Monday, December 15, 2014

TERJUN LANGSUNG KE DUNIA USAHA?


Di dalam milis wirausaha, kerap kita jumpai e-mail yang nadanya menghimbau seseorang untuk segera terjun ke dunia usaha. Kata-kata himbauannya kira-kira seperti ini: “Langsung aja mandi, gak usah kebanyakan mikir..”, atau “Langsung aja terjun, kalau terlalu banyak pertimbangan, ya gak akan pernah jadi…”, dst…dst..

E-mail seperti itu sudah sering muncul di berbagai milis internet. Namun demikian, kenyataan tetap memperlihatkan, bahwasanya pendamba kewirausahaan yang masih belum berani terjun total, jumlahnya cukup banyak. Ada yang masih bertahan dalam status sebagai pegawai orang lain, dan ada juga yang setelah sekian lama, masih saja dalam keadaan “bertanya-kanan-bertanya-kiri” tanpa tujuan yang jelas. Lho, kenapa begitu?

Saya sangat setuju dengan himbauan “langsung terjun” ini. Sebab benar, kalau terlalu banyak pertimbangan ini-itu, biasanya minat tinggallah minat, yang selamanya tidak kunjung menjadi kenyataan.

Namun demikian, saya merasa perlu memberikan tambahan kata-kata: “dengan catatan”. Catatan apa?

Catatan bahwa sebelum terjun, calon pengusaha seyogyanya sudah mempunyai sebuah “peta perjalanan” yang benar dan baik. “Benar” artinya sesuai dengan yang dibutuhkan, “baik” artinya dilengkapi data-data yang terpercaya. Ambil contoh, kalau kita ingin berlayar dari Jakarta menuju Sorong di Papua, maka harus ada peta yang akan menuntun kita melayari rute-rute pelayaran yang aman. Dengan peta yang sama kita juga akan dapat menentukan tempat-tempat di mana akan transit, seperti Surabaya, Makassar, Ambon untuk selanjutnya sampai di Sorong. Bayangkan kalau kita tidak mempunyai peta sama sekali, betapa besarnya risiko pelayaran tersebut?

Apa yang dimaksud dengan “peta perjalanan” dalam urusan memulai sebuah bisnis, tidak lain adalah sebuah rencana usaha, atau dalam istilah yang umum, disebut “Business Plan” (BP). Dengan BP inilah, seorang kandidat pengusaha akan dapat memantapkan kepercayaan dirinya, untuk tidak ragu-ragu terjun serius ke dalam bisnis. Sebab, ia akan tahu secara pasti apa sebenarnya tujuan usahanya (visi), sebagaimana dalam contoh di atas, seakan-akan pelayarannya telah ditetapkan menuju kota Sorong. Ia akan tahu pula, misi-misi apa sajakah yang harus dilakukan, yang digambarkan bagaimana perjalanannya akan melalui kota-kota Surabaya, Makassar dan Ambon untuk transit. Di samping itu, dengan BP, seorang pengusaha menjadi arif untuk tidak memasuki bidang-bidang yang berisiko bagi bisnisnya, sebagaimana kapalnya akan berlayar menjauhi tempat-tempat berbahaya yang penuh batu karang, alur badai dan lain sebagainya. Ia pun akan mengerti dari mana ia akan memperoleh dan mengelola sumber-sumber daya yang diperlukan, termasuk sumber daya keuangan, seperti halnya bagaimana ia akan mendapatkan bahan bakar saat memulai pelayaran, dan bagaimana pengisian selanjutnya di perjalanan.

Tidaklah cukup terjun ke dunia usaha yang maha luas -- yang luasnya bagaikan lautan tak bertepi -- hanya berbekal motivasi saja. Memang motivasi adalah modal dasar kita untuk melakukan segala sesuatu, karena tanpa motivasi orang akan loyo sebelum bertindak apa pun. Namun demikian, tanpa sebuah peta yang benar dan baik, kemungkinan terbesarnya kita akan menemui risiko yang bukan tidak mungkin akan berakibat fatal bagi bisnis, sekaligus masa depan kita. Tidak peduli seberapa besar pun motivasi yang kita miliki.

Stephen Covey mempunyai penggambaran yang menarik tentang motivasi ini. Ia mengandaikan, kalau seseorang ingin berkendara berkeliling di dalam kota Michigan, sedangkan orang itu tidak mempunyai peta kota tersebut, lalu malah meggunakan peta kota Detroit, maka semakin tinggi motivasinya, makin cepat pula ia akan tersesat.

Kita tidak akan menutup mata akan adanya beberapa orang tertentu yang dengan berani terjun ke dunia bisnis tanpa panduan apa pun pada awalnya, dan sukses! Akan tetapi, berapa banyak jumlah orang yang demikian? Terus terang saya tidak mempunya data yang akurat tentang hal tsb., tapi menurut pengamatan jumlahnya tidak akan banyak, 10% pun sudah terlalu banyak. Dari sejumlah kasus seperti itu, umumnya yang berperan adalah faktor keberuntungan, yang tentu saja tidak akan dapat menjadi acuan bagi kita.

Mungkin Anda pernah membaca tentang sejarah asal muasal nenek moyang bangsa Indonesia? Literatur mengatakan bahwa bangsa kita ini sebenarnya berasal dari sebuah daerah di Asia, yang waktu itu dinamakan India Belakang. Kalau tidak salah, letaknya kira-kira berdekatan dengan negeri Vietnam sekarang ini. Nah, waktu itu, disebabkan musim paceklik dan bencana alam, ditambah lagi dengan kezaliman penguasa, beribu-ribu penduduk melakukan eksodus, melarikan diri dengan kapal-kapal kayu mengarungi samudera maha luas untuk mengungsi. Mereka memutuskan pergi ke arah selatan dengan harapan akan menemukan sebuah negeri baru yang masih kosong untuk dapat mereka tinggali. Maka tanpa persiapan yang memadai, ribuan orang itu pun beramai-ramai berlayar ke selatan menggunakan ratusan bahkan ribuan kapal-kapal kecil yang terbuat dari kayu. Apa yang terjadi? Sebagian kecil dari mereka, tidak sampai 30% nya selamat mencapai daratan baru yang dinamakan Nusantara, tapi sebagian besarnya, lebih dari 70% gagal mencapai tujuan. Sebagian tenggelam di tengah laut dan menjadi mangsa ikan hiu, sebagian lagi tersapu badai hilang entah ke mana, dan selebihnya mati karena sakit dan kelaparan.

Pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa sejarah ini adalah bahwa barang siapa terjun ke suatu kancah perjuangan tanpa persiapan yang matang, apalagi tanpa persiapan sama sekali, maka kemungkinan “survival”nya adalah kecil sekali, tidak sampai 30%, bahkan mungkin jauh lebih kecil lagi.

Saya, dan tentu saja kita semua, pasti tidak menginginkan ada kejadian di mana calon-calon wirausahawan Indonesia yang jumlahnya ribuan, terjun berama-ramai ke dalam dunia wiraswasta begitu saja tanpa berbekal peta yang benar dan baik, untuk kemudian sebagian besar lenyap “tersapu bersih” oleh ganasnya lautan dunia usaha, atau menjadi mangsa binatang-binatang bisnis (business animal) yang buas atau mungkin juga tersesat di rimba raya perdagangan dan industri, sampai kehabisan sumber daya sama sekali. Saya sedih dan terharu ketika beberapa waktu yang lalu, sempat membaca e-mail seorang rekan yang menceritakan bagaimana ia, karena begitu terobsesi dengan buku-buku seri financial freedom dari Robert “Rich Dad Poor Dad” Kiyosaki, dengan serta merta melepaskan pekerjaan dan jabatan yang mapan di Citibank Jakarta, untuk kemudian terjun penuh ke dunia bisnis. Ternyata, keputusan yang hanya didasari oleh motivasi menggebu-gebu itu memaksanya untuk menerima kenyataan bahwa cuma dalam waktu relatif singkat, ia harus kehilangan segala-galanya. Menjadi miskin dan harus mencari-cari pekerjaan baru guna mengulang perjalanan karir kembali dari bawah… Dan saya lebih terharu lagi ketika rekan ini pada baris-baris terakhir e-mailnya dengan jiwa besar dan patriotik sekali mengaku tidak menyesal dan suatu saat akan kembali ke dunia wirausaha..

Dunia bisnis adalah sebuah kancah perjuangan. Kalau kita bandingkan itu sebagai sebuah peperangan, maka panglima perang Sun Tzu pernah bersabda: “Apabila Anda menginginkan kemenangan di medan perang, maka terlebih dahulu Anda harus mengenal dengan baik keadaan sekitar, sungai-sungai, gunung-gunung serta hutan-hutan yang ada, dengan demikian baru pintu kemenangan akan terbuka untuk Anda ..”

Safety Net

Masih takut untuk terjun segera ke dunia usaha?

Kalau sebuah Business Plan belum cukup untuk membuat Anda berani terjun berbisnis, maka ijinkan saya untuk berbagi beberapa kiat tambahan guna memberikan rasa aman lebih jauh. Kiat-kiat ini, fungsinya mirip dengan perangkat “safety net”, semacam jaring pengaman yang biasa digunakan oleh para pemain akrobat, khususnya pemain trapeze. Dengan demikian, bila Anda jatuh, masih ada “sesuatu” yang akan menjaga keselamatan Anda sehingga tidak perlu mengalami bencana yang terlalu fatal.

• Memulai Usaha Tidak Berarti Harus Menyediakan Sejumlah Uang: Kebanyakan orang mengartikan mulainya sebuah usaha identik dengan keharusan menyediakan sejumlah besar uang untuk investasi awal. Apakah itu untuk kantor, pabrik, peralatan, overhead dan lain sebagainya. Sebenarnya, tidaklah harus demikian. Sebuah upaya kewirausahaan dapat dimulai tanpa investasi apa pun. Modal dengkul pun bisa. Pada kesempatan mendatang saya akan sampaikan sebuah artikel, bagaimana seorang wirausahawan dapat mengembangkan diri mulai dari modal dengkul, sampai dapat berbisnis helikopter. Oleh sebab itu, camkanlah bahwa Anda tidak boleh dan tidak usah mengeluarkan dana apa pun di awal usaha.
• Pergunakan Potensi Orang Lain: Prinsip BODOL (Bisnis Optimis Duit Orang Lain) adalah prinsip yang benar, selama Anda dapat memegang etika bisnis dengan baik. Kalau Anda mempunyai sebuah konsep usaha yang bagus, Anda dapat menuliskannya dalam sebuah proposal yang menarik, lalu cari seseorang dari kuadran I (Investor) untuk bekerja sama.
• Pergunakan Kemapanan Bisnis Orang Lain: Ini adalah sebuah konsep yang sudah sangat dikenal, wujudnya antara lain bisa berupa franchise atau semacamnya.
• Berbagi Tugas Strategis Dengan Istri/Suami: Kiprah Anda di dunia usaha akan jauh lebih aman kalau Anda berbagi tugas dengan pasangan, yaitu sementara Anda berjuang di dunia kewirausahaan, istri atau suami tetap bekerja sebagai karyawan. Dengan demikian, pengeluaran rumah tangga dapat dialokasikan pada penghasilan pasangan Anda, dan tidak boleh diganggu gugat untuk keperluan bisnis.
• Dan banyak Lagi…

Saya berharap, tulisan ini sedikit banyak akan dapat memberi sumbangan bagi rekan-rekan wirausahawan guna menambah wawasan pemikiran sekaligus membantu rekan-rekan lain yang mungkin masih merasa gamang untuk terjun langsung ke dunia bisnis. Bagi yang barangkali masih belum terlalu familiar dengan apa yang disebut “Business Plan” dan ingin berdiskusi lebih jauh, silahkan menghubungi saya.

Pada kesempatan mendatang, mudah-mudahan saya akan bisa menyusulkan sebuah tulisan lagi tentang bagaimana “tidak terjun”, melainkan “turun perlahan” ke dunia bisnis dengan bantuan “tali pengaman”.