Friday, November 28, 2014

TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


DISUSUN OLEH :
v  Ainun Badriyah (2014122434)
v  Angga Widianthara
v  Ari Citra Yovira (2014120932)
v  Khoirunisa (2014121177)
v  Maftuthah Nurul
v  Ranny Ariska
v  Siti Karomah  (2014121713)


FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman  tentang pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi mahasiswa. Dalam suatu harapan mendapatkan
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuan warga negara Republik Indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.

Dalam proses pendalaman materi pendidikan kewarganegaraan ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan” :
DR.H.Tato S, SESH, MM, selaku dosen mata kuliah “ Pendidikan Kewarganegaraan”, rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Tak ada gading yang tak retak. Dan banyak sekali kelemahan dari penulisan makalah ini. Serta banyak pula kesalahan yang tidak bisa kami hindarkan. Mohonlah sekiranya dimaafkan. Karena semua yang baik datangnya dari Allah SWT, dan apa yang khilaf dari kita sebagai manusia. Maka kritik, dan saran membangun sangat kami perlukan untuk perbaikan.



                                                                                                Tangerang,  1 November  2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................1
DAFTAR ISI  ..................................................................................................................................2
BAB I   PENDAHULUAN .............................................................................................................3
1.1                      Latar Belakang. ....................................................................................................3
1.2                      Perumusan Masalah ..............................................................................................4
BAB II   GAMBARAN UMUM PERMASALAHAN....................................................................5
BAB III  PEMBAHASAN ..............................................................................................................6
3.1                      Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ............................................................6
3.2                      Arti Penting Pendidikan Kewarganegaraan bagi Mahasiswa ..............................6
3.3                      Landasan Hukum .................................................................................................9
3.4                      Landasan Ilmiah .................................................................................................10
3.5                      Kompetensi yang Diharapkan ............................................................................11
3.6                      Pengertian Identitas Nasional .............................................................................12
3.7                      Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara .......................................................14
3.8                      Pengertian Kedaulatan Negara ...........................................................................15
3.9                      Pengertian Kedaulatan dan Wewenang Moral ...................................................16
3.10                    Pengertian Demokrasi dan Bentuk-Bentuk Demokrasi yang Pernah Ada di Indonesia .............................................................................................................16
BAB IV  PENUTUP .....................................................................................................................28
4.1.                    Kesimpulan .........................................................................................................28 

Penutup .........................................................................................................................................34
Daftar Pustaka ...............................................................................................................................35





BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Permasalahan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang sangat penting berkaitan dengan pembentukan karakter siswa. Pada dasarnya karakter yang dibentuk oleh pendidikan kewarganegaraan selain karakter siswa, juga membentuk karakter social dan karakter bangsa. Karakter Bangsa adalah perilaku yang diharapkan yang dimiliki oleh warga Negara sebagai cerminan dari Pancasila dan UUD 1945. Hal ini tertuang dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2006:2) yang menegaskan bahwa :
Pendidikan Kewarganegaraan ( citizienship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial-budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Sundawa (2005: 344) mengungkapkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:
Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, social-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang menjadikan warga Negara Indonesia cerdas, terampil dan berkarakter sesuai yang diamanatkan dalam Pancasila, dan UUD 1945. Pada dasarnya karakter yang dibentuk oleh pendidikan kewarganegaraan yaitu karakter bangsa, karakter yang dapat mencerminkan to be good citizenship( menjadi warga negara yang baik ).





1.2   Perumusan Masalah:
1. Latar belakang apa yang mendasari bagi mahasiswa untuk mempelajari pendidikan kewarganegaraan?
2. Apa yang mahasiswa ketahui tentang Landasan hukum dan Landasan Ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan?
3. Kompentensi apa yang diharapkan belajar pendidikan kewarganegaraan dan pancasila bagi mahasiswa?
4. Apa yang mahasiswa ketahui  tentang pengertian Identitas Nasional?
5. Tujuh kunci pokok apa yang dipilih bangsa Indonesia dalam menentukan system pemerintahannya?
6. Apa yang mahasiswa ketahui tentang kedaulatan negara dan wewenang moral?
7. Seberapa pahamkah mahasiswa tentang pengertian demokrasi dan  bentuk- bentuk demokrasi yang pernah ada di Indonesia?










BAB II
GAMBARAN UMUM PERMASALAHAN
1. Untuk mengetahui latar belakang yang mendasari mahasiswa untuk mempelajari pendidikan kewarganegaraan.
2. Memahami pengertian tentang Landasan hukum dan Landasan Ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Untuk mengetahui  kompentensi yang diharapakan belajar Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila bagi mahasiswa.
4. Mengetahui definisi tentang pengetian Identitas Nasional.
5. Untuk mengetahui tujuh kunci pokok yang dipilih bangsa Indonesia dalam menentukan system pemerintahan
6. Memahami pengertian tentang kedaulatan Negara dan wewenang moral.
7. Memahami pengertian tentang pengertian demokrasi dan bentuk- bentuk demokrasi yang pernah ada di Indonesia.








BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela Negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara.

                                                                 
3.2  Arti Penting Pendidikan Kewarganegaraan bagi Mahasiwa
Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang dimana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembebenahan, pembekalan, penentuan dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara dan mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela Negara demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara.

Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus disadarkan untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam rasa yang sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaan, moral, dan lain-lain. Negara harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga dan keinginan untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita. Pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada mahasiswa.



Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional.

Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela Negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia.

Pendidikan Kewarganegaraan lah yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi warga Negara yang lebih bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan dialami oleh masing-masing orang. Apalagi negara kita sedang menuju menjadi negara yang demokratis, maka secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus mempelajarinya, agar kita bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi negara. Garda kokoh yang akan terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak aral merintang di depan.

Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana warga Negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap Negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga Negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik. Pengembangan komunikasi dengan lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk pengembangan diri seluas-luasnya.

Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari.

Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga
Negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik.


3.3   Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Sedangkan kata hukum adalah sesuatu yang dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Hukum atau aturan baku diatas tidak selalu dalam bentuk tertulis. Jadi landasan hukum dapat diartikan sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu

Adapun landasan hukum dalam pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
·    UUD 1945
1.       Pembukaan UUD 1945 alinea keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujuan Negara. Salah satu tujuan Negara adalah“Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang mengandung makna yang dalam. Dalam kehidupan berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan kepada para penyelenggara Negara dan segenap rakyat agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.
2.      Pasal 27 (1) menyatakan bahwa “Segala warga Negara bersama kedudukannya di  dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
3.      Hak dan kewajiban setiap warga Negara untuk ikut serta dalam pembelaan Negara yang tercantum pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
4.      Pasal 31 (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”
·    Keputusan Bersama Mendikbud dan Menhankam
         Keputusan tersebut menetapkan realisasi pendidikan bela Negara melalui jalur pengajaran / pendidikan khususnya pendidikan tinggi.
·       UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia dalam Lembaran Negara1982 No. 51, TLN 3234
1.      Hak dan kewajiban warga Negara dalam upaya bela Negara melalui pendidikan pendahuluan bela Negara sebagai bagian integral pendidikan nasional yang tercantum pada Pasal 18.
2.      Ketentuan bahwa PPBN wajib diikuti oleh setiap warga Negara. Pendidikan ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dan tahap selanjutnya melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang Pendidikan tinggi yang tercantum pada Pasal 19 ayat (2).
Undang-undang tersebut disempurnakan dengan UU No. 3 Tahun 2002 tentang UU Pertahanan Negara.
·    Surat Keputusan Bersama Mendikbud dan Menhankam Nomor 061U/1985  KEP/002/II/1985
Mata kuliah Kewarganegaraan sebagai salah satu Mata kuliah Dasar Umum (MKDU) pada semua perguruan tinggi di Indonesia.
·    UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penjelasan bahwa Pendidikan Bela Negara dan Pendidikan Kewiraan termasuk dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang tercantum pada Bab IX Pasal 39 ayat (2), disempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
·       Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang penyusunan kurikulum Pendidikan Tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa.


3.4   Landasan Ilmiah
Landasan ilmiah pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Landasan ilmiah dalam pendidikan kewarganegaraan meliputi sebagai berikut:
a.             Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap warga Negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi Negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga Negara dengan Negara, serta pendidikan pendahuluan bela Negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Hal itulah yang menjadi landasan dalam Pendidikan Kewarganegaraan.

b.             Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, system, dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu  yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warga Negara yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga Negara dalam kesatuan bangsa dan Negara. Sebagai objek formalnya mencakup 2 segi, segi hubungan antara warga Negara dan Negara dan segi pembelaan Negara. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan terarah pada warga Negara Indonesia dalam hubungannya dengan Negara Indonesia dan pada upaya pembelaan Negara Indonesia.


c.              Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan Civics Education yang dikenal di berbagai Negara. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi Negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.


 3.5   Kompetensi yang diharapkan
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.

Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah  seperangkat tindakan cerdas,  penuh rasa tanggung jawab dari seorang warga Negara dalam berhubungan dengan Negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
Penguasaan kompetensi (kecakapan) yang diharapkan bagi mahasiswa setelah mempelajari mata kuliah kewarganegaraan ini adalah sebagai berikut:
1.      Mempunyai kemampuan berpikir, bersikap nasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai intelektual.
2.      Mempunyai wawasan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk membela Negara yang dilandasi oleh rasa cinta tanah air. Kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesediaan melakukan upaya untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara  melalui bidang profesinya.
3.      Mempunyai wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara dan ketahanan nasional (National Resillience) untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara (Natural Survival). Merupakan suatu tuntutan pula bahwa bangsa Indonesia, terutama pemimpin termasuk para mahasiswa sebagai calon pemimpin harus mengenal dan memahami konsepsi pertahanan nasional.
4.      Mempunyai pola pikir, pola sikap yang komprehensif integral dalam memecahkan masalah dan implementasi pembangunan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional. Pola pikir secara komprehensif integral adalah kemampuan berpikir tentang  sesuatu dalam kaitannya dengan keseluruhannya. Dalam memandang peristiwa yang terjadi di masyarakat tidak boleh memandang secara individu / golongan melainkan berdasarkan pandangan kepentingan bersama, yaitu kepentingan masyarakat / bangsa dari berbagai aspek.


3.6   Pengertian Identitas Nasional
Kata “identitas” berasal dari kata “identity” yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan orang lain, contohnya bendera dan lagu kebangsaan setiap Negara akan berbeda dengan Negara lain. Sedangkan dalam terminologi antropologi kata “identitas” diartikan sebagai sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kasadaran diri sendiri, golongan, kelompok, komunitas atau Negara lain.

Kata “nasional” berarti identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan.

Oleh karena itu identitas nasional dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khasnya dan dengan ciri khas tersebutlah suatu bangsa akan berbeda dengan bangsa lain. Sehingga dengan demikian, maka identitas nasional akan melahirkan tindakan kelompok yang disebut atribut nasional.

Pengertian lain dari Identitas nasional adalah suatu ciri khas yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.

Pengertian identitas nasional menurut beberapa pakar : 

·       Berger
Dalam bukunya yang berjudul “The Capitalis Revolution” era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah yang akan menguasai dunia serta mengubah masyarakat satu persatu menjadi sistem internasional yang menentukan nasib bangsa-bangsa dibidang sosial, politik, dan kebudayaan.

·       Fujukama
Membawa perubahan ideologi partikuker kearah universal dan kapitalismelah yang akan menguasai dunia. Dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kemampuan bangsa itu sendiri.

·       Toyanbee
Ciri khas ciri suatu bangsa yang merupakan lokal genius dalam menghadapi tantangan dan respon. Jika tantangan besar sementara respon kecil maka bangsa tersebut akan punah. Namun apabila tantangan kecil sementara respon besar maka bangsa tersebut akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif.

Kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa adalah keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai urutan yang membentuk bangsa tersebut. Identitas nasional tidak dapat dipisahkan dengan pengertian peoples character atau national identity.

Menurut Robert De Ventos dalam bukunya “The Power of Identity”, ia mengemukakan bahwa selain faktor intensitas, teritorial, bahasa, agama serta budaya juga harus dipahami dalam konteks arti dinamis yaitu bangsa tersebut melakukan akselerasi dalam pembangunan termasuk proses interaksinya secara global dengan dunia internasional.



3.7   Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara
Seiring dengan adanya amandemen UUD 1945, maka ketujuh kunci pokok sistem pemerintahan itu juga mengalami perubahan. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 hasil dari amandemen :

1.    Indonesia Adalah Negara yang Berdasar Atas Hukum
Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti
Negara yang di dalamnya termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya dalam melaksanakan tugas dan tindakan apapun harus berdasarkan dan dilandasi oleh peraturan hukum serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pula.

2.    Sistem Konvensional
Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute (mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem konvensional ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan oleh ketentuan-ketentuan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan sebagainya. Sehingga sistem konstitusional ini merupakan penegasan dari sistem hukum yang telah dijelaskan pada poin 1 diatas.

3.    Kekuasaan Negara Tertinggi Ada di Tangan Rakyat
Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tahun 2002, kekuasaan
Negara tertinggi ada di tangan MPR. Dimana MPR yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia juga memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah dilakukan amandemen, kekuasaan Negara tertinggi beralih ke tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 sesuai dengan pasal 1 ayat 2.

4.    Presiden Ialah Penyelenggara Negara Yang Tertinggi disamping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Jadi menurut UUD 1945, Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR.
Dengan demikian Presiden bertanggung jawab langsung terhadap rakyat.
5.    Presiden Tidak Bertanggung Jawab Kepada DPR
DPR mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Presiden. Sehingga Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang dan menetapkan APBN.
Oleh karena itu Presiden harus bekerjasama dengan dewan. Namun, Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan. Ini berarti bahwa kedudukan Presiden tidak tergantung pada dewan.

6.    Menteri Negara Adalah Pembantu Presiden, Menteri Negara Tidak Bertanggung Jawab Kepada DPR
Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri
Negara sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945. Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan Menteri Negara juga tidak tergantung kepada DPR

7.    Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
Hasil Amandemen UUD 1945 menyebutkan  bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR.
Namun apabila Presiden terbukti melanggar Undang-Undang maupun UUD 1945, maka MPR dapat melakukanIMPEACHMANT (pemberhentian)


3.8   Pengertian Kedaulatan Negara
Kata “daulat” dalam pemerintahan berasal dari kata “daulah” (bahasa Arab) yang berarti “kekuasaan tertinggi”. Pemerintah yang berdaulat berarti pemerintahan yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas rakyatnya di dalam suatu Negara. Menurut Jean Bodin (1500 – 1596), seorang ahli pikir dari Prancis, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu Negara. Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok, yaitu asli, permanen, tunggal, dan tidak terbatas.
a.    Asli, artinya kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
b.    Permanen, artinya kekuasaan itu tetap ada selama Negara itu berdiri sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti-ganti.
c.    Tunggal (bulat), artinya kekuasaan itu merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam Negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan-badan lain.
d.   Tidak terbatas (absolut), artinya kekuasaan itu tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Sebab, kalau ada kekuasaan lain yang membatasinya, tentu kekuasaan tertinggi yang dimilikinya itu akan lenyap.

Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh pemerintah mempunyai kekuatan yang berlaku ke dalam dan ke luar.
a.    Kedaulatan ke dalam, artinya pemerintah memiliki wewenang tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi Negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
b.    Kedaulatan ke luar, artinya pemerintah berkuasa bebas, tidak terikat dan tidak tunduk kepada kekuatan lain, selain ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Demikian juga, Negara lain harus pula menghormati kekuasaan Negara yang bersangkutan, dengan tidak mencampuri urusan dalam negerinya.


3.9   Pengetian Kedaulatan dan Wewenang Moral
Negara dapat memustukan segala yang ada di daerah kekuasaannya. Akan tetapi, Negara tidak boleh membenarkan segala putusannya. Karena segalanya akan dipertanggungjawabkan secara moral.


3.10   Pengertian Demokrasi dan Bentuk – Bentuk Demokrasi yang Pernah Ada di Indonesia
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga Negara) atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik Negara (eksekutifyudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga Negara ini diperlukan agar ketiga lembaga Negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga Negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu Negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warga Negara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga Negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud disini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin Negara tersebut sebagai Negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin Negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun Negara. Banyak Negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal narapidana atau bekas narapidana).
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak Negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu Negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan Negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga Negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga Negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga Negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga Negara tersebut.

Pengertian dan pelaksanaan demokrasi di setiap Negara berbeda, hal ini ditentukan oleh sejarah, budaya dan pandangan hidup, dan dasar Negara serta tujuan Negara tersebut. Sesuai dengan pandangan hidup dan dasar Negara, pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengacu pada landasan idiil dan landasan konstitusional UUD 1945. Dasar demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat seperti yang yang tercantum dalam pokok pikiran ketiga pembukaan UUD 1945 : “ Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kerakyatan, permusyawaratan / perwakilan”. Pelaksanaannya didasarkan pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.

1.    Demokrasi Liberal (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah RI mengeluarkan maklumat yang berisi perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer dengan sistem demokrasi liberal, kekuasaan ditujukan untuk kepentingan individu atau golongan. Dengan sistem kabinet parlementer, menteri-menteri bertanggung jawab kepada DPR. Kebijaksanaan pemerintah harus disesuaikan dengan mayoritas DPR, sebab kalau tidak sesuai kabinet dapat dijatuhkan oleh DPR melalui mosi tidak percaya. Selain itu, karena kemerdekaan mengeluarkan pendapat ditafsirkan sebagai sikap sebebas-bebasnya, kritik yang selalu dilancarkan kaum oposisi bukan membangun melainkan menyerang pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak stabil.
Keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 memberi peluang yang seluas-luasnya terhadap warga Negara untuk berserikat dan berkumpul, sehingga dalam waktu singkat bermunculah partai- partai politik bagai jamur di musim penghujan.
Keanggotaan badan konstituante yang dipilih dalam pemilu 1955, membagi aspirasi politik dalam dua kelompok, yakni golongan nasionalis dan agama. Karena perbedaan di antara mereka tidak dapat diatasi dan tidak menemukan titik terang dalam hasil pemungutan suara dalam sidang konstituante, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1945 untuk menyelamatkan Negara dan kemudian menjadi sumber hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut : Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka. Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi Negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.




2.    Demokrasi pada Masa Orde Lama
Pada masa ini, demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer berakhir. Hal ini disebakan karena sistem pemerintahannya berubah dari parlementer ke presidensial sesuai dengan UUD yang berlaku. Jadi pada masa ini terjadi perubahan yang fundamental. Ciri-ciri pemerintahan pada masa ini :
Peran dominan presiden,
• Terbatasnya partai-partai politik,
• Berkembangnya pengaruh komunis,
• Meluasnya peranan ABRI sebagai unsur-unsur sosial politik.
Pada masa ini, demokrasi yang digunakan adalah demokrasi terpimpin. Dasar hukum pelaksanaan demokrasi ini ditetapkan dalam Sidang Umum ke-3 MPRS tahun 1965, dengan Ketetapan MPRS No.VIII/MPRS/1965. Menurut Ketetapan MPRS tersebut, prinsip penyelenggaraan demokrasi ini ialah musyawarah mufakat tetapi apabila musyawarah mufakat tersebut tidak dapat dilaksanakan maka ada 3 kemungkinan cara :
• Pembicaraan mengenai persolan tersebut ditangguhkan,
• Penyelesaian mengenai persoalan tersebut diserahkan kepada pimpinan agar mengambil kebijaksanaan untuk menetapkan keputusan dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang ada, baik yang saling bertentangan maupun yang tidak,
• Pembicaraan mengenai persoalan tersebut ditiadakan.

Dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pengambilan keputusan, yaitu :
• Pada tahun 1960 presiden membubarkan DPR hasil pemilu, sedangkan dalam penjelasan UUD ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk membubarkan DPR
• Dengan ketetapan MPRS No.III/MPRS/1963, Ir.Soekarno diangkat presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 yang menetapkan masa jabatan presiden selama 5 tahun
• DPRGR yang mengganti DPR hasil pemilu ditonjolkan perannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol ditiadakan
• Penyelewengan di bidang perundang-undangan seperti menetapkan Penetapan Presiden (Penpres) yang memakai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum
• Didirikan badan-badan ekstra kontitusional seperti front nasional yang dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai dengan taktik komunis internasional bahwa pembentukan front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat
• Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang dari rel revolusi tidak dibenarkan, sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar Negeri dan ekonomi dalam Negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi kian suram.
Dengan sistem demokrasi terpimpin, kekuasaan presiden menjadi sangat besar atau bahkan telah berlaku sistem pemusatan kekuasaan pada diri presiden. Gejala pemusatan kekuasaan ini bukan saja bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, bahkan cenderung otoriter. Penyimpangan-penyimpangan tersebut bukan saja mengakibatkan tidak berjalannya sistem pemerintahan yang ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan mengakibatkan memburuknya keadaan politik dan keamanan, serta terjadinya kemerosotan dalam bidang ekonomi. Puncak dari segala keadaan ini adanya pemberontakan G 30 S/PKI. Dengan adanya G 30 S/PKI, masa demokrasi terpimpin berakhir dan dimulainya sistem pemerintahan demokrasi Pancasila.

Indonesia termasuk Negara yang mengalami pasang-surut demokrasi, maksudnya demokrasi yang silih berganti. Hampir setiap pergantian kepala Negara, selalu saja demokrasinya berganti. Masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tercatat sudah 4 kali Indonesia berganti-ganti demokrasi, bahkan sudah beberapa kali pula kabinet silih berganti. Demokrasi yang pernah dilaksanakan di Indonesia adalah:

1.    Demokrasi Liberal (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia.
Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).


Badan ini bertujuan untuk membantu tugas Presiden. Hasilnya antara lain :
1.    Terbentuknya 12 departemen   kenegaraan dalam pemerintahan yang baru.
2.    Pembagian wilayah pemerintahan RI menjadi 8 provinsi yang masing-masing terdiri dari beberapa karesidenan. Tanggal 7 Oktober 1945 lahir memorandum yang ditanda tangani oleh 50 orang dari 150 orang anggota KNIP.
Isinya antara lain :
1.      Mendesak Presiden untuk segera membentuk MPR.
2.      Meminta kepada Presiden agar anggota-anggota KNIP turut berwenang melakukan fungsi dan tugas MPR, sebelum badan tersebut terbentuk.

Tanggal 16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945, yang
isinya :
“Bahwa komite nasional pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan komite-komite pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih diantara mereka dan bertanggung jawab kepada komite nasional pusat.”

Pada tanggal 3 November 1945, keluar maklumat untuk kebebasan membentuk banyak partai atau multipartai sebagai persiapan pemilu yang akan diselenggarakan bulan Juni 1946.  Pada tanggal 14 November 1945 terbentuk susunan kabinet berdasarkan sistem parlementer (Demokrasi Liberal).

Ketika Indonesia menjalani sistem Liberal, Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950.  Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai–partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Maka PNI dan Masyumi lah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959 dan merupakan partai yang terkuat dalam DPR. Dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.

Kabinet – Kabinet Dalam Masa Demokrasi Liberal
1.    Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
2.    Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
3.    Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
4.    Kabinet Ali-Wongso (1 Agustus 1953-24 Juli 1955)
5.    Kabinet Burhanudin Harahap
6.    Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
7.    Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959)

Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17 Agustus 1950 dengan sistem demokrasi liberal selama 9 tahun tidak menunjukkan adanya hasil yang sesuai harapan rakyat.
  Bahkan muncul disintegrasi bangsa.
Disintegrasi tersebut antara lain :
1.    Pemberontakan PRRI, Permesta, atau DI/TII yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
2.    Konstituante tidak berhasil menetapkan UUD sehingga Negara benar-benar dalam keadaan darurat.
3.    Untuk mengatasi hal tsb dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
4.    Hal ini menandakan bahwa Sistem demokrasi liberal tidak berhasil dilaksanakan di Indonesia, karena tidak sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia.

2.   Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)
Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut
:
1. Pembubaran Konstituante,
2
. Berlakunya kembali UUD 1945,
3
. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1
.  Kedudukan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan, dan
2
.  Para menteri bertanggung jawab kepada presiden.


Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika ke
bijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia. Kebijakan pemerintah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu:
A. Pembentukan MPRS
Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh anggota MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan 3 syarat, yaitu :
1.   Setuju kembali kepada UUD 1945
2.   Setia kepada perjuangan RI
3.   Setuju kepada manifesto politik
B. Pembentukan DPAS
C. Pembentukan Kabinet Kerja
D. Pembentukan Front Nasional
E. Penataan Organisasi Pertahanan dan Keamanan
F. Penyederhanaan Partai-partai Politik
G. Penyederhanaan Ekonomi

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Mufakat
Berporoskan Nasakom, dengan ciri-ciri :
            1. Dominasi Presiden
            2. Terbatasnya peran partai politik
            3. Berkembangnya pengaruh PKI

 Sama seperti yang tercantum pada sila ke empat Pancasila, demokrasi terpimpin adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan “Pemimpin Besar Revolusi”.


Situasi politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai tiga kekuatan politik utama yaitu Soekarno, PKI, dan AD.
Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul satu sama lain.
Terutama PKI membutuhkan Soekarno untuk menghadapi angkatan darat yang menyainginya dan meminta perlindungan. Begitu juga angkatan darat membutuhkan Soekarno untuk legitimasi keterlibatannya di dunia politik. Rakyat maupun wakil rakyat tidak memiliki peranan penting dalam Demokrasi Terpimpin. Akhirnya, pemerintahan Orde Lama beserta Demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup parah hingga dikeluarkannya Supersemar (Surat perintah sebelas Maret).

3.    Demokrasi Pancasila Orde Baru (Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/ perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
           
Beberapa perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut :
1.    Demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas Negara hukum dan kepastian hukum.
2.    Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga Negara.
3.    Demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya membawa pengakuan dan perlindungan HAM,  peradilan yang bebas tidak memihak.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila sama dengan demokrasi pada umumnya. Namun “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan belum sampai pada tatanan prasis atau penerapan. Karena dalam prate kenegaraan dan pemerintahan rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan demokrasi, yang di tandai oleh
1. Dominanya peranan ABRI
2. Biro kratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik.
3. Pesebirian peran dan fungsi partai politik.
4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk.
5. Masa mengembang.
6. Monolitisasi ideologi negara.
7. Info porasilembaga non pemerintah, 

Dengan demikian nilai demokrasi juga belum ditegaskan dalam demokrasi Pancasila Soeharto.
Akibat adanya tuntutan massa untuk diadakan reformasi di dalam segala bidang, rezim Orde Baru tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Dan terpaksa Soeharto mundur dari kekuasaannya dan kekuasaannya dilimpahkan kepada  B. J. Habibie pada 21 Mei 1998.

4.    Demokrasi Reformasi (21 Mei 1998 - Sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1.         Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
2.         Ketetapan No.VII/MPR/1998
3.         Tap MPR RI No.XI/MPR/1998
4.         Tap MPR RI No.XIII/MPR/199
5.         Amandemen UUD 1945

Pada masa ini, Kepemimpinan rezim B. J. Habibie dikenal dengan nama Super Power, karena dikua
sai oleh orang-orang yang memiliki jiwa reformasi dan demokrasi yang tinggi. Namun, B.J. Habibie tidak mendapat dukungan sosial politik dari sebagian besar masyarakat. Akibatnya B. J. Habibie tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dan lengser pada tahun 1999.
        
   
Kemudian melalui pemilu presiden yang ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid terpilih secara demokratis di parlemen sebagai Presiden RI pada 21 Oktober 1999. Akan tetapi, karena K.H. Abdurrahman Wahid membuat beberapa kebijakan yang kurang sejala
n dengan proses demokratisasi itu sendiri, maka pemerintahan sipil K.H. Abdurrahman Wahid terpaksa tersingkir dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri pada 23 Juli 2001.

Megawati Soekarnoputri kembali membangkitkan semangat sang ayah, Soekarno sebagai pelopor bangsa dengan semangat Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan. Proses pemerintahan demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri masih cukup sulit untuk dievaluasi dan diketahui secara optimal. Akibatnya,ketidakpuasaan akan pelaksanaan pemerintahan dirasakan kembali oleh rakyat dan hampir terjadi krisis kepemimpinan. Rakyat merasa bahwa siapa yang berkuasa di pemerintahan hanya ingin mencari keuntungan semata, bukan untuk kepentingan rakyat. Megawati pun akhirnya lengser pada tahun 2004 digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang menjalani 2 periode pemerintahan (2004-2009 dan 2009-2014).











BAB IV
PENUTUP
4.1   Kesimpulan:
Ø   Arti Penting Pendidikan Kewarganegaraan bagi Mahasiwa adalah
Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang dimana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembebenahan, pembekalan, penentuan dan akhirnya pemutasan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara. Dan mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela Negara demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa  dan Negara.
Ø   Landasan hukum pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
1.    UUD 1945
2.    Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita, tujuan dan aspirasi Bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).
3.    Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
4.    Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
5.    Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
6.    Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.


 
Ø   Landasan ilmiah dalam pendidikan kewarganegaraan meliputi sebagai berikut:
a.         Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap warga Negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi Negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga Negara dengan Negara, serta pendidikan pendahuluan bela Negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Hal itulah yang menjadi landasan dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
b.        Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, system, dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu  yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warga Negara yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga Negara dalam kesatuan bangsa dan Negara. Sebagai objek formalnya mencakup 2 segi, segi hubungan antara warga Negara dan Negara dan segi pembelaan Negara. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan terarah pada warga Negara Indonesia dalam hubungannya dengan Negara Indonesia dan pada upaya pembelaan Negara Indonesia.
c.         Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan Civics Education yang dikenal di berbagai negara. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi Negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.
Ø   Penguasaan kompetensi (kecakapan) yang diharapkan bagi mahasiswa setelah mempelajari mata kuliah kewarganegaraan  adalah sebagai berikut:
1.      Mempunyai kemampuan berpikir, bersikap nasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai intelektual.
2.      Mempunyai wawasan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk membela Negara yang dilandasi oleh rasa cinta tanah air. Kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesediaan melakukan upaya untuk kelangsungan hidup bangsa dan negara  melalui bidang profesinya.
3.      Mempunyai wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara dan ketahanan nasional (National Resillience) untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara (Natural Survival).
4.      Mempunyai pola pikir, pola sikap yang komprehensif integral dalam memecahkan masalah dan implementasi pembangunan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional. Pola pikir secara komprehensif integral adalah kemampuan berpikir tentang  sesuatu dalam kaitannya dengan keseluruhannya. Dalam memandang peristiwa yang terjadi di masyarakat tidak boleh memandang secara individu/golongan melainkan berdasarkan pandangan kepentingan bersama, yaitu kepentingan masyarakat/bangsa dari berbagai aspek.
Ø   Identitas nasional dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khasnya dan dengan ciri khas tersebutlah suatu bangsa akan berbeda dengan bangsa lain. Sehingga dengan demikian, maka identitas nasional akan melahirkan tindakan kelompok yang disebut atribut nasional.
Pengertian lain dari Identitas nasional adalah suatu ciri khas yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.

Ø   Tujuh kunci pokok sistem pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil dari amandemen:
1.      Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum
Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
2.      Sistem konvensional
Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute
(mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas).
3.      Kekuasaan tertinggi Negara ada ditangan rakyat
Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tahun 2002, kekuasaan
Negara tertinggi ada di tangan MPR. Dimana MPR yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia juga memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah dilakukan amandemen, kekuasaan Negara tertinggi beralih ke tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 sesuai dengan pasal 1 ayat 2.
4.      Presiden adalah penyelenggara Negara tertinggi disamping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Jadi menurut UUD 1945, Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR. Dengan demikian Presiden bertanggung jawab langsung terhadap rakyat.
5.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
DPR mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Presiden. Sehingga Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang dan menetapkan APBN.  Oleh karena itu Presiden harus bekerjasama dengan dewan. Namun, Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan. Ini berarti bahwa kedudukan Presiden tidak tergantung pada dewan.
6.      Menteri Negara adalah pembantu presiden, menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada  DPR
Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri
Negara sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945. Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan Menteri Negara juga tidak tergantung kepada DPR.
7.      Kekuasaan  kepala Negara tidak terbatas
Hasil Amandemen UUD 1945 menyebutkan  bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga dalam sistem kekuasaan kelembagaan
Negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR. Namun apabila Presiden terbukti melanggar Undang-Undang maupun UUD 1945, maka MPR dapat melakukanIMPEACHMANT (pemberhentian)

Ø   Pengertian kedaulatan Negara
Kata “daulat” dalam pemerintahan berasal dari kata “daulah” (bahasa Arab) yang berarti “kekuasaan tertinggi”. Pemerintah yang berdaulat berarti pemerintahan yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas rakyatnya di dalam suatu Negara. Menurut Jean Bodin (1500 – 1596), seorang ahli pikir dari Prancis, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu Negara. Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok, yaitu asli, permanen, tunggal, dan tidak terbatas.

Ø   Pengetian Kedaulatan dan Wewenang Moral
Negara dapat memustukan segala yang ada di daerah kekuasaannya. Akan tetapi, Negara tidak boleh membenarkan segala putusannya. Karena, segalanya akan dipertanggungjawabkan secara moral.

Ø   Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga Negara) atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.




Ø   Demokrasi yang pernah ada di Indonesia
1.        DEMOKRASI LIBERAL (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta.
Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
2.        DEMOKRASI TERPIMPIN  (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)
Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut
:
1) Pembubaran Konstituante,
2) Berlakunya kembali UUD 1945.
3) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1) kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan
2) para menteri bertanggung jawab kepada presiden.
3.        DEMOKRASI PANCASILA ORDE BARU (Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
.
4.        DEMOKRASI REFORMASI (21 Mei 1998 - Sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif
.
PENUTUP



Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dipenulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca  pada umumnya. 

DAFTAR PUSTAKA

http://anispuji.wordpress.com/2013/05/19/macam-macam-demokrasi-di-indonesia/