Dari sudut pandang Fiqih penentuan waktu shalat fardhu seperti dinyatakan di dalam kitab-kitab fiqih adalah sebagi berikut :
Waktu Subuh Waktunya diawali saat Fajar Shiddiq sampai matahari terbit (syuruk). Fajar Shiddiq ialah
terlihatnya cahaya putih yang melintang mengikut garis lintang ufuk di
sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer. Menjelang
pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya samar yang menjulang
tinggi (vertikal) di horizon Timur yang disebut Fajar Kidzib atau Fajar Semu yang
terjadi akibat pantulan cahaya matahari oleh debu partikel antar planet
yang terletak antara Bumi dan Matahari. Setelah cahaya ini muncul
beberapa menit kemudian cahaya ini hilang dan langit gelap kembali. Saat
berikutnya barulah muncul cahayamenyebar di cakrawala secara
horizontal, dan inilah dinamakan Fajar Shiddiq. Secara astronomis Subuh
dimulai saat kedudukan matahari ( s° ) sebesar 18° di bawah horizon
Timur atau disebut dengan “astronomical twilight” sampai sebelum
piringan atas matahari menyentuh horizon yang terlihat (ufuk Hakiki /
visible horizon). Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut
kriteria sudut s=20° dengan alasan kepekaan mata manusia lebih tinggi
saat pagi hari karena perubahan terjadi dari gelap ke terang.
Waktu Zuhur Disebut juga waktu Istiwa (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa juga dikenal dengan sebutan Tengah Hari (midday/noon).
Pada saat Istiwa, mengerjakan ibadah shalat (baik wajib maupun sunnah)
adalah haram. Waktu Zuhur tiba sesaat setelah Istiwa, yakni ketika
matahari telah condong ke arah Barat. Waktu tengah hari dapat dilihat
pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma
tertentu. Secara astronomis, waktu Zuhur dimulai ketika tepi piringan
matahari telah keluar dari garis zenith, yakni garis yang menghubungkan
antara pengamat dengan pusat letak matahari ketika berada di titik
tertinggi (Istiwa). Secara teoretis, antara Istiwa dengan masuknya
Zuhur ( z° ) membutuhkan waktu 2 menit, dan untuk faktor keamanan
biasanya pada jadwal shalat waktu Zuhur adalah 4 menit setelah Istiwa
terjadi atau z=1°.
Waktu Ashar Menurut Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara Madzab Imam Hanafi mendefinisikan waktu Ashar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang
benda itu sendiri. Waktu Ashar dapat dihitung dengan algoritma tertentu
yang menggunakan trigonometri tiga dimensi. Secara astronomis
ketinggian matahari saat awal waktu Ashar dapat bervariasi tergantung
posisi gerak tahunan matahari/gerak musim. Di Indonesia khususnya
Departemen Agama menganut kriteria waktu Ashar adalah saat panjang
bayangan = panjang benda + panjang bayangan saat istiwa. Dengan demikian
besarnya sudut tinggi matahari waktu Ashar ( a° ) bervariasi dari hari
ke hari.
Waktu Maghrib Diawali saat matahari terbenam di
ufuk sampai hilangnya cahaya merah di langit Barat.Secara astronomis
waktu maghrib dimulai saat seluruh piringan matahari masuk ke horizon
yang terlihat (ufuk Mar’i / visible horizon) sampai waktu Isya yaitu
saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat. Di
Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut i=18° di
bawah horison Barat.
Waktu ‘Isya Diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq)
di langit Barat, hingga terbitnya Fajar Shiddiq di Langit Timur. Secara
astronomis, waktu Isya merupakan kebalikan dari waktu Subuh yaitu
dimulai saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat
sampai sebelum posisi matahari sebesar s° di bawah horizon Timur.
Waktu Imsak Diawali 10 menit
sebelum Waktu Subuh dan berakhir saat Waktu Subuh. Ijtihad 10 menit
adalah perkiraan waktu saat Rasulullah membaca Al Qur’an sebanyak 50
ayat waktu itu. Untuk waktu Imsak ini saya kutipkan dari pelbagai
sumber, karena ada pergeseran interpretasi akan tujuan imsak diadakan.
Awal mula imsak diperkenalkan kepada masyarakat menurut saya sebagai
peringatan bahwa sebentar lagi waktu sahur akan habis. Artinya pada saat
imsak tersebut waktu sahur belum habis tetapi dihimbau untuk mengurangi
aktivitas makan dan minum karena khawatir kebablasan. Layaknya lampu
kuning pada traffic light, artinnya siap-siap sebentar lagi puasa
dimulai. Namun seiring waktu berjalan imsak ini terasimilasi kedalam
ranah payung hukum puasa dimana banyak yang memahami imsak sebagai waktu
awal dimulainya berpuasa.
Sampai saat ini masih banyak ditemukan orang yang berpegang teguh
kepada pendapat bahwa imsak itu merupakan awal dimulainya ibadah puasa.
Meraka akan menghindari makan dan minum setelah imsak meski waktu subuh
belum datang karena akan membatalkan puasa mereka.
Saya hanya mau menggaris bawahi bahwa masih banyak hal-hal yang
berkenaan dengan ibadah namum minim informasi sehingga sering kali
terjadi salah penafsiran di kalangan masyarakat, salah satunya imsak
ini. Oleh karena itu pihak terkait harus bisa lebih memberikan informasi
yang benar, akurat, dan lengkap ketika akan membuat dan mengeluarkan
suatu aturan yang berfungsi untuk menunjang aktivitas tertentu agar bisa
difahami sebagaimana mestinya.
menahan diri dari makan dan minum adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Qs. Al Baqarah: 187)
Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ
الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ
الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ
“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan
dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu
shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat (yaitu
shalat shubuh) dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar
yang muncul sebelum fajar shodiq, -pen).”(Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no.
8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang diharamkan untuk makan bagi orang
yang berpuasa” dan Ad Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur”
no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim mengeluarkan hadits ini dan
keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam Bulughul Marom)
Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” (HR.
Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan Muslim no.
1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya berpuasa adalah mulai
dari terbitnya fajar”). Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa
Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah
mengumandangkan adzan sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.”
Demi menjaga “keamanan” terhadap jadwal waktu shalat yang biasanya
diberlakukan untuk suatu kawasan tertentu, maka dalam hal ini setiap
awal waktu shalat menggunakan kaidah “ihtiyati” yaitu menambahkan
beberapa menit dari waktu yang sebenarnya. Besarnya ihtiyati ini
biasanya ditambahkan 2 menit di awal waktu shalat dan dikurangkan 2
menit sebelum akhir waktu shalat.
Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke Utara dan 23,5° ke Selatan
selama periode 1 tahun, waktu-waktu tersebut bergesar dari hari-kehari.
Akibatnya saat waktu shalat juga mengalami perubahan. oleh sebab itulah
jadwal waktu shalat disusun untuk kurun waktu selama 1 tahun dan dapat
dipergunakan lagi pada tahun berikutnya. Selain itu posisi atau letak
geografis serta ketinggian tempat juga mempengaruhi kondisi-kondisi
tersebut di atas.
Berdasarkan konsep waktu menggunakan posisi matahari secara
astronomis para ahli kini berusaha membuat rumus waktu shalat
berdasarkan letak geografis dan ketinggian suatu tempat di permukaan
bumi dalam bentuk sebuah program komputer yang dapat menghasilkan sebuah
tabulasi data secara akurat dalam sebuah “Jadwal Waktu Shalat”. Kini
software waktu shalat terus dibuat dan dikembangkan diantaranya:
Accurate Times, Athan Software, Prayer Times, Mawaqit, Shalat Time dsb.
serta software produksi BHR Departemen Agama yang disebarluaskan secara
nasional yaitu Winhisab. Program ini masih terlalu sederhana untuk kelas
Nasional dan saya yakin BHR bisa membuat yang lebih baik lagi.
Waktu Shalat Sunah
Tidak semua shalat sunah mempunyai waktu tertentu melainkan beberapa
shalat sunah sudah diatur waktunya. Waktu-waktunya adalah
mengikuti waktu shalat yang dianjarkan Nabi Muhammad s.a.w. Diantara
shalat sunahyang dilakukan mengikuti waktu tertentu adalah:
- Shalat Dhuha – dilakukan ketika waktu matahari baru naik (mengikut pandangan beberapa ulama, pada ketinggian segalah atau tujuh hasta) atau sekitar 3,5° ketinggian Matahari.
- Shalat Ied – dilakukan pada waktu pagi hari raya yang pertama bagi kedu jenis hari raya tersebut, umumnya dilakukan pada waktu Dhuha yaitu waktu matahari baru naik (mengikut pandangan sebagianulama, pada ketinggian segalah)
- Shalat Tarawih – dilakukan pada waktu Isya’ (umumnya dilakukan selepas Shalat Isya’ sebelum kemunculan waktu imsak)
- Shalat Sunat Gerhana – dilakukan pada waktu gerhana (matahari atau bulan) sedang terjadi.
- Shalat Sunat Rawatib – dilakukan sebelum dan selepas solat fardhu. Tidak semua solat mempunyai kedua-dua solat sunat.
Waktu Haram Shalat
Berikut adalah waktu yang diharamkan solat (sebagian ulama mengatakan berlaku bagi selain tanah haram):
- Waktu selepas shalat Subuh hingga terbit matahari.
- Waktu mulai terbit matahari (syuruk) hingga matahari berada di kedudukan pada kadar segalah (tujuh hasta).
- Waktu rambang (zawal, istiwa, rembah) atau waktu tengahari (matahari tegak) hingga gelincir matahari kecuali hari Jumaat.
- Waktu selepas shalat Asar hingga matahari kekuningan.
- Waktu matahari kekuningan hingga matahari terbenam.
Sumber : rukyatulhilal.org/waktu-shalat/index.html
Dengan beberapa tambahan yang perlu ditambahkan terutama tentang waktu Imsak
Dengan beberapa tambahan yang perlu ditambahkan terutama tentang waktu Imsak