.
[6] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 23.
[7] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 23.
[8] HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi-dia menshahihkan hadits ini-, dan an-Nasa’i.
[9] Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 3.
[10] HR. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan yang lain, mereka menshahihkannya.