Categories

Kumpulan Mata Pelajaran Sekolah.

Download Software

Download E-Book Dan Software Pelajaran Untuk Komputer dan Handphone.

Motivasi

Artikel motivasi untuk kita selalu semangat meraih cita-cita

Tentang Kami

Profile Kami, Visi Misi, Partner dan Kontak kami.

News

Berita Tentang pendidikan Terbaru dan lain-lain.

Tuesday, December 16, 2014

ORTODOKSI KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI-POLITIK A.F.K ORGANZKY DAN W.W ROSTOW

MENILIK KEMANDULAN KONSEP PEMBANGUNAN EKONOMI
DAN POLITIK MODERN DI NEGARA DUNIA KETIGA

“Indonesia akan menjadi korban pertama saya...”
(John Perkins, Confession of Economic Hitman)


Menyoal Definisi Pembangunan
 
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai berbagai konsep pembangunan yang dicetuskan para pakar, seyogyanya kita memahami terlebih dahulu definisi mengenai istilah “pembangunan”. Sebagaimana diutarakan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, terdapat perbedaan mendasar antara istilah perkembangan, pertumbuhan serta pembangunan. Menurutnya, istilah “perkembangan” menunjuk pada dinamika ekonomi dalam perspektif mahzab klasik, sedang “pertumbuhan” menunjuk pada dinamika ekonomi dalam perspektif neoklasik berikut neokeynesian, dan “pembangunan” menunjuk pada berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi negara-negara sedang berkembang.

Lebih jauh, berbicara mengenai pembangunan masyarakat mustahil lepas dari aspek sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Dalam pembahasan ini, pengkajian mengenai dimensi pembangunan masyarakat akan dititikberatkan dalam keterkaitannya dengan aspek ekonomi dan politik, yang mana apabila hendak dikatakan lebih spesifik lagi, bermuara pada perbandingan konsep pembangunan ekonomi dan politik antara A.F.K Organzky dengan Walt Whitman Rostow.


Dimensi Ekonomi dan Politik sebagai “Janus Face”

Pada mulanya, ekonomi didefinisikan sebagai “produksi untuk kegunaan”, sedang “produksi untuk pertukaran” atau “jual-beli” diistilahkan dengan chermatistics. Namun kemudian, terjadi pergeseran makna, ekonomi tak lagi didefinisikan sebagai produksi untuk kegunaan atau subsisten, melainkan produksi untuk pertukaran atau jual-beli, sedang istilah chermatistics lenyap entah kemana. Menilik pada pendefinisian ekonomi di atas yakni sebagai “produksi untuk pertukaran”, maka setidaknya ekonomi dapat dinyatakan sebagai suatu perihal yang berbicara mengenai bagaimana entitas individu atau kumpulan dari entitas individu (baca: masyarakat) dapat melakukan proses produksi atau menghasilkan sesuatu guna mendapatkan income, kemudian menukarnya dengan berbagai hal lain yang dibutuhkannya— kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

Di sisi lain, istilah politik secara etimologis menunjuk pada kata “politea” atau “polis”, yakni sebentuk negara-kota di era Yunani Kuno yang mana setiap penduduk di dalamnya dapat berdiskusi maupun berdebat secara bebas, tanpa tekanan, nir-Represi, bahkan pembicaraan sekitar tema-tema subversif yang mengancam negara dapat berlangsung di dalamnya. Pada perkembangannya, istilah politik secara umum didefinisikan sebagai, “Upaya atau proses alokasi berikut distribusi berbagai ‘sumberdaya’ yang terdapat dalam masyarakat menyangkut apa, siapa dan bagaimana”. “Apa” dalam hal ini, dimaksudkan dengan, “Apa sajakah berbagai sumberdaya yang terdapat dalam masyarakat?” sedang, “siapa” menunjuk pada, “Siapa sajakah yang berdaulat atau menguasai berbagai sumberdaya tersebut?” dan, “bagaimana” merupakan sebentuk persoalan terkait, “Bagaimanakah cara atau upaya guna mengalokasikan berikut mendistribusikan berbagai sumberdaya tersebut secara merata?”.

Disadari atau tidak, berpijak melalui definisi “politik” di atas, ditemui keterkaitannya yang erat dengan dimensi ekonomi, yakni menyangkut bagaimana sumberdaya dalam masyarakat dapat diatur guna kemaslahatan bersama, dalam bahasa Aristoteles: bonum publikum 'kebahagiaan bersama'. Adapun, pengertian “sumberdaya” di sini tidaklah dapat direduksi sebagai ekonomi atau goods 'barang' semata, melainkan pula kekuasaan, kedaulatan berikut akses yang dimiliki suatu pihak untuk berpartisipasi atau mempengaruhi proses serta hasil dari suatu kebijakan yang tercetus.

Dengan demikian, kiranya tak berlebihan bila menjadikan Janus face 'wajah Janus' sebagai metafora antara ekonomi dan politik, dewa perang Romawi Kuno yang memiliki dua wajah saling berlawanan namun terintegrasi satu sama lain.

Konsep Pembangunan Ekonomi dan Politik
 
A.F.K Organzky serta W.W Rostow
 
Beberapa di antara banyak pakar yang memiliki concern dalam bidang pembangunan masyarakat adalah A.F.K Organzky dan W.W Rostow. Apabila konstruksi pemikiran Organzky bertitik tolak melalui pengkajian politik, maka Rostow lebih “bermain” pada ranah ekonomi. Namun, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, baik ekonomi maupun politik memiliki pertautan yang erat dalam pembangunan masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui, Organzky dikenal sebagai salah satu tokoh teori politik modern di samping Hutington, Almond dan Coleman.[4] Ia dikenal luas melalui pemikirannya mengenai berbagai tahapan perkembangan politik yang antara lain; unifikasi primitif, politik industrialisasi, politik kesejahteraan nasional dan politik berkelimpahan. Unifikasi primitif menunjuk pada penyatuan masyarakat secara paksa (represif), hal tersebut ditujukan guna mencapai stabilitas sosial-politik mengingat kestabilan keduanya merupakan prasyarat utama dilakukannya pembangunan sebagaimana diyakini para pengikut mahzab neoklasik. Setelah integrasi atau stabilitas sosial-politik terbentuk, dilakukanlah pembangunan yang termanifestasikan melalui industrialisasi besar-besaran, dengannya diharapkan kesejahteraan masyarakat terwujud melalui skema trickle down effect 'efek rambatan'. Tahapan terakhir dari serangkaian proses tersebut adalah terwujudnya masyarakat yang berkelimpahan dan tak kurang sesuatu apapun (A.F.K Organzky, 1985).

Pada ranah yang berlainan, Rostow hadir dengan konsep tahap-tahap pertumbuhan ekonomi di mana menurutnya masyarakat akan melalui serangkaian proses progresifitas ekonomi sebagai berikut; masa tradisional, menuju lepas landas, lepas landas, menuju kedewasaan dan masa konsumsi tinggi. Masa tradisional ditandai dengan keterbatasan ekonomi akibat sifat masyarakat yang masih primitif, irasional dan penguasaan keterampilan yang bersifat warisan. Dalam tahapan ini, struktur sosial terkesan begitu hierarkis dan sentralistik sehingga mobilitas vertikal begitu kecil. Tahapan “menuju lepas landas” dicirikan dengan suatu transisi di mana masyarakat mencapai pertumbuhan dengan kekuatan sendiri. Hal tersebut didorong oleh berkembangnya teknik produksi modern sehingga meningkatkan kapasitas produksi, pembentukan modal yang besar serta meluasnya ekspansi pasar komoditas. Di satu sisi, perkembangan sektor pertanian yang ditunjukkan melalui jaminan ketersediaan pangan sehingga menghemat anggaran pangan negara guna dialihkan pada investasi sektor infrastruktur menjadi ciri lain tahapan menuju lepas landas pula.

Pada tahapan selanjutnya, yakni “lepas landas”, terjadi peningkatan pesat dalam penanaman modal produktif, industrialisasi (termasuk komodifikasi sektor pertanian) serta perubahan institusi sosial-politik yang memicu terjadinya gelombang demokratisasi dalam masyarakat. Dalam tahapan “menuju kedewasaan”, masyarakat telah memiliki kemampuan dalam menerapkan teknologi modern secara efektif. Tahapan tersebut ditandai dengan terjadinya transformasi sektoral, semisal pergeseran masyarakat agraris pada industri, atau tenaga nonahli pada tenaga ahli. Tahapan terakhir, yakni “masa konsumsi tinggi” ditandai dengan dominannya sektor konsumsi ketimbang produksi dalam masyarakat. Dalam tahapan tersebut, pertumbuhan ekonomi diyakini berjalan dengan sendirinya (self sustainable growth), berikut mendorong terwujudnya welfare state 'negara kesejahteraan'.

Organzky dan Rostow:
 
Persinggungan serta Oposisi Biner Konsepsi Keduanya
 
Melalui berbagai uraian singkat di atas, kiranya dapatlah ditelisik persinggungan atau persamaan berikut oposisi biner (perbedaan) antara konsepsi pembangunan Organzky dengan Rostow dalam keterkaitannya dengan dimensi ekonomi serta politik. Melalui segi latar belakang pemikiran, secara ekplisit Organzky tampak bertitik tolak melalui aspek politik dalam berbicara mengenai pembangunan masyarakat. Hal tersebut setidaknya tampak melalui ekplanasi tahapan awal berupa “unifikasi primitif” yang lebih berbau politis ketimbang ekonomistis. Di sisi lain, ia pun sempat menegaskan, “Pada umumnya, suatu bangsa tumbuh melalui tahap-tahap perkembangan poitik” (A.F.K Organzky, 1985).

Lebih jauh, Organzky meyakini bahwa bermula dari konstelasi sosial-politik yang mantaplah kesejahteraan masyarakat bakal terwujud kemudian. Pegorganisasian berbagai tahapan perkembangan politiknya ke dalam dua klasifikasi motif yang bergerak secara liniear sedari politik pada ekonomi kiranya menunjukkan hal tersebut. Dalam hal ini, “unifikasi primitif” dapat terklasifikasikan dalam motif politis, sedang politik “industrialisasi”, “kesejahteraan” dan “berkelimpahan” cenderung dalam klasifikasi motif ekonomistis.

Lain halnya dengan Organzky, titik tolak konsep pembangunan masyarakat Rostow lebih bertumpu pada aspek ekonomi. Hal tersebut tampak melalui ekplanasi tahapan awal berupa “masa tradisional” yang seketika mengacu pada persoalan ekonomi. Lebih jauh, bermula dari kemantapan atau stabilitas ekonomi, Rostow meyakini bakal tercipta konstelasi sosial-politik yang mumpuni. Hal tersebut tampak melalui penjelasannya akan periode “lepas landas” (tahapan keempat) yang bakal mendorong timbulnya gelombang demokratisasi dalam masyarakat—transformasi institusi sosial-politik yang lebih demokratis.

Terkait persinggungan konsep pembangunan masyarakat antara keduanya, ditemui persamaan epistemologis berupa “modernitas”. Sebagaimana kita ketahui, berbagai konsep ataupun teori pada tataran modern setidaknya memiliki tiga karakter; rasional, universal dan ahistoris. Karakter rasional kiranya tampak melalui uraian tiap tahap pembangunan keduannya yang logis, yakni memenuhi koridor hukum ilmiah berupa kausalitas sebab-akibat. Muatan universal tampak melalui penegasan Organzky dan Rostow atas berlakunya konsep yang mereka cetuskan di seluruh dunia—masyarakat Barat maupun Timur. Sedang, karakter ahistoris ditunjukkan dengan tak ditemuinya berbagai kemungkinan revisi atas konsep pembangunan tersebut di masa mendatang—seolah merupakan bentuk “jadi” yang sudah tentu benar dan berlaku hingga akhir zaman.

Di sisi lain, persamaan konsep antarkeduanya tampak melalui corak pemikiran yang lebih condong pada pemahaman neoklasik. Hal tersebut mengingat industrialisasi yang mereka tempatkan sebagai prasyarat utama guna mewujudkan kesejahteraan sosial. Organzky menyebutnya sebagai “politik industrialisasi”, sedang Rostow mengistilahkannya dengan “menuju lepas landas”. Begitu pula, baik keduanya meyakini akan tibanya masa berkelimpahan pada tahapan akhir pembangunan, yakni suatu kondisi transformasi masyarakat yang tertuju pada pemenuhan kebutuhan konsumtif atau berbagai barang mewah (tersier)—kebutuhan primer dan sekunder telah sepenuhnya terpenuhi. Hal tersebut akan jauh berbeda bilamana Organzky dan Rostow mengadopsi konsep siklus Oswald Spangler dan Arnold Toynbee yang berakhir pada kelimpahan dan kejatuhan yang terus-menerus dan tak berujung.

“Dua Model Raksasa” Pembangunan Masyarakat
 
Secara garis besar, terdapat “dua model raksasa” pembangunan masyarakat di dunia, yakni “strukturalis” dan “neoklasik”. Model strukturalis menekankan perlunya melakukan pembenahan struktur, sistem serta institusi atau kelembagaan sosial berikut kehidupan demokrasi dalam masyarakat sebelum pembangunan ekonomi (baca: industrialisasi) dilakukan guna meminimalisir pihak-pihak yang dirugikan dalam proses pembangunan nantinya.[7] Pemahaman terkait dipopulerkan oleh para tokoh mahzab ekonomi-politik seperti Raul Prebisch, C. Furtando, Andre Gunder Frank, Paul Baran, Michael P. Todaro dan Dos Santos.[8] Landas-dasar pemikiran mahzab ekonomi-politik adalah konsep surplus value 'nilai lebih' Marx yang tertuang dalam Matrealisme Historis (Das Kapital).


Di sisi lain, model pembangunan neoklasik beranggapan bahwa kesejahteraan sosial secara otomatis akan diperoleh melalui pembangunan skala besar dalam bentuk industrialisasi, yakni dengan mengharapkan apa yang diistilahkan sebagai trickle down effect 'efek rambatan'.[9] Konsep tersebut didasarkan pada sebuah analogi: “semakin besar kue yang dibuat, maka semakin banyak pula kue yang dibagikan”. Beberapa tokoh yang berdiri di balik pemahaman ini (neoklasik) antara lain Paul Samuelson, Robert Solow, Hicks, Johnson, Milton Friedmann dan terutama Walt Whitman Rostow.[10]


Implementasi Konsep Pembangunan
Organzky dan Rostow di Indonesia

 
Di Indonesia, konsep pembangunan Organzky dan Rostow mulai diimplementasikan secara riil pada masa rezim Orde Baru-Soeharto. Faktual, melalui dua model raksasa pembangunan masyarakat sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, model neoklasik menjadi pilihan Orde Baru guna mewujudkan kesejahteraan sosial di eranya. Keputusan tersebut setidaknya dilatarbelakangi oleh ketertinggalan jauh ekonomi Indonesia ketimbang negara-negara dunia pertama akibat kejatuhan pemerintahan Soekarno, berikut fakta empiris suksesnya program Marshall Plan dalam upaya melakukan rekonstruksi berbagai negara Eropa pasca kehancuran totalnya akibat Perang Dunia II.

Segera setelahnya, Orde Baru mencetuskan kebijakan Penanaman Modal Asing (UU PMA) pada tahun 1967, dan segera disusul dengan pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) setahun kemudian. Pada intinya, dua kebijakan tersebut berupaya memberikan peluang sebesar-besarnya bagi pemodal dalam negeri maupun luar negeri guna melakukan investasi berbagai sektor kehidupan di Indonesia. Hal tersebut sekaligus menandai dimulainya era industrialisasi Orde Baru yang mana secara teoretis, memasuki tahapan “politik industrialisasi” Organzky dan momen “menuju lepas landas” Rostow.


Bersamaan dengannya, dikukuhkanlah “ekonomi sebagai panglima” dalam kehidupan berbanga, bernegara dan bermasyarakat. Hal terkait berdampak pada kian diperkuatnya UU No. 11/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversif, serta lahirnya kebijakan floating mass 'massa mengambang' berdasarkan Pasal-pasal KUHP, UU No. 8/1985 tentang keormasan, berikut Inpres No. 15/1970 tentang Tata Cara Pembentukan UU dan PP. Artinya, mereka pihak-pihak yang berseberangan (tak sepakat) dengan kebijakan pemerintah dapat diganjar dengan berbagai pasal dan UU di atas. Perihal tersebut merupakan konsekuensi dari buah keyakinan atas pembangunan yang sekedar dapat berjalan dengan baik bilamana didasari pada stabilitas sosial-politik, sekalipun syarat diwujudkan dengan instrumen kekerasan fisik maupun simbolis. Disadari atau tidak, hal tersebut merupakan implementasi dari tahapan “unifikasi primitif” Organzky dimana hak sosial dan hak politik rakyat terutama, dikorbankan demi derap laju pembangunan.


Tak dapat dipungkiri memang, dalam beberapa kurun waktu pasca diterapkannya kedua kebijakan di atas, terjadi pertumbuhan ekonomi yang begitu signifikan. Tercatat, dalam tahun 1970-1977 saham sektor industri GDP meningkat dari 9% menjadi 12%, pengeluaran investasi pun melonjak dari 5% GDP di tahun 1966 menjadi 20% pada tahun 1973. Hal Tersebutlah yang kemudian memicu terjadinya boom dalam pembangunan kota-kota besar di Indonesia. Di samping itu, pembangunan mencakup pula sektor infrastrktur seperti irigasi, pelistrikan, angkutan dan komunikasi.

Pada periode 1974-1982, Indonesia memasuki periode oil boom, di era tersebut kekayaan negara kian melimpah akibat melonjaknya harga minyak dunia. Pada tahun 1973, produksi minyak Indonesia mencapai 1,3 juta barel per hari, dan pada awal dekade 1980-an produksi tersebut mencapai 1,5 juta barel per hari. Di era tersebut pulalah angka pertumbuhan ekonomi mencapai 7,8% yang segera disusul pemerintah dengan upaya pengembangan industri substitusi impor dengan tujuan melakukan transformasi sektoral—agraris pada industri. Tak ketinggalan, pemerintah pun menaikkan gaji pegawai negeri nyaris sebesar tiga kali lipat.[13] Kiranya, rentetan catatan pembangunan Orde Baru di atas dapat terklasifikasikan dalam tahapan “politik kesejahteraan” Organzky, serta tahapan “lepas landas” berikut “menuju kedewasaan” Rostow.


Ortodoksi Konsep Pembangunan Organzky dan Rostow
 
Faktual, berbagai catatan emas pembangunan Orde Baru berakhir pada petaka krisis ekonomi akibat terjadinya buble economic 'gelembung ekonomi' pada akhir dekade 1990-an. Terjadinya fenomena tersebut disebabkan oleh banyaknya investor asing yang menanamkan modal di tanah air, namun dengan orientasi profit jangka pendek, ketika profit telah diperoleh, maka dengan serta-merta mereka pun menarik seluruh modalnya dari Indonesia, pecahlah gelembung tersebut; bank-bank mengalami likuidasi, berbagai perusahaan gulung tikar dan harga-harga kebutuhan melambung tinggi.[14] Secara ringkas, hal tersebut disebabkan oleh terlampau besarnya lapangan investasi yang diberikan pemerintah terhadap para pemodal, dan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, perihal terkait disebabkan hasrat libidinal yang tak terkontrol guna melakukan industrialisasi besar-besaran.

Di samping hal di atas, kehancuran “pembangunan-isme” Orde Baru disebabkan pula oleh tak berjalan liniearnya jumlah angkatan kerja yang ada dengan ketersediaan lapangan kerja. Menurut Revrisond Baswir, tolak ukur keberhasilan dari industrialisasi adalah terjadinya mekanisasi, dengan kata lain, semakin sedikit jumlah tenaga kerja yang digunakan akibat tergantikan oleh mesin-mesin produksi, maka semakin sukseslah industrialisasi yang digalakkan. Dengan demikian, dari waktu ke waktu ketersediaan lapangan kerja pada sektor industri justru mengalami penyusutan, ketidakmampuannya menampung angkatan kerja menyebabkan beban berlebih pada sektor agraris sebagai tempat peralihan (baca: penampung) angkatan kerja, sedang jumlah lahan pastinya kian menyusut pula dari waktu ke waktu.

Perihal lain yang patut dicermati dalam kegagalan pembangunan Orde Baru adalah besarnya pemasukan negara yang disertai pula dengan perilaku korupsi para elit pemerintahan. Setidaknya, ditemui dua skandal besar korupsi yang mewarnai perjalanan Orde Baru, pertama, bangkrutnya Pertamina di bawah kepemimpinan Ibnu Sutowo pada tahun 1975-1976 dan menyisakan hutang sebesar US$ 10 milyar. Kedua, penyimpangan yang terjadi pada APBN Tahun Anggaran 1988/1989. Faktual, hal tersebut berimplikasi pula pada “macetnya” skema trickle down effect di mana jurang kesenjangan antara si kaya dengan si miskin justru menjadi kian dalam.

Berbagai paparan di atas kiranya menunjukkan tak sejalannya tahap-tahap pembangunan ekonomi dan politik Organzky berikut Rostow pada negara dunia ketiga, khususnya Indonesia—mengingat Eight Asian Magic lainnya seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, dll. didera petaka depresi pembangunan yang sama layaknya tanah air. Faktual, tahapan pembangunan Indonesia sekedar mencapai “politik kesejahteraan” dalam kamus Organzky serta “menuju kedewasaan” dalam terminologi Rostow. Namun demikian, apa yang lebih pahit dan menyakitkan hati lagi adalah berbagai negara dunia ketiga yang syarat membenahi fundamen perekonomiannya sedari awal; membuang jauh-jauh alam pikiran dan asa palsu neoklasik, berikut menggantinya dengan konsep pembangunan masyarakat yang lebih relevan dan hadap masalah.

Paul Ormerod dalam Matinya Ilmu Ekonomi menjelaskan bahwa konsep pembangunan ekonomi dan politik cetusan Organzky serta Rostow memenuhi bentuknya sebagai “ilmu pengetahuan ortodoks”. Apa yang dimaksudkannya adalah, ilmu-ilmu yang gemar “meramal” masa depan, yang meskipun sama sekali tak diketahui kebenarannya nanti, tetap diyakini secara membabi-buta. Bagi Ormerod, ketumpulan ilmu-ilmu ortodoks—ilmu ekonomi terutama—terletak pada keyakinannya yang berlebih akan permainan “angka-angka” tanpa memperhatikan variabel sosial dan budaya suatu masyarakat.[17] Sayangnya, masih cukup banyak pula para pemimpin yang terbuai olehnya dan rela menjadikan masyarakatnya sebagai “kelinci percobaan” ilmu-ilmu ortodoks.

Konsep Pemberdayaan: Solusi ataukah Biang Masalah Baru?
 
Semenjak neoklasik menunjukkan kegagalannya pada akhir dekade 1990-an, serentak arah pembangunan masyarakat tertuju pada konsep empowerment 'pemberdayaan'. Secara sederhana, konsep tersebut berupaya mewujudkan masyarakat yang mandiri dan mampu menentukan arah hidupnya sendiri tanpa tekanan pihak manapun—terutama pemerintah. “Mandiri” di sini dalam artian tak mengalami ketergantungan pada sektor formal atau “pemodal”, melainkan dilatih untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan secara otonom—dukungan lebih diberikan pada tumbuh-kembangnya sektor informal. Sedang, “mampu menentukan arah hidupnya sendiri” sebagaimana dimaksudkan di sini adalah bebas dari penindasan berikut intimidasi yang bersifat fisik maupun simbolis layaknya yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru.
 
Secara ringkas, konsep pemberdayaan berpijak pada pemahaman bottom-up (bawah ke atas), yakni penguatan aras lokal (agensi) guna mempengaruhi proses maupun bentuk-bentuk kebijakan pemerintah (struktur) atas pembangunan. Dengan demikian, hal tersebut menunjukkan kian lebarnya kran partisipasi rakyat dalam ranah politik dan pengambilan kebijakan. Satu hal yang perlu dicatat lagi kiranya, mekanisme bottom-up yang dibawa konsep pemberdayaan faktual merupakan oposisi biner skema trickle down effect yang bersifat top-down (atas ke bawah).

Namun demikian, semenjak awal diperkenalkannya konsep pemberdayaan pasca kejatuhan neoklasik, hingga kini konsep terkait belum juga menunjukkan signifikasi transformasi masyarakat ke arah yang dicita-citakannya. Skema pemberdayaan berupa pinjaman lunak guna menciptakan berikut meningkatkan kapasitas produksi untuk memperoleh income berlebih dan mengembalikan capital loan 'pinjaman modal', tak dapat dipungkiri masih pula berada pada tataran “awang-awang”. Apabila ditemui stagnasi dalam salah satu rangkaian skema di atas, alih-alih konsep pemberdayaan menjadi dewa penolong masyarakat, ia justru dapat berbalik menjadi “perangkap kemiskinan gaya baru”.
 
Kesimpulan dan Penutup
 
Melalui berbagai paparan dan uraian singkat di atas, kiranya dapatlah ditelisik lebih jauh bahwa konsep pembangunan ekonomi dan politik cetusan A.F.K Organzky serta W.W Rostow menemui “in-relevansi-nya” dalam menjelaskan berbagai tahapan pembangunan masyarakat negara dunia ketiga di era kontemporer, khususnya Indonesia. Hal tersebut tampak melalui mandegnya progresifitas pembangunan berbagai negara dunia ketiga pada ranah “politik kesejahteraan” dan “menuju kedewasaan”, malahan stagnasi pada tahapan akhir syarat ditebus dengan harga yang sangat mahal, yakni restrukturasi fundamen ekonomi yang tentunya memakan waktu tak sedikit.

Terkait kegagalan konsep pembangunan di atas, Paul Ormerod menyebutnya sebagai “ilmu ekonomi ortodoks”, dan sekali lagi mengingatkan kewaspadaan kita akan buaian dan berbagai janjinya yang jelas-jelas belum ditemui kepastian dan kebenarannya di kemudian hari. Di sisi lain, konsep pemberdayaan dengan mekanisme bottom-up yang hadir sebagai alternatif baru pasca kegagalan neoklasik, faktual belum juga menunjukkan hasil yang signifikan bagi pembangunan masyarakat ke arah yang lebih baik dewasa ini, alih-alih jika keliru, justru menjadi bumerang bagi masyarakat itu sendiri.

Dengan demikian, “pengujian lebih” sudah sepatutnya dilakukan terhadap konsep pemberdayaan sebagai alternatif solusi baru pembangunan masyarakat pasca kegagalan neoklasik. Hal tersebut bukannya tanpa alasan sama sekali, melainkan guna menghindarkan dari kesalahan yang sama sebagaimana terjadi pada masa lampau. Di satu sisi, pengkajian berikut penelaahan seksama atas berbagai konsep pembangunan ekonomi dan politik masyakat syarat ajeg dilakukan guna merevisi maupun menyiapkan landas-dasar baru pembangunan masyarakat di masa kini dan mendatang.


Referensi
Buku

Adi, M. Ramdhan. 2005. Globalisasi Skenario Mutakhir Kapitalisme. Bogor: Al-Azhar Press.
Baldwin, Robert E. 1986. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Berkembang. Jakarta: Bina Aksara.
Baswir, Revrisond. 2002. Pembangunan Tanpa Perasaan. Jakarta: Elsam.
Booth, Anne & Mc Cawley, Peter (ed). 1986. Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES.
Clements, Kevin P. 1997. Teori-Teori Pembangunan Dari Kiri ke Kanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djojohadikusumo, Soemitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: LP3ES.
Haricahyono, Cheppy. 1986. Ilmu Politik dan Perspektifnya. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Marbun, B.N. 2007. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Ormerod, Paul. 1998. Matinya Ilmu Ekonomi Jilid 1: Dari Krisis ke Krisis. Jakarta: Kepustakaan Gramedia Populer.
Schoorl, J.W. 1981. Modernisasi. Jakarta: Gramedia.
Smith, David & Evans, Phil. 2004. Das Kapital Untuk Pemula. Yogyakarta: Resist Book.

Internet
Anonim, Korupsi Dalam Dimensi Sejarah Indonesia, http://thamrin.wordpress.com/2006/07/14/korupsi-dalam-dimensi-sejarah-indonesia-bagian-ketiga/
Dirgo D. Purbo, Efisiensi Energi, http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1104525079&7

[1] Soemitro Djojohadikusumo, Perkembangan Pemikiran Ekonomi : Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1994, h. 7-8.
[2] David Smith-Phil Evans, Das Kapital Untuk Pemula, Resist Book, Yogyakarta, 2004, h. 34.
[3] B.N Marbun, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2007, h. 396-397 & Cheppy Haricahyono, Ilmu Politik dan Perspektifnya, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1986, h. 6.
[4] J.W Schoorl, Modernisasi, Gramedia, Jakarta, 1981, h. 138.
[5] Robert E. Baldwin, Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara Berkembang, Bina Aksara, Jakarta, 1986, h. 106 & Materi Kuliah “Teori-teori Pembangunan” Strata 1, Jurusan Ilmu Sosiatri, Fisipol-UGM, 2008.
[6] Robert E. Baldwin, op. cit., h. 107-108 & Materi Kuliah “Teori-teori Pembangunan”, loc. Cit.
[7] Revrisond Baswir, Pembangunan Tanpa Perasaan, Elsam, Jakarta, 2002, h. 26.
[8] Kevin P. Clements, Teori-Teori Pembangunan Dari Kiri ke Kanan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997, h. 38.
[9] Revrisond Baswir, loc. cit.
[10] Kevin P. Clements, op. cit., h. 22.
[11] Revrisond Baswir, op. cit., h. 27.
[12] Anne Booth-Peter Mc Cawley (ed), Ekonomi Orde Baru, LP3ES, Jakarta, 1986, h. 7.
[13] Dirgo D. Purbo, Efisiensi Energi, http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1104525079&7
[14] M. Ramdhan Adi, Globalisasi Skenario Mutakhir Kapitalisme, Al-Azhar Press, Bogor, 2005, h. 70.
[15] Revrisond Baswir, op. cit., h. 25-30.
[16] Anonim, Korupsi Dalam Dimensi Sejarah Indonesia, http://thamrin.wordpress.com/2006/07/14/korupsi-dalam-dimensi-sejarah-indonesia-bagian-ketiga/ [17] Paul Ormerod, Matinya Ilmu Ekonomi Jilid 1: Dari Krisis ke Krisis, Kepustakaan Gramedia Populer, 1998, h. 107-116.
 http://kolomsosiologi.blogspot.com

makalah hukum dagang "Fidusia"

BAB I
PENDAHULUAN

 
A.  Latar Belakang
 
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi 
Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
 
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak.
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
 
B.  Rumusan Masalah
Adapun yang kami bahas dalam makalah kami yakni antara lain:
  1. Pengertian fidusia dan jaminan fidusia
  2. Perbedaan Antara Gadai Dan Fidusia
  3. Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
  4. Undang-Undang Jaminan Fidusia.
  5. Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia.
  6. Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia

BAB II
PEMBAHASAN

 
A.  Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia
 
1.    Latar Belakang Terjadinya jaminan Fidusia.
 
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak.
 
2.    Pengertian Fidusia
 
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership.
Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang.
 
Menurut Undang-undang nomor 42 Tahun 1999, pengertian  Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda  yang hak kepemilikannya dialihkan 
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
 
Pengertian FIDUSIA pasal 1 ayat 1 fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.”
 
Dr. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah: “Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan uant debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur- eigenaar” (A. Hamzah dan Senjun Manulang, 1987).
 
3.    Pengertian jaminan Fidusia.
 
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan  benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagai mana dimaksud  dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan  Pemberi Fidusia (debitor), sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan  kepada Penerima Fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.  Tetapi untuk  menjamin kepastian hukum bagi  kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia

B.     Perbedaan Antara Gadai dan Fidusia
 
1 Ditinjau Dari Segi Pengertian
 
Gadai adalah suatu hak yang diperolehkreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang),atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya,dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
 
2. dari segi sumber hukumnya
 
Gadai: Pasal 1150 s.d. Pasal 1160 Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Jaminan Fidusia: (1). Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; (2). Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
 
3. Dari Segi Unsur-unsurnya
 
Gadai:
  1. gadai diberikan hanya atas benda bergerak;
  2. jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (Debitor), adanya penyerahan benda gadai secara fisik (lavering);
  3. gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference);
  4. gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.

Fidusia:
  1. fidusia diberikan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek;
  2. fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur tidak menyerahkan benda jaminan secara fisik kepada kreditur tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada kreditur);
  3. fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan;
  4. fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.
  5. Dan masih banyak lagi perbedaan antara gadai dan jaminan fidusia yang ditinjau dari berbagai aspek.

C.    Sifat-sifat dari Jaminan Fidusia
 
Adapun yang menjadi sifat dari jaminan fidusia antara lain:
  1. Jaminan Fidusia memiliki sifat accessoir.
  2. Jaminan Fidusia memberikan Hak Preferent (hak untuk didahulukan).
  3. Jaminan Fidusia memiliki sifat droit de suite.
  4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang sudah ada atau yang akan ada.
  5. Jaminan Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial.
  6. Jaminan Fidusia mempunya sifat spesialitas dan publisitas.
  7. Objek jaminan fidusia berupa benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, serta benda yang diperoleh dikemudian hari.

D.    Undang-Undang Jaminan Fidusia.
 
Jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
 
Terkait dengan ketentuan di atas, maka berikut penjelasan mengenai proses pembebanan fidusia serta hal-hal yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, dan berikut penjelasannya:

1)    Proses atau tahapan pembebanan fidusia adalah sebagai berikut:
  • Proses pertama, dengan membuat perjanjian pokok berupa perjanjian kredit;
  • Proses kedua, pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia (AJF), yang didalamnya memuat hari, tanggal, waktu pembuatan, identitas para pihak, data perjanjian pokok fidusia, uraian objek fidusia, nilai penjaminan serta nilai objek jaminan fidusia;
  • Proses ketiga, adalah pendaftaran AJF di kantor pendaftaran fidusia, yang kemudian akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada kreditur sebagai penerima fidusia;
2)    Adapun Jaminan fidusia hapus disebabkan hal-hal sebagai berikut:
  • Karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
  • Karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;
  • Karena musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Terkait penjelasan tersebut di atas dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia disebutkan pula, bahwa undang-undang ini menganut larangan milik beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, adalah batal demi hukum.
 

E.  Akibat Hukum dari Jaminan Fidusia.
 
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan  dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitor dan sebagian milik kreditor.
 
Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana,  eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan.
 
Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi  melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.
 
Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat  terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.
 
F. Proses Eksekusi dari Jaminan Fidusia
 
Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh  pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan.
Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya.   Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia.  Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.
 
BAB III
PENUTUP

 
A.  Kesimpulan
 
Dari pembahasan singkat diatas maka dapat ditarik kesimpulan mengenai hal-hal yang urgen mengenai jaminan fidusia. Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jaminan fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.  Berbeda dengan jaminan fidusia yakni Gadai adalah suatu hak yang diperolehkreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang),atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya,dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
 
B. Saran
 
Semoga dengan adanya pembahasan makalah kami dapat menjadi masukan dan sumber pengetahuan bagi semua orang dan semoga bermanfaat. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa, oleh sebab itu kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sangat harapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terutama dari dosen yang bersangkutan, agar kedepannya dapat membuat yang lebih baik.
 
DAFTAR PUSTAKA
  • http://www.aktaonline.com/main/index.php?option=com_content&view=article&id=80:secara-ringkas-mengenai-fidusia&catid=40:all-manufacturers&Itemid=27
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia
  • http://pumkienz.multiply.com/reviews/item/5
  • http://www.tanyahukum.com/perjanjian/20/proses-pembebanan-dan-penghapusan-jaminan-fidusia/
  • http://s2.hukum.univpancasila.ac.id/attachments

Pengertian Pendidikan Olahraga


Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Pendidikan olahraga dibagi menjadi 3 yaitu:

Olahraga pendidikan
adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.

Olahraga rekreasi
adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan.

Olahraga prestasi
adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. selain itu dalam pengembangan olahraga perlu dilakukan sebuah pendekatan keilmuan yang menyeluruh dengan jalan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaedah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk peningkatan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru bagi kegiatan keolahragaan.
 

Jadi menurut saya pendidikan olahraga adalah pendidikan yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan untuk mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia yang sportif, jujur, dan sehat.
 
TUJUAN PENDIDIKAN OLAHRAGA
 
Pendidikan olahraga bertujuan untuk melahirkan sosok warga yang sportif, jujur, sehat. Bukan untuk melahirkan sosok warga yang bringas, sadis, brutal. Juga bukan untuk menciptakan sarana bisnis bagi spekulan, pejudi. Para pelatih asing hanya sebatas untuk melatih, membina pelatih nasional. Dalam olahraga sepakbola misalnya dipercayai bila ke dalam tim kesebelasannya dipasangkan satu dua pemain sepakbola asing, maka tim kesebelasannya itu akan memiliki kwalitas (harga tawar) bermain yang tinggi. Pemakaian pemain asing di dalam persepakbolaan ini, merupakan penyimpangan dari tujuan pendidikan olahraga. Sepakbola, sports seharusnya (Das Sollen) mendidik kita bersikap sportif, dekomratis, jauh dari aksi kekerasan, tawuran, kerusuhan, keresahan, jauh dari aksi premanisme, jauh dari judi dan politik uang (written by sicumpaz@gmail.com)
 
Jadi tujuan pendidikan olahraga untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia. Dan untuk melahirkan sosok warga yang sportif, jujur, sehat. Bukan sosok warga yang bringas, sadis, dan brutal.

Sumber: tifani-cihuy.blogspot.com

Perbedaan Jurusan Akuntansi dan Manajemen

Di accounting umumnya kita belajar pembukuan keuangan perusahaan, dan segala sesuatu yang berususan dengan keuangan sebuah perusahaan.

Namun seiring waktu, kebanyakan perusahaan mengurus keuangan dengan komputer untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan data yang akurat dan lebih cepat. Karena itu, di accounting era sekarang kita mempelajari accounting dengan menggunakan komputer, dan untuk membuat sebuah fakultas lebih laku dijual ke calon mahasiswa/i, banyak jurusan accounting menyodorkan mata-kuliah komputer, manajemen, hukum, dan bahasa.

 
Selain itu juga, accounting bukan hanya belajar tentang pembukuan saja, kita juga diajarkan tentang perilaku akuntansi seperti bagaimana perilaku dalam menyusun anggaran, perilaku biaya,dan perilaku-perilaku dalam metode akuntansi yang lainnya meskipun ujung-ujungnya tetap ke pembukuan.cuma di era sekarang ini tugas pembukuan, dll sudah diganti sama komputer.

Bagi yang ingin suatu hari menjadi seorang manager atau pemilik perusahaan, mereka mengambil jurusan manajemen, dimana mereka pada umumnya belajar mengurus (to manage) sebuah perusahaan. Dimulai dari prinsip manajerial, perusahaan, dll, kita belajar semuanya yang berkenaan dengan perusahaan; perusahaannya sendiri, produk, servis, hukum, karyawan/tenaga-kerja, termasuk juga akuntasi, termasuk juga bagaimana mengatasi perusahaan yang hampir gagal atau saingan.

Benar, di manajemen ada juga belajar akuntansi, namun tidak sedalam yang belajar di department/faculty of accounting langsung. Accounting yang dipelajari di manajemen adalah dasar2nya, dan accounting yang perlu diketahui layaknya seorang manager.

Tapi, bisa saja lulusan accounting tapi jadi manager perusahaan. Karena, masalah manajemen sebuah perusahaan lebih memerlukan pengalaman kerja dan ketelitian, bukan teori atau nilai akademik yang tinggi.

Mungkin masih banyak beberapa pengertian yang menjelaskan perbedaan antara Akuntansi dan Manajemen, kalo jawaban ini belum memuaskan, rekan - rekan bisa mencari referensi lain yang mungkin lebih mantap lagi.

Yang pasti, di kami tidak ada perbedaan antara Akuntansi dan Manajemen karena tetap satu "Fakultas Ekonomi".
 
Sumber: kbmfekonunigal.blogspot.com

Tujuh Pelajaran Penting dalam Bisnis Anda

Dalam suatu bisnis adalah hal biasa jika memperoleh kerugian dalam  operasi bisnisnya, namun manajemen harus bisa menarik pembelajaran dari setiap kerugian yang terjadi. Tanpa proses pembelajaran dari setiap kerugian yang terjadi, perusahaan akan mengulangi kesalahan yang sama. Kegagalan atau kerugian dalam setiap kasus bisnis bersifat unik, ada yang terungkap dalam beberapa hari saja, namun ada pula yang berlangsung dalam jangka panjang yang bisa membuat perusahaan bangkrut.

Dari berbagai kasus, kita dapat menarik tema yang sama dari kasus tersebut, yang dibagi dalam tujuh pelajaran penting. Adapun ketujuh hal yang perlu dilakukan  yaitu:
  1. Kenali bisnis anda
  2. Kembangkan sistem checks and balances
  3. Tetapkan limit dan ruang lingkup
  4. Fokus pada kas anda
  5. Gunakan ukuran yang tepat
  6. Berikan kompensasi sesuai kinerja yang anda kehendaki
  7. Ciptakan keseimbangan yin dan yang.

Pelajaran 1: Kenali Bisnis Anda

Kenali bisnis anda bukan hanya penting untuk manajemen yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengambil keputusan bisnis, namun juga penting untuk  seluruh karyawan. Mengapa? Karena karyawan perlu mengetahui bagaimana akuntabilitas mereka bisa berdampak akan kemajuan bisnis perusahaan, dan bagaimana fungsi dan tanggung jawab mereka dengan pihak-pihak lainnya di dalam organisasi.

Kegagalan mengenali bisnis ini merupakan faktor penting dalam bencana yang dialami Kidder, Peabody. Pimpinan penegakan hukum SEC (Securities and Exchange Commision) Gary Lynch melaporkan bahwa para penyelia tidak pernah memahami aktivitas transaksi  harian dan sumber keuntungan yang dibuatnya, sementara para auditor GE Capital benar-benar kurang memahami tentang perdagangan obligasi pemerintah. Secara tajam, laporan Lynch dengan tajam menyoroti kegagalan manajemen untuk mengawasi, memahami, memantau aktivitas di meja perdagangan.

Kita juga pernah melihat bagaimana Pimpinan tak mengenali apa yang  kemungkinan dapat dilakukan oleh bawahannya sehari-hari. Seorang Pimpinan, tidak bisa hanya sekedar mendelegasikan wewenang, dan hanya mengontrol dari jarak jauh, namun sewaktu-waktu seorang Pimpinan harus memahami dan mengetahui risiko yang mungkin terjadi pada pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. Dalam proses ini, melakukan cuti wajib atau mutasi perlu dilakukan, untuk memberikan “jeda”, serta bisa melihat pekerjaan yang telah dilakukan oleh orang sebelumnya. Banyak kejadian, permasalahan baru diketahui, setelah orang yang bersangkutan di mutasikan ke tempat lain. Bagi orang yang baru dipindahkan ke tempat baru, pertama-tama adalah mempelajari dulu sistim prosedur di tempat baru, proses bisnis yang dilakukan oleh bawahan di tempat yang baru, melihat apakah semua telah berjalan normal dan sesuai aturan yang ditetapkan. Hal ini dilakukan, karena orang yang baru menggantikan tak ingin kena getahnya, karena kesalahan orang yang digantikan terdahulu.

Pelajaran 2: Kembangkan sistem checks dan balance

Sistem checks and balance, mencegah individu atau kelompok tertentu memiliki wewenang berlebihan dalam mengambil risiko atas nama organisasi. Langkah ini juga merupakan upaya diversifikasi portofolio orang and proses. Sistem checks and balance, bersama-sama dengan pemisahan tugas utama, bukan hanya menjaga terjadinya kesalahan oleh manusia,  proses dan sistem, namun sangat penting untuk tercapainya manajemen yang sehat. Kehancuran Barings Bank dapat menjadi contoh dari prinsip ini. Fungsi perdagangan maupun akuntansi di cabang Barings BankSingapura bertanggung jawab pada Nick Leeson, yang memungkinkan menyembunyikan kerugian menumpuk selama setahun.

Fungsi checks and balance ini, kadang dikenal juga dengan istilah built in control. Ada pemisahan antara maker, checker dan signer. Andaikata kekurangan karyawan, maka minimal harus ada dua pihak independen. Hal ini berlaku pula untuk pemisahan antara policy  (pembuat kebijakan), proses analisis (yang mengeksekusi), serta administrasi. Tanpa checks and balance, perusahaan akan kesulitan mendeteksi terjadinya risiko sejak dini, dan atas kesalahan siapa.

Pelajaran 3: Tetapkan Limit dan Ruang Lingkup

Bila strategi bisnis dan perencanaan produk memberikan “arah yang hendak dituju”, maka limit dan ruang lingkup memberikan tanda “kapan harus berhenti.” Limit risiko untuk kredit, antara lain risk adjusted limits oleh pihak ketiga, risk grade, industri dan Negara. Untuk risiko oprasional, batas risiko yang mencakup, antara lain: standar kualitas minimum untuk operasi, sistem, atau proses. Limit tersebut tidak hanya pada risiko finansial dan operasional, namun juga untuk mengendalikan risiko bisnis, misalnya standar untuk praktek penjualan dan keterbukaan produk. Ruang lingkup juga perlu dikembangkan untuk mengendalikan risiko organisasional, seperti kebijakan pengangkatan karyawan dalam hubungannya dengan pemeriksaan latar belakang calon karyawan, atau kebijakan pengakhiran hubungan kerja jika seorang karyawan melanggar kebijakan perusahaan. Tanpa batas dan ruang lingkup yang jelas, manajemen sebuah perusahaan yang sedang bertumbuh dengan cepat dapat disamakan dengan pengemudi tanpa rem.

Pendelegasian wewenang memang perlu, namun Pemberi delegasi tetap bertanggung jawab atas sebagian wewenang yang diberikan. Limit diperlukan untuk menetapkan standar, untuk menetapkan batas risiko yang dapat diserap. Pada berita akhir-akhir ini, kita bisa melihat, bahwa penanganan SDM sebuah perusahaan sangat unik. kita bisa melihat bagaimana ASTRA, walau ditinggal Pemimpinnya secara mendadak tetap berjalan. Di satu sisi ada perusahaan yang menanggung risiko karena pemberian limit yang berlebihan pada salah satu manager. Walau seorang manager dianggap handal dan berkualitas, tetap ada batas risiko yang bisa diserap oleh perusahaan.

Pelajaran 4: Fokus pada Kas Anda

Seorang perampok terkenal pernah ditanya, mengapa dia merampok Bank. Jawabannya, “karena disana ada uang.” Jawaban sederhana ini mengandung pelajaran penting bagi seluruh institusi keuangan maupun bagian keuangan peruahaan. Kejahatan, baik fraud (penipuan), penyalahgunaan, atau pencurian, mengikuti kas. Kesalahan perdagangan dan operasional perusahaan akan terasa akibatnya bila membawa dampak terhadap kas. Oleh karena itu,  penting untuk memastikan bahwa terdapat mekanisme pengelolaan posisi dan arus kas yang memadai di perusahaan mencakup mekanisme pengendalian, berupa otorisasi pengajuan, persetujuan, dan pelaksanaan transfer: proses internal untuk mengukur, memantau, merekonsiliasi, dan mencatat/mendokumentasi transaksi kas.

Teknologi baru seperti e-commerce, electronic banking dan smart cardsmenghadapkan institusi keuangan pada tantangan baru. Manajemen keuangan dan kas yang tidak memadai membuka peluang untuk tindakan curang yang tidak terlacak, serta menjadi wilayah “buta” untuk kesalahan perdagangan operasional. Selang waktu panjang antara laba yang dilaporkan dan arus kas aktual harus menjadi perhatian pada perusahaan apapun.

Mengutip seorang analis, “Cash is king. Accounting is opinion.” Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah cash flow, benar-benar aliran kas keluar masuk. Jika pada neraca dan rugi laba terlihat bagus, namun yang perlu dilihat adalah aliran kas riil, karena kas adalah darah perusahaan.

Pelajaran 5: Gunakan ukuran yang tepat

Ukuran kesuksesan yang digunakan oleh perusahaan untuk melacak kinerja individual dan kelompok merupakan pendorong  utama perilaku, dan juga pendorong utama risiko. Perusahaan sering menetapkan target kinerja berdasarkan tingkat penjualan, pendapatan, dan laba.  Ada pula yang melakukan pendekatan dengan balance scorecard, melengkapi ukuran finansial dengan ukuran kinerja yang terkait dengan kualitas, kepuasan pelanggan, dan proses internal lainnya. Jika manajemen ingin mendapatkan hasil yang tepat (perspektif risiko yang tepat), penting agar ukuran-ukuran risiko dimasukkan ke dalam berbagai proses yang menghasilkan laporan manajemen pengukuran kinerja. Serangkaian risiko yang terintegrasi dapat membantu manajemen dengan informasi yang tepat waktu, mengenai berbagai jenis risiko yang dihadapi perusahaan, termasuk indikator-indikator risiko aktual dan peringatan dini.

Penggunaan ukuran yang tidak tepat merupakan salah satu faktor yang membawaBausch & Lomb (perusahaan kacamata dan contact lens) kedalam kesulitan. Pemusatan perhatian pada target pendapatan, ditambah amosfir yang amat sangat menuntut, menghasilkan perilaku yang membawa dampak yang tidak diinginkan di berbagai tingkatan, dari ketidakpuasan pelanggan hingga harga saham.

Berbagai bencana yang menimpa perusahaan secara mendasar disebabkan oleh keinginan untuk sukses yang terlalu besar. Perusahaan yang menekankan pertumbuhan dengan segala cara (at all costs), membawa dampak pada berbagai kerugian pada perusahaan. Perusahaan lain secara regular menetapkan target pertumbuhan 15-20 persen setahun. Perusahaan ini hendaknya bertanya pada diri mereka sendiri, apakah target ini realistis bila perekonomian secara umum hanya tumbuh sekitar 3-4 persen? Tekanan seperti apa yang yang ditimbulkan target ini terhadap unit bisnis? Bagaimana sikap perilaku karyawan bila sasaran penjualan dan pendapatan yang agresif tidak diimbangi dengan sistem pengendalian dan ukuran risiko yang memadai?

Pelajaran 6: Berikan kompensasi sesuai dengan kinerja yang anda kehendaki

Sisi lain pengukuran kinerja adalah wacana mengenai kompensasi dan insentif. Organisasi perlu merancang dengan cermat bagaimana merencanakan dan menerapkan kompensasi dan insentif, apakah kompensasi dan insentif mempertegas perilaku dan kinerja yang diharapkan. Kombinasi pengukuran kinerja dan kompensasi  insentif merupakan salah satu pendorong untuk perubahan perilaku dan organisasi, yang dapat mendukung tercapainya berbagai sasaran manajemen risiko atau sebaliknya.

Perusahaan perlu mengantisipasi dan memperhatikan dengan cermat, berbagai sinyal yang dikirimkan sistem pengukuran kinerja dan kompensasi insentif, untuk memastikan bahwa sistem tersebut konsisten dengan sasaran-saran bisnis dan manajemen risiko perusahaan. Seorang Profesor di UCLA pernah mengatakan, “Jika anda berada di suatu perusahaan dan melihat orang-orang pintar tengah melakukan hal-hal bodoh, 9 kali dari 10 kejadian, karena mereka dibayar untuk melakukan hal tersebut.” Struktur insentif yang tidak tepat merupakan akar permsalahan terkait dengan kurang kemandirian riset saham, sebagai contoh, analis saham merekomendasi suatu saham kepada nasabah, tetapi mereka sendiri secara pribadi melepaskan saham tersebut.

Pemberian target yang menantang, namun bisa dicapai, perlu penelitian dan perhitungan yang tepat. Pemberian target yang terlalu tinggi juga membahayakan, karena bawahan akan melakukan pada bidang-bidang yang kemungkinan berisiko tinggi, agar target tercapai. Tak ada artinya target tercapai, namun satu atau dua tahun kemudian timbul masalah.

Pelajaran 7: Ciptakan keseimbangan Yin dan Yang

Fokus manajemen risiko saat ini adalah pengembangan infrastruktur: fungsi manajemen risiko yang independen dan komite-komite pengawas, penilaian risiko dan audit, kebijakan dan prosedur manajemen risiko, sistem dan model, pengukuran dan pelaporan, limit risiko serta proses pengecualian (exception). Semua ini membentuk sisi keras atau hard side (yin) manajemen risiko. Setara dengan itu, perusahaan perlu memberikan perhatian pada sisi lunak atau soft side (yang) manajemen risiko.

Sisi lunak manajemen risiko, mencakup:
  • Pemberian contoh dan pengembangan kesadaran melaui demonstrasi komitmen manajemen senior.
  • Penetapan prinsip yang akan memadukan budaya dan nilai-nilai risiko perusahaan.
  • Memfasilitasi komunikasi terbuka dalam membahas wacana seputar risiko, eskalasi eksposur, dan berbagi pengalaman serta praktik terbaik.
  • Penyediaan program pelatihan dan pengembangan
  • Penegasan perilaku dan hasil yang diinginkan dengan pengukuran kinerja dan insentif.

Soft side  fokus pada orang, keahlian, budaya, nilai dan insentif. Dalam banyak hal, komponen soft side merupakan pendorong (drivers) utama kegiatan pengambilan risiko, sementara komponen hard side sebagai faktor yang memungkinkan (enablers), yang mendukung aktivitas manajemen risiko. “Tidak ada hasil tanpa risiko, tetapi risiko hendaknya diambil tidak secara serampangan atau acak.” Itu berarti Yin dan Yang dalam manajemen risiko diperlukan, para managerhendaknya mengambil pendekatan yang seimbang dalam mengelola risiko di perusahaan.
 
Sumber: mohariefmasulili.blogspot.com

Manajemen Bisnis – Prinsip dan Standarisasi Manajemen Perusahaan


Management Bisnis
Bisnis merupakan kegiatan dalam menjual produk atau jasa agar memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Bisnis merupakan kegiatan beresiko memberikan kerugian baik dari segi material atau non-material. Namun bila berhasil maka akan memberikan keuntungan dan kesejahteraan bagi pemiliknya. Agar terhindar dari resiko bisnis maka bisnis harus dijalankan dengan tepat dengan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang serius dan mantap. Bisnis terdiri atas beberapa komponen penting yang saling mendukung dan melengkapi. Bila salah satu komponen gagal maka akan mengganggu komponen lain. Berikut adalah komponen-komponen bisnis tersebut:

Manajemen, yaitu bagian yang merencanakan, mengelola, dan menjalankan bisnis. Komponen ini bisa disebut sebagai backend yaitu komponen yang berada di belakang layar.
Kekuatan brand atau image, yaitu karisma, kekuatan emosional yang dimiliki oleh perusahaan dan merupakan pandangan/perasaan masyarakat terhadap perusahaan atau produk. Produk atau Layanan, komponen yang dijual atau ditawarkan kepada pasar. Komponen ini bisa disebut sebagai front end karena komponen ini berada didepan. Komponen inilah yang berhadapan dengan masyarakat.
Partner, yaitu pihak yang ikut membantu dalam menjalankan bisnis.
Pelanggan, yaitu pihak yang akan menerima tawaran atau membeli produk dan layanan yang ditawarkan.

 
Manajemen

Manajemen suatu perusahaan adalah nyawa dari suatu perusahaan. Manajemen yang menentukan pertumbuhan atau kebangkrutan suatu perusahaan. Dengan adanya suatu pengelolaan dan manajemen yang baik maka suatu perusahaan akan mampu bertahan dari segala tekanan, kendala, dan rintangan yang ada. Bahkan akan berkembang menjadi lebih besar dan lebih baik lagi. Dalam mengelola perusahaan maka ada prinsip dan standarisasi dimana hal-hal tersebut akan sangat membantu perkembangan perusahaan bila diterapkan dengan baik. Prisip dan standar ini bukanlah nilai mutlak dalam kesuksesan suatu perusahaan. Tidak selamanya suatu perusahaan yang telah melakukan segala sesuatunya dengan baik akan sukses. Terkadang ada beberapa kendala atau halangan yang tidak dapat dihindari contohnya tertipu rekan kerja atau tertimpa bencana serta kendala-kendala lainnya. Berikut adalah beberapa prinsip dan standarisasi yang diharapkan mampu mendukung kemajuan dan perkembangan suatu perusahaan:

 
Perancanaan yang Matang 
Sebelum suatu perusahaan berdiri maka biasanya modal merupakan kendala awal yang harus dipenuhi sebelum perusahaan berjalan. Tidak selamanya modal besar pasti memberikan keuntungan besar. Pengelolaan modal yang efektif dan efisien akan memberikan keuntungan yang maksimal. Untuk kita kita harus melakukan perhitungan modal dan biaya yang diperlukan untuk operasional perusahaan dalam jangka beberapa waktu ke depan. Kita harus mampu memberikan anggaran yang aman untuk operasional perusahaan dalam beberapa waktu kedepan. Jadi bukan mengamankan anggaran hanya untuk hari ini dan besok. Dengan adanya pengamanan anggaran dalam jangka panjang maka perusahaan akan mampu bertahan bila mengalami kendala atau bencana yang sifatnya mendadak dan tidak diperhitungkan sebelumnya.
 
Dengan melakukan perencanaan dan perancangan perusahaan secara matang maka perusahaan akan siap menghadapi berbagai kendala dan rintangan karena telah diperhitungkan sebelumnya. Misalnya dalam membuat suatu produk maka kita harus melakukan penelitian terlebih dahulu mengenai pasar, konsumen, produk pesaing, dan kendala-kendala yang mungkin akan muncul agar produk kita tepat sasaran dan tidak gugur bila terkena berbagai tekanan dan kendala yang muncul. Saat ini penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan bisnis mampu memudahkan dan mempercepat perencanaan perusahaan. Sistem yang digunakan disebut Enterprise Resource Planning(ERP) dimana sistem ini melakukan perencanaan dengan konsep Manajemen Operasional dengan suatu aplikasi yang terintegrasi. Beberapa kegiatan manajemen dapat terbantu dengan sistem ini seperti inventory management, financial management, reporting, manufacturing management, dan kegiatan lainnya.

  
Sumber Daya Manusia yang Berkualitas, Loyal, dan Sejahtera.
 
Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan kunci penggerak perusahaan. Dengan adanya SDM yang mampu menggerakkan perusahaan dengan baik maka suatu perusahaan akan mampu berkembang dan melakukan bisnisnya dengan efektif dan efisien. SDM yang berkualitas tidaklah cukup untuk menjalankan perusahaan dalam jangka panjang. Diperlukan loyalitas pegawai terhadap perusahaan tempat dimana dia bekerja. Dengan membangun hubungan emosional antara perusahaan dan pegawainya maka seorang pegawai akan berusaha semaksimal mungkin memberikan kontribusi terbaik buat perusahaan. Tanpa adanya hubungan emosional antara perusahaan dan pegawai maka pegawai hanya menjalankan kewajibannya tanpa memberikan seluruh kemampuannya untuk perusahaan. Bila kewajibannya telah dilakukan maka dia hanya akan berjalan ditempat tanpa memberikan inovasi, kreatifitas, dan ide cemerlang yang sebenarnya bisa dilakukan bila pegawai memiliki ikatan emosional yang membuat dia ingin ikut membangun dan mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik.
 
Sumber daya manusia yang berkualitas, dan loyal belum tentu dapat memberikan kontribusi terbaik yang dimilikinya. Manusia yang memiliki kebutuhan tentu akan berusaha agar dapat memenuhi segala kebutuhannya. Bila seorang pegawai merasa bahwa penghasilan yang dimilikinya tidak memenuhi kebutuhannya maka tentu dia akan berusaha untuk mencari jalan agar dapat memenuhi seluruh kebutuhannya. Bila hal ini terjadi maka pegawai mencari kerja sampingan yang akan menyita waktu, pikiran, dan tenaganya sehingga ia tidak dapat memberikan kemampuannya secara maksimal pada perusahaan. Mengapa terkadang beberapa perusahaan melakukan meeting, atau penyusunan anggaran di hotel padahal kantor mereka memiliki fasilitas yang sama dengan hotel? Mungkin buat sebagian orang hal ini adalah pemborosan, tapi dampak baiknya adalah para peserta meeting atau rapat akan lebih berkosentrasi dan memberikan pemikiran mereka secara maksimal tanpa terganggu oleh masalah lainnya seperti macet di perjalanan ke kantor, permasalahan di rumah, dan kendala-kendala di luar perusahaan. Dengan adanya dukungan dari perusahaan agar pegawai tidak dipusingkan oleh hal-hal lain diluar perusahaan maka pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi maksimal buat perkembangan perusahaan.
 
 
Manager yang Terbuka, Tegas, dan Demokrat
 
Kepemimpinan seorang manager merupakan penunjuk jalan yang benar bagi perusahaan. Mereka adalah nakhoda kapal yang akan menentukan apakah perusahaan akan mencapai tujuan atau tidak. Jiwa kepemimpinan yang berwibawa harus dimiliki oleh seorang manager perusahaan, namun dengan wibawa bukan berarti bersikap tertutup terhadap pegawainya. Justru sikap terbuka seorang pemimpin yang mau menerima masukan dan saran dari bawahannya akan membantu seorang manager dalam memimpin perusahaan atau departement yang dibawahinya. Ketegasan dalam memimpin dan mengambil keputusan sangat diperlukan oleh seorang manager, karena di tangan mereka keputusan akan jalan yang ditempuh oleh perusahaan akan menentukan perkembangan dan operasional perusahaan. Manager juga harus dapat mempertanggung jawabkan keputusan mereka di depan direksi tidak melulu menyalahkan bawahan yang tidak becus melakukan perintahnya. Sebaiknya setiap pengambilan keputusan melibatkan banyak pihak, baik itu bawahan ataupun pihak lain yang terkait. Dengan adanya masukan dari yang lain maka manager dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang tepat dan memuaskan banyak pihak.
 
Hubungan antara manager dan bawahan juga harus baik dan terjaga. Sebisa mungkin ada hubungan 2 arah antara manager dan bawahan, bukan hubungan searah dimana manager terus-terusan memberi perintah kepada bawahan tanpa mau mendengar keluhan dan perasaan bawahannya. Bila ada hubungan harmonis seperti keluarga dalam suatu perusahaan maka akan tercipta team kerja yang solid dan kuat dalam menjalankan perusahaan.
     
 
Lingkungan Kerja yang Nyaman dan Mendukung
 
Seorang pekerja menghabiskan hampir setengah hidupnya dalam sehari berada di kantor. Sehingga kantor merupakan tempat kedua setelah rumah yang menjadi tempat terlama dimana pekerja berada. Untuk itu lingkungan kantor yang nyaman, kondusif, dan mendukung pekerjaan mutlak diperlukan. Lingkungan kerja bukan berarti hanya kantor saja, akan tetapi termasuk suasana kerja, dan hubungan antar pegawai perusahaan. Bila salah satu bagian dari lingkungan kerja tersebut ada yang membuat tidak nyaman seorang pekerja maka akan berdampak terhadap menurunnya kinerja dan kontribusi pegawai tersebut terhadap perusahaan.
 
Kantor adalah tempat bekerja dimana kenyamanan kantor bergantung pada kebersihan, kerapian, ketenangan, keindahan, suhu dan udara yang sesuai, serta tata letak furniture dan ruangan yang baik. Perangkat kerja yang mendukung juga perlu diperhatikan. Jangan memaksakan penghematan terhadap perangkat kantor yang dapat menghambat pekerja. Beberapa perusahaan terkadang mempertahankan komputer tua yang suka crash dengan alasan masih dapat dipakai padahal justru kelambatan dan tuanya perangkat membuat waktu bekerja dan terkadang menghambat pekerja pada saat perangkat tua tersebut rusak. Kantor yang nyaman akan membuat pegawai betah dan tidak terburu-buru ingin meninggalkan kantor sehingga pekerja lebih berkosentrasi dalam melakukan pekerjaannya. Suasana kekeluargaan di kantor perlu dibina agar pegawai merasa sebagai bagian dari perusahaan dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap perusahaan untuk menjaga nama baik perusahaan. Jangan sampai ada sifat iri, sinis, atau ada pertikaian antar pegawai karena akan mengganggu pekerjaan dan kinerja perusahaan.
 
Perlu diperhatikan juga bagaimana pegawai berangkat dan pulang dari kantor. Bila pegawai tinggal terlalu jauh dari kantor maka perlu dipikirkan bagaimana bila terkendala macet dan terlambat sampai dikantor. Ada baiknya perusahaan menyediakan jemputan karyawan karena selain membantu karyawan juga akan mengakrabkan karyawan karena ada waktu bercerita dalam perjalanan dari atau ke kantor.

 
Terbuka dan Selalu Belajar 
Perkembangan dunia bisnis begitu cepat. Begitu banyak bidang yang mendukung suatu bisnis misalnya bidang teknologi informasi. Begitu banyak perubahan yang terjadi diluar perusahaan, karena itu kita tidak boleh tertutup dan harus berusaha menerima perubahan yang ada. Dengan selalu mempelajari perubahan dan perkembangan maka suatu perusahaan akan dapat bersaing dengan perusahaan lain dan tidak tertinggal oleh tren dan perkembangan yang terus berjalan. Perusahaan harus mempelajari dan menerapkan berbagai perkembangan dan perubahan yang mampu memberikan manfaat yang efektif dan efisien bagi perusahaan. Dengan demikian maka perusahaan akan selalu dapat berkembang, dan berjalan seiring dengan perubahan dan perkembangan yang ada.

Manajemen Proses Bisnis 
Iklim kompetisi menuntut tidak saja barang dan jasa yang berkualitas tetapi juga kecepatan layanan disamping harga yang murah. Untuk dapat mencapai taraf kompetitif seperti ini, organisasi mau tidak mau harus inward looking dengan mengoptimalkan operasi bisnis di tiap lininya, memperbaiki dan menstabilkan kualitas dan reliabilitas sistem. Optimalisasi ini mencakup kelengkapan kendali proses, solusi jangka panjang yang berkelanjutan, minimalisasi tidak saja error tetapi juga limbah dan pengerjaan ulang, efisiensi waktu, dan penghapusan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah.

Siklus dari inisiatif perbaikan proses secara garis besar terbagi dalam tiga aktivitas utama, discovery and design, deploy and execute, dan monitor and control. Discovery dimulai dengan mengidentifikasi keperluan dari proses tersebut. Mulai dari pendorong, tata nilai, strategi, sampai hasil dari bisnis organisasi. Identifikasi ini akan mendukung “raison d’etre” dari proses tersebut. Selanjutnya identifikasi tadi diikuti oleh inventarisasi dari proses yang sudah berjalan baik itu proses utama maupun proses pendukung. Inventarisasi ini lebih bersifat memotret bagaimana alur kerjanya, berapa biaya yang diperlukan, siklus waktunya dan lain sebagainya. Selain itu perlu dipetakan, apakah suatu proses memberikan nilai tambah atau tidak.

Kategorisasi hasil value analysis ini bermanfaat untuk menentukan skala prioritas dalam perbaikan proses. Bahkan, bilamana perlu proses yang tidak memberi nilai tambah sejak tahap ini dapat segera dipangkas. Hanya saja perlu pertimbangan masak-masak sebelum memangkasnya. Tetapi juga tidak berarti harus berlama-lama membiarkan proses yang tidak mendatangkan nilai tambah ini semakin menjadi beban. Ibarat membiarkan barang yang sebetulnya tidak terpakai tapi dibuang sayang justru menjadikannya sampah yang membebani.

Hasil inventarisasi tadi ditindaklanjuti dengan menentukan siapa yang selanjutnya bertanggung jawab terhadap suatu proses (process ownership). Tanggung jawab pertama dari pemilik proses ini adalah membangun dan menanamkan kultur perbaikan berkelanjutan. Dengan semangat perbaikan berkelanjutan, sebagai standar parameter ditentukan indikator kinerja dari proses yang mencakup aspek waktu, biaya, dan kualitas. Kriteria dari standar ini dibuat jelas, terukur, dan dapat dijangkau. Sehingga berdasarkan standar tadi dapat dilakukan penilaian seberapa jauh kesenjangan kinerja dari proses yang selama ini berjalan. Root cause analysis dapat dilakukan untuk mendapatkan faktor apa saja yang menjadi pemicunya. Dengan diketahuinya faktor pemicu ini peluang bagi perbaikan dapat diidentifikasi, apakah itu melalui adopsi teknologi, perbaikan praktek manajemen, perbaikan alur kerja, atau yang lainnya.

Tahap selanjutnya adalah desain model baru yang mampu mengoptimalkan kinerja dari proses bisnis sesuai dengan karakteristik yang telah ditemukan. Belajar dari pengalaman pihak lain melalui benchmark dengan “best practices” dari industri terkait akan membantu keluar dari inward looking trap, mengurangi resiko dan biaya serta menjaga perusahaan tetap berada dalam rel menuju pemenangan kompetisi.

Sebelum diimplementasikan, model baru tersebut disimulasikan, sebagai eksperimen terhadap perubahan yang terjadi, seberapa sukses perbaikan desain ini berjalan. Simulasi ini secara operasional akan mereduksi resiko dengan mengantisipasi kekurangan dari model yang baru. Jika simulasi berhasil maka model tersebut dapat diimplementasikan sambil dimonitor dengan analisa dan pengontrolan terhadap hasilnya. Masih dalam semangat dan siklus perbaikan berkelanjutan.

Dalam setiap tahapan ini, sumber daya manusia memegang peranan sangat vital, baik dalam perannya sebagai Process Designer, Process Executor, maupun Process Manager. Dengan demikian pelatihan secara berkesinambungan dan dilaksanakan secara lintas sektoral sangat diperlukan untuk meningkatkan kompetensi mereka. Selain itu pemahaman mengenai persepsi karyawan menjadi menu wajib bagi perusahaan. Kebanggaan sebagai karyawan yang merasa ketrampilannya bernilai sebagai aset perusahaan haruslah mendapat perhatian yang proporsional. Kebanggaan dan perasaan berharga ini dapat meningkatkan engagement karyawan terhadap perusahaan dan dapat menjadi tali emosional yang sangat kuat untuk memacu motivasi internal. Membuatnya ’menikmati’ bekerja setiap hari dan merasakan bagaimana hasil kerjanya memberi nilai tambah bagi pelanggan. Jika seorang karyawan ’menikmati’ pekerjaannya tentu akan menumbuhkan kerelaan dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan sepenuh hati. Ketulusan dalam melayani pelanggan eksternal maupun internal akan meningkatkan kualitas layanan itu.

Tentu saja orientasi pelanggan ini tidak bisa dilupakan dalam manajemen proses bisnis, karena pelangganlah yang akan menentukan apakah nilai tambah dari perbaikan proses ini bermakna atau tidak. Pelanggan tidak mau tahu dengan proses, mereka hanya akan melihat keluarannya.