DISUSUN OLEH :
v
Ainun Badriyah (2014122434)
v
Angga Widianthara
v
Ari Citra Yovira (2014120932)
v
Khoirunisa (2014121177)
v
Maftuthah Nurul
v
Ranny Ariska
v
Siti Karomah (2014121713)
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
PAMULANG
TANGERANG
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi mahasiswa. Dalam suatu harapan mendapatkan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuan warga negara Republik Indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.
Dalam proses pendalaman materi pendidikan kewarganegaraan ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan” :DR.H.Tato S, SESH, MM, selaku dosen mata kuliah “ Pendidikan Kewarganegaraan”, rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Tak ada gading yang tak retak. Dan banyak sekali kelemahan dari penulisan makalah ini. Serta banyak pula kesalahan yang tidak bisa kami hindarkan. Mohonlah sekiranya dimaafkan. Karena semua yang baik datangnya dari Allah SWT, dan apa yang khilaf dari kita sebagai manusia. Maka kritik, dan saran membangun sangat kami perlukan untuk perbaikan.
Tangerang, 1 November 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
....................................................................................................................1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
.............................................................................................................3
1.1 Latar
Belakang. ....................................................................................................3
1.2 Perumusan
Masalah ..............................................................................................4
BAB II
GAMBARAN UMUM
PERMASALAHAN....................................................................5
BAB III PEMBAHASAN ..............................................................................................................6
3.1 Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan ............................................................6
3.2 Arti Penting
Pendidikan Kewarganegaraan bagi Mahasiswa ..............................6
3.3 Landasan Hukum
.................................................................................................9
3.4 Landasan Ilmiah .................................................................................................10
3.5 Kompetensi yang
Diharapkan
............................................................................11
3.6 Pengertian Identitas
Nasional
.............................................................................12
3.7 Kunci Pokok Sistem
Pemerintahan Negara .......................................................14
3.8 Pengertian Kedaulatan Negara
...........................................................................15
3.9 Pengertian Kedaulatan dan
Wewenang Moral ...................................................16
3.10 Pengertian Demokrasi dan
Bentuk-Bentuk Demokrasi yang Pernah Ada di Indonesia
.............................................................................................................16
BAB IV PENUTUP .....................................................................................................................28
4.1. Kesimpulan
.........................................................................................................28
Penutup
.........................................................................................................................................34
Daftar Pustaka ...............................................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang sangat penting berkaitan
dengan pembentukan karakter siswa. Pada dasarnya karakter yang dibentuk oleh pendidikan kewarganegaraan selain karakter
siswa, juga membentuk karakter social dan karakter bangsa. Karakter Bangsa adalah perilaku yang
diharapkan yang dimiliki oleh warga Negara sebagai cerminan dari Pancasila dan
UUD 1945. Hal ini tertuang dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2006:2) yang
menegaskan bahwa :
Pendidikan
Kewarganegaraan ( citizienship)
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam
dari segi agama, sosial-budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sundawa (2005: 344)
mengungkapkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:
Mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, social-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi
warga Negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan
penjelasan diatas bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan diri yang menjadikan warga Negara Indonesia cerdas, terampil
dan berkarakter sesuai yang diamanatkan dalam Pancasila, dan UUD 1945. Pada
dasarnya karakter yang dibentuk oleh pendidikan kewarganegaraan yaitu karakter
bangsa, karakter yang dapat mencerminkan to
be good citizenship( menjadi warga negara yang baik ).
1.2 Perumusan
Masalah:
1. Latar belakang apa yang mendasari bagi
mahasiswa untuk mempelajari pendidikan kewarganegaraan?
2. Apa yang mahasiswa ketahui tentang Landasan
hukum dan Landasan Ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan?
3. Kompentensi apa yang diharapkan belajar
pendidikan kewarganegaraan dan pancasila bagi mahasiswa?
4. Apa yang mahasiswa ketahui tentang pengertian Identitas Nasional?
5. Tujuh kunci pokok apa yang dipilih bangsa
Indonesia dalam menentukan system pemerintahannya?
6. Apa yang mahasiswa ketahui tentang kedaulatan
negara dan wewenang moral?
7. Seberapa pahamkah mahasiswa tentang
pengertian demokrasi dan bentuk- bentuk
demokrasi yang pernah ada di Indonesia?
BAB II
GAMBARAN UMUM
PERMASALAHAN
1. Untuk mengetahui latar belakang yang
mendasari mahasiswa untuk mempelajari pendidikan kewarganegaraan.
2. Memahami pengertian tentang Landasan hukum
dan Landasan Ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Untuk mengetahui kompentensi yang diharapakan belajar
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila bagi mahasiswa.
4. Mengetahui definisi tentang pengetian
Identitas Nasional.
5. Untuk mengetahui tujuh kunci pokok yang
dipilih bangsa Indonesia dalam menentukan system pemerintahan
6. Memahami pengertian tentang kedaulatan Negara
dan wewenang moral.
7. Memahami pengertian tentang pengertian
demokrasi dan bentuk- bentuk demokrasi yang pernah ada di Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan
Hakikat
pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral
bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela Negara, demi
kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara.
3.2 Arti Penting Pendidikan
Kewarganegaraan bagi Mahasiwa
Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang
dimana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena
itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok
pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami
proses pembebenahan, pembekalan, penentuan dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara,
masyarakat masa datang diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung
kokohnya pendirian suatu Negara dan
mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri
dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela
Negara demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara.
Negara
yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat,
membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang
tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa
persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus disadarkan
untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam rasa yang
sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaan, moral, dan lain-lain. Negara
harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga dan keinginan
untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita. Pendidikan kewarganegaraan
adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang
hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada mahasiswa.
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia,
pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni
sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas.
Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas
nasional.
Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri
dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela
Negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara. Sehingga
dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara,
menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka
takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia.
Pendidikan
Kewarganegaraan lah yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi warga Negara yang lebih bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat
diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan dialami oleh
masing-masing orang. Apalagi negara kita sedang menuju menjadi negara yang demokratis, maka
secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus
mempelajarinya, agar kita bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi negara.
Garda kokoh yang akan terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak
aral merintang di depan.
Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
mengajarkan bagaimana warga Negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap Negara, tetapi juga
mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga Negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat
setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian, dan juga
pengembangan karakter publik. Pengembangan komunikasi dengan
lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa menempuh Pendidikan
Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di manfaatkan untuk
pengembangan
diri seluas-luasnya.
Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan
membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya
hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung
budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya
serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu
tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh karena itu mengapa
Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat penting untuk kita pelajari.
Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya. Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan juga terdidik.
3.3
Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti
melandasi atau mendasari atau titik tolak. Sedangkan kata hukum adalah sesuatu
yang dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Hukum atau aturan
baku diatas tidak selalu dalam bentuk tertulis. Jadi landasan hukum dapat
diartikan sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu
Adapun
landasan hukum dalam pendidikan
kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
· UUD
1945
1. Pembukaan
UUD 1945 alinea keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujuan Negara. Salah satu tujuan Negara adalah“Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa” yang mengandung makna yang dalam. Dalam kehidupan
berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan kepada para penyelenggara Negara dan segenap rakyat
agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.
2. Pasal
27 (1) menyatakan bahwa “Segala warga Negara bersama kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”.
3. Hak
dan kewajiban setiap warga Negara untuk ikut serta dalam pembelaan Negara yang
tercantum pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
4. Pasal
31 (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”
· Keputusan
Bersama Mendikbud dan Menhankam
Keputusan
tersebut menetapkan realisasi pendidikan bela Negara
melalui jalur pengajaran / pendidikan
khususnya pendidikan tinggi.
·
UU No. 20 tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik
Indonesia dalam Lembaran Negara1982 No. 51, TLN 3234
1. Hak
dan kewajiban warga Negara
dalam upaya bela Negara
melalui pendidikan pendahuluan bela Negara
sebagai bagian integral pendidikan nasional yang tercantum pada Pasal 18.
2. Ketentuan
bahwa PPBN wajib diikuti oleh setiap warga Negara.
Pendidikan ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, dan tahap selanjutnya melalui mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan pada jenjang Pendidikan tinggi yang tercantum pada
Pasal 19 ayat (2).
Undang-undang tersebut disempurnakan dengan
UU No. 3 Tahun 2002 tentang UU Pertahanan Negara.
· Surat
Keputusan Bersama Mendikbud dan Menhankam Nomor 061U/1985 KEP/002/II/1985
Mata kuliah Kewarganegaraan
sebagai salah satu Mata kuliah Dasar Umum (MKDU) pada semua perguruan tinggi di
Indonesia.
· UU
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penjelasan bahwa Pendidikan
Bela Negara dan Pendidikan Kewiraan termasuk dalam Pendidikan Kewarganegaraan
yang tercantum pada Bab IX Pasal 39 ayat (2), disempurnakan dengan UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
·
Keputusan Mendiknas No.
232/U/2000 tentang penyusunan kurikulum Pendidikan Tinggi dan penilaian hasil
belajar mahasiswa.
3.4 Landasan
Ilmiah
Landasan
ilmiah pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau
disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau
studi pendidikan.
Landasan
ilmiah dalam pendidikan kewarganegaraan meliputi sebagai berikut:
a.
Dasar Pemikiran Pendidikan
Kewarganegaraan
Setiap warga Negara
dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi Negara dan bangsanya, serta
mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.Untuk itu
diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang
berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan
nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai
dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga Negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga Negara
dengan Negara, serta pendidikan
pendahuluan bela Negara
yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Hal itulah yang menjadi
landasan dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
b.
Objek Pembahasan Pendidikan
Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat
ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, system, dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap
ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah
bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu.
Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk
membahas objek material tersebut. Adapun
objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan
dengan warga Negara
yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga Negara
dalam kesatuan bangsa dan Negara.
Sebagai objek formalnya mencakup 2 segi, segi hubungan antara warga Negara dan Negara dan segi pembelaan Negara. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan
terarah pada warga Negara
Indonesia dalam hubungannya dengan Negara
Indonesia dan pada upaya pembelaan Negara
Indonesia.
c.
Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan
dengan Civics Education yang dikenal di berbagai Negara. Sebagai bidang studi
ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner bukan
monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan
ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya
pembahasan dan pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu
yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu
administrasi Negara,
ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.
3.5 Kompetensi
yang diharapkan
Kompetensi
diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang
harus dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu.
Kompetensi
lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh
rasa tanggung jawab dari seorang warga Negara dalam berhubungan dengan Negara,
dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan
Nasional.
Penguasaan
kompetensi (kecakapan) yang diharapkan bagi mahasiswa setelah mempelajari mata
kuliah kewarganegaraan ini adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai
kemampuan berpikir, bersikap nasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai
intelektual.
2. Mempunyai
wawasan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk membela Negara yang dilandasi
oleh rasa cinta tanah air. Kesadaran
bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesediaan melakukan upaya untuk
kelangsungan hidup bangsa dan Negara
melalui bidang profesinya.
3. Mempunyai
wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara dan ketahanan nasional
(National Resillience) untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara (Natural
Survival). Merupakan
suatu tuntutan pula bahwa bangsa Indonesia, terutama pemimpin termasuk para
mahasiswa sebagai calon pemimpin harus mengenal dan memahami konsepsi
pertahanan nasional.
4. Mempunyai
pola pikir, pola sikap yang komprehensif integral dalam memecahkan masalah dan
implementasi pembangunan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional. Pola pikir secara
komprehensif integral adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dalam
kaitannya dengan keseluruhannya. Dalam memandang peristiwa yang terjadi di
masyarakat tidak boleh memandang secara individu / golongan melainkan
berdasarkan pandangan kepentingan bersama, yaitu kepentingan masyarakat / bangsa dari berbagai aspek.
3.6 Pengertian Identitas Nasional
Kata
“identitas” berasal dari kata “identity” yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda
atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya
dengan orang lain, contohnya bendera dan lagu kebangsaan setiap Negara akan berbeda dengan Negara lain. Sedangkan dalam
terminologi antropologi kata “identitas” diartikan sebagai sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kasadaran diri sendiri, golongan, kelompok,
komunitas atau Negara
lain.
Kata
“nasional” berarti
identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh
kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun non fisik seperti
keinginan, cita-cita dan tujuan.
Oleh
karena itu identitas nasional dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya adalah
manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan
suatu bangsa dengan ciri-ciri khasnya dan dengan ciri khas tersebutlah suatu
bangsa akan berbeda dengan bangsa lain. Sehingga dengan demikian, maka
identitas nasional akan melahirkan tindakan kelompok yang disebut atribut
nasional.
Pengertian
lain dari Identitas nasional adalah suatu ciri khas yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Pengertian
identitas nasional menurut beberapa pakar :
· Berger
Dalam bukunya yang berjudul
“The Capitalis Revolution” era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah
yang akan menguasai dunia serta mengubah masyarakat satu persatu menjadi sistem
internasional yang menentukan nasib bangsa-bangsa dibidang sosial, politik, dan
kebudayaan.
· Fujukama
Membawa perubahan ideologi
partikuker kearah
universal dan kapitalismelah yang akan menguasai dunia. Dalam menghadapi proses
perubahan tersebut sangat tergantung kemampuan bangsa itu sendiri.
· Toyanbee
Ciri khas ciri suatu bangsa
yang merupakan lokal genius dalam menghadapi tantangan dan respon. Jika
tantangan besar sementara respon kecil maka bangsa tersebut akan punah. Namun
apabila tantangan kecil sementara respon besar maka bangsa tersebut akan
berkembang menjadi bangsa yang kreatif.
Kepribadian
sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa adalah keseluruhan atau totalitas
dari kepribadian individu-individu sebagai urutan yang membentuk bangsa
tersebut. Identitas nasional tidak dapat dipisahkan dengan pengertian peoples
character atau national identity.
Menurut
Robert De Ventos dalam bukunya “The Power of Identity”, ia mengemukakan bahwa
selain faktor intensitas, teritorial, bahasa, agama serta budaya juga harus
dipahami dalam konteks arti dinamis yaitu bangsa tersebut melakukan akselerasi
dalam pembangunan termasuk proses interaksinya secara global dengan dunia internasional.
3.7
Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara
Seiring dengan adanya amandemen UUD 1945, maka ketujuh kunci pokok sistem pemerintahan itu juga mengalami perubahan. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 hasil dari amandemen :
Seiring dengan adanya amandemen UUD 1945, maka ketujuh kunci pokok sistem pemerintahan itu juga mengalami perubahan. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 hasil dari amandemen :
1. Indonesia Adalah Negara
yang Berdasar Atas Hukum
Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti Negara yang di dalamnya termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya dalam melaksanakan tugas dan tindakan apapun harus berdasarkan dan dilandasi oleh peraturan hukum serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pula.
Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti Negara yang di dalamnya termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya dalam melaksanakan tugas dan tindakan apapun harus berdasarkan dan dilandasi oleh peraturan hukum serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pula.
2. Sistem Konvensional
Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute (mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem konvensional ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan oleh ketentuan-ketentuan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan sebagainya. Sehingga sistem konstitusional ini merupakan penegasan dari sistem hukum yang telah dijelaskan pada poin 1 diatas.
Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute (mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem konvensional ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan oleh ketentuan-ketentuan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan sebagainya. Sehingga sistem konstitusional ini merupakan penegasan dari sistem hukum yang telah dijelaskan pada poin 1 diatas.
3. Kekuasaan Negara
Tertinggi Ada di Tangan Rakyat
Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tahun 2002, kekuasaan Negara tertinggi ada di tangan MPR. Dimana MPR yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia juga memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah dilakukan amandemen, kekuasaan Negara tertinggi beralih ke tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 sesuai dengan pasal 1 ayat 2.
Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tahun 2002, kekuasaan Negara tertinggi ada di tangan MPR. Dimana MPR yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia juga memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah dilakukan amandemen, kekuasaan Negara tertinggi beralih ke tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 sesuai dengan pasal 1 ayat 2.
4. Presiden Ialah
Penyelenggara Negara Yang Tertinggi disamping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Jadi menurut UUD 1945, Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR. Dengan demikian Presiden bertanggung jawab langsung terhadap rakyat.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Jadi menurut UUD 1945, Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR. Dengan demikian Presiden bertanggung jawab langsung terhadap rakyat.
5. Presiden Tidak
Bertanggung Jawab Kepada DPR
DPR mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Presiden. Sehingga Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang dan menetapkan APBN. Oleh karena itu Presiden harus bekerjasama dengan dewan. Namun, Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan. Ini berarti bahwa kedudukan Presiden tidak tergantung pada dewan.
DPR mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Presiden. Sehingga Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang dan menetapkan APBN. Oleh karena itu Presiden harus bekerjasama dengan dewan. Namun, Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan. Ini berarti bahwa kedudukan Presiden tidak tergantung pada dewan.
6. Menteri Negara Adalah
Pembantu Presiden, Menteri Negara Tidak Bertanggung Jawab Kepada DPR
Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945. Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan Menteri Negara juga tidak tergantung kepada DPR
Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945. Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan Menteri Negara juga tidak tergantung kepada DPR
7. Kekuasaan Kepala Negara
Tidak Tak Terbatas
Hasil Amandemen UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR. Namun apabila Presiden terbukti melanggar Undang-Undang maupun UUD 1945, maka MPR dapat melakukanIMPEACHMANT (pemberhentian)
Hasil Amandemen UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR. Namun apabila Presiden terbukti melanggar Undang-Undang maupun UUD 1945, maka MPR dapat melakukanIMPEACHMANT (pemberhentian)
3.8 Pengertian Kedaulatan Negara
Kata
“daulat” dalam pemerintahan berasal dari kata “daulah” (bahasa Arab)
yang berarti “kekuasaan tertinggi”. Pemerintah
yang berdaulat berarti pemerintahan yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas
rakyatnya di dalam suatu Negara. Menurut Jean Bodin (1500 – 1596), seorang ahli
pikir dari Prancis, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk
menentukan hukum dalam suatu Negara. Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok,
yaitu asli, permanen, tunggal, dan tidak terbatas.
a.
Asli, artinya kekuasaan itu
tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
b.
Permanen, artinya kekuasaan
itu tetap ada selama Negara itu berdiri sekalipun pemegang kedaulatan sudah
berganti-ganti.
c.
Tunggal (bulat), artinya
kekuasaan itu merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam Negara yang
tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan-badan lain.
d.
Tidak terbatas (absolut),
artinya kekuasaan itu tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Sebab, kalau ada
kekuasaan lain yang membatasinya, tentu kekuasaan tertinggi yang
dimilikinya itu akan lenyap.
Kekuasaan
tertinggi yang dimiliki oleh pemerintah mempunyai kekuatan yang berlaku ke
dalam dan ke luar.
a.
Kedaulatan ke dalam,
artinya pemerintah memiliki wewenang tertinggi dalam mengatur dan menjalankan
organisasi Negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
b.
Kedaulatan ke luar, artinya
pemerintah berkuasa bebas, tidak terikat dan tidak tunduk kepada
kekuatan lain, selain ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Demikian juga, Negara lain harus pula menghormati kekuasaan
Negara yang bersangkutan, dengan tidak mencampuri urusan dalam negerinya.
3.9 Pengetian
Kedaulatan dan Wewenang Moral
Negara
dapat memustukan segala yang ada di daerah kekuasaannya. Akan tetapi, Negara tidak
boleh membenarkan segala putusannya. Karena segalanya akan dipertanggungjawabkan
secara moral.
3.10 Pengertian Demokrasi dan
Bentuk – Bentuk Demokrasi yang Pernah Ada di Indonesia
Demokrasi adalah
bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu Negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga Negara)
atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias
politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik Negara
(eksekutif, yudikatif dan legislatif)
untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara
yang saling lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi
ketiga jenis lembaga Negara
ini diperlukan agar ketiga lembaga Negara
ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks
and balances.
Ketiga jenis
lembaga-lembaga Negara
tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan
yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan
kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat
oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai
aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum
legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum
legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan
presiden suatu Negara,
diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan
umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warga Negara,
namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan
umum. Sebagai
tambahan, tidak semua warga Negara
berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang
dimaksud disini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden
atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin Negara tersebut sebagai Negara demokrasi sebab
kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit
dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun
perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering
dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem
pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun
seorang pemimpin Negara,
masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang
sudah teruji mampu membangun Negara.
Banyak Negara demokrasi hanya
memberikan hak pilih kepada
warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki
catatan kriminal (misal narapidana atau bekas narapidana).
Istilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang
diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya
dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum
demokrasi modern. Namun
arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern
telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak Negara.
Kata “demokrasi” berasal
dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein
yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita
kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang
ilmu politik. Hal
ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi
vital dalam kaitannya pembagian
kekuasaan dalam suatu Negara (umumnya berdasarkan
konsep dan prinsip trias
politica) dengan kekuasaan Negara yang diperoleh dari
rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias
politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan
berlebihan di lembaga Negara
yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan
sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap
lembaga Negara bukan saja harus
akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga Negara
dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi
kekuasaan lembaga Negara
tersebut.
Pengertian
dan pelaksanaan demokrasi di setiap Negara
berbeda, hal ini ditentukan oleh sejarah, budaya dan pandangan hidup, dan dasar
Negara serta tujuan Negara tersebut. Sesuai dengan pandangan
hidup dan dasar Negara,
pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengacu pada landasan idiil dan landasan konstitusional UUD
1945. Dasar demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat seperti yang yang
tercantum dalam pokok pikiran ketiga pembukaan UUD 1945 : “ Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kerakyatan, permusyawaratan / perwakilan”. Pelaksanaannya
didasarkan pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada ditangan rakyat
dan dilaksanakan menurut UUD”.
1. Demokrasi Liberal (17
Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah RI
mengeluarkan maklumat yang berisi perubahan sistem pemerintahan presidensial
menjadi sistem parlementer dengan sistem demokrasi liberal, kekuasaan ditujukan
untuk kepentingan individu atau golongan. Dengan sistem kabinet
parlementer, menteri-menteri bertanggung jawab kepada DPR. Kebijaksanaan pemerintah
harus disesuaikan dengan mayoritas DPR, sebab kalau tidak sesuai kabinet dapat
dijatuhkan oleh DPR melalui mosi tidak percaya. Selain itu, karena
kemerdekaan mengeluarkan pendapat ditafsirkan sebagai sikap sebebas-bebasnya,
kritik yang selalu dilancarkan kaum oposisi bukan membangun melainkan menyerang
pemerintah. Oleh
karena itu, pemerintah tidak stabil.
Keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945
memberi peluang yang seluas-luasnya terhadap warga Negara untuk berserikat dan
berkumpul, sehingga dalam waktu singkat bermunculah partai- partai politik
bagai jamur di musim penghujan.
Keanggotaan badan konstituante yang dipilih
dalam pemilu 1955, membagi aspirasi politik dalam dua kelompok, yakni golongan
nasionalis dan agama. Karena perbedaan di antara mereka tidak dapat diatasi dan
tidak menemukan titik terang dalam hasil pemungutan suara dalam sidang konstituante, maka
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1945 untuk menyelamatkan Negara dan kemudian menjadi
sumber hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut : Ternyata
UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya
menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya
hanya menjadi
slogan-slogan kosong belaka. Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden,
MPR,dan lembaga tinggi Negara.
Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru. Memberi peluang bagi
militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama
Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat
pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
2. Demokrasi pada Masa Orde Lama
Pada masa ini, demokrasi dengan sistem
pemerintahan parlementer berakhir. Hal
ini disebakan karena sistem pemerintahannya berubah dari parlementer ke
presidensial sesuai dengan UUD yang berlaku. Jadi pada masa ini terjadi
perubahan yang fundamental. Ciri-ciri pemerintahan pada masa ini :
• Peran
dominan presiden,
• Terbatasnya partai-partai politik,
• Berkembangnya pengaruh komunis,
• Meluasnya peranan ABRI sebagai unsur-unsur
sosial politik.
Pada masa ini, demokrasi yang digunakan
adalah demokrasi terpimpin. Dasar
hukum pelaksanaan demokrasi ini ditetapkan dalam Sidang Umum ke-3 MPRS tahun
1965, dengan Ketetapan MPRS No.VIII/MPRS/1965.
Menurut Ketetapan MPRS tersebut, prinsip penyelenggaraan demokrasi ini ialah
musyawarah mufakat tetapi apabila musyawarah mufakat tersebut tidak dapat
dilaksanakan maka ada 3 kemungkinan cara :
• Pembicaraan mengenai persolan tersebut ditangguhkan,
• Penyelesaian mengenai
persoalan tersebut diserahkan kepada pimpinan agar mengambil kebijaksanaan
untuk menetapkan keputusan dengan memperhatikan
pendapat-pendapat yang ada, baik yang saling bertentangan maupun yang tidak,
• Pembicaraan mengenai persoalan tersebut
ditiadakan.
Dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam pengambilan keputusan, yaitu :
• Pada tahun 1960 presiden
membubarkan DPR hasil pemilu, sedangkan dalam penjelasan UUD ditentukan bahwa
presiden tidak mempunyai wewenang untuk
membubarkan DPR
• Dengan ketetapan
MPRS No.III/MPRS/1963, Ir.Soekarno diangkat presiden seumur
hidup. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 yang menetapkan masa
jabatan presiden selama 5 tahun
• DPRGR yang mengganti DPR
hasil pemilu ditonjolkan perannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi
kontrol ditiadakan
• Penyelewengan di bidang
perundang-undangan seperti menetapkan Penetapan Presiden (Penpres) yang memakai
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum
• Didirikan badan-badan
ekstra kontitusional seperti front nasional yang dipakai oleh pihak komunis
sebagai arena kegiatan, sesuai dengan taktik komunis internasional bahwa
pembentukan front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi
rakyat
• Partai politik dan pers
yang dianggap menyimpang dari rel revolusi tidak dibenarkan, sedangkan politik
mercusuar di bidang hubungan luar Negeri
dan ekonomi dalam Negeri
telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi kian suram.
Dengan sistem demokrasi terpimpin, kekuasaan
presiden menjadi sangat besar atau bahkan telah berlaku sistem pemusatan
kekuasaan pada diri presiden. Gejala
pemusatan kekuasaan ini bukan saja bertentangan dengan prinsip-prinsip
demokrasi, bahkan cenderung otoriter. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut bukan saja mengakibatkan tidak berjalannya sistem pemerintahan yang
ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan mengakibatkan memburuknya keadaan politik
dan keamanan, serta terjadinya kemerosotan dalam bidang ekonomi. Puncak dari segala keadaan
ini adanya pemberontakan G 30 S/PKI. Dengan
adanya G 30 S/PKI, masa demokrasi terpimpin berakhir dan dimulainya sistem
pemerintahan demokrasi Pancasila.
Indonesia termasuk Negara yang mengalami pasang-surut
demokrasi, maksudnya demokrasi yang silih berganti. Hampir setiap pergantian
kepala Negara, selalu saja
demokrasinya berganti. Masalah
pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai
sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tercatat sudah 4 kali
Indonesia berganti-ganti demokrasi, bahkan sudah beberapa kali pula kabinet
silih berganti. Demokrasi yang pernah dilaksanakan di Indonesia adalah:
1. Demokrasi
Liberal (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Badan ini bertujuan untuk membantu
tugas Presiden. Hasilnya antara lain :
1. Terbentuknya
12 departemen kenegaraan dalam pemerintahan yang baru.
2. Pembagian
wilayah pemerintahan RI menjadi 8 provinsi yang masing-masing terdiri dari beberapa karesidenan. Tanggal 7
Oktober 1945 lahir memorandum yang ditanda tangani oleh 50 orang dari 150 orang
anggota KNIP.
Isinya antara lain :
Isinya antara lain :
1.
Mendesak Presiden untuk
segera membentuk MPR.
2.
Meminta kepada Presiden agar
anggota-anggota KNIP turut berwenang melakukan fungsi dan tugas MPR, sebelum
badan tersebut terbentuk.
Tanggal 16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945, yang isinya :
“Bahwa komite nasional pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan komite-komite pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih diantara mereka dan bertanggung jawab kepada komite nasional pusat.”
Pada tanggal 3 November 1945, keluar maklumat untuk kebebasan membentuk banyak partai atau multipartai sebagai persiapan pemilu yang akan diselenggarakan bulan Juni 1946. Pada tanggal 14 November 1945 terbentuk susunan kabinet berdasarkan sistem parlementer (Demokrasi Liberal).
Ketika Indonesia menjalani sistem
Liberal, Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan
berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri (kabinet) yang
dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi
liberal telah mendorong untuk lahirnya partai–partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Maka PNI dan Masyumi lah yang menjalankan
pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 –
1959 dan merupakan partai yang terkuat dalam DPR. Dalam waktu lima tahun (1950
-1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.
Kabinet – Kabinet Dalam Masa Demokrasi Liberal
1. Kabinet
Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
2. Kabinet
Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
3. Kabinet
Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
4. Kabinet
Ali-Wongso (1 Agustus 1953-24 Juli 1955)
5. Kabinet
Burhanudin Harahap
6. Kabinet
Ali II (24 Maret 1957)
7. Kabinet
Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959)
Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17 Agustus 1950 dengan sistem demokrasi liberal selama 9 tahun tidak menunjukkan adanya hasil yang sesuai harapan rakyat. Bahkan muncul disintegrasi bangsa.
Disintegrasi tersebut antara lain :
Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17 Agustus 1950 dengan sistem demokrasi liberal selama 9 tahun tidak menunjukkan adanya hasil yang sesuai harapan rakyat. Bahkan muncul disintegrasi bangsa.
Disintegrasi tersebut antara lain :
1. Pemberontakan
PRRI, Permesta, atau DI/TII yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
2. Konstituante
tidak berhasil menetapkan UUD sehingga Negara
benar-benar dalam keadaan darurat.
3. Untuk
mengatasi hal tsb dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
4. Hal
ini menandakan bahwa Sistem demokrasi liberal tidak berhasil dilaksanakan di
Indonesia, karena tidak sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa
Indonesia.
2. Demokrasi
Terpimpin (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)
Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut:
Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Pembubaran Konstituante,
2. Berlakunya kembali UUD 1945,
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1. Kedudukan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan, dan
2. Para menteri bertanggung jawab kepada presiden.
Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia. Kebijakan pemerintah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu:
2. Berlakunya kembali UUD 1945,
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1. Kedudukan presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan, dan
2. Para menteri bertanggung jawab kepada presiden.
Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia. Kebijakan pemerintah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu:
A. Pembentukan
MPRS
Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh anggota MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan 3 syarat, yaitu :
1. Setuju kembali kepada UUD 1945
2. Setia kepada perjuangan RI
3. Setuju kepada manifesto politik
Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh anggota MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan 3 syarat, yaitu :
1. Setuju kembali kepada UUD 1945
2. Setia kepada perjuangan RI
3. Setuju kepada manifesto politik
B. Pembentukan DPAS
C. Pembentukan Kabinet Kerja
D. Pembentukan Front
Nasional
E. Penataan Organisasi
Pertahanan dan Keamanan
F. Penyederhanaan
Partai-partai Politik
G. Penyederhanaan Ekonomi
Pengertian demokrasi terpimpin
menurut Tap MPRS No.VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Mufakat Berporoskan Nasakom, dengan ciri-ciri :
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh PKI
Sama seperti yang tercantum pada sila ke empat Pancasila, demokrasi terpimpin adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan “Pemimpin Besar Revolusi”.
Mufakat Berporoskan Nasakom, dengan ciri-ciri :
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh PKI
Sama seperti yang tercantum pada sila ke empat Pancasila, demokrasi terpimpin adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan “Pemimpin Besar Revolusi”.
Situasi politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai tiga kekuatan politik utama yaitu Soekarno, PKI, dan AD.
Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul satu sama lain. Terutama PKI membutuhkan Soekarno untuk menghadapi angkatan darat yang menyainginya dan meminta perlindungan. Begitu juga angkatan darat membutuhkan Soekarno untuk legitimasi keterlibatannya di dunia politik. Rakyat maupun wakil rakyat tidak memiliki peranan penting dalam Demokrasi Terpimpin. Akhirnya, pemerintahan Orde Lama beserta Demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup parah hingga dikeluarkannya Supersemar (Surat perintah sebelas Maret).
3.
Demokrasi Pancasila Orde Baru (Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Beberapa perumusan tentang
demokrasi pancasila sebagai berikut :
1. Demokrasi
dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas Negara hukum dan kepastian
hukum.
2. Demokrasi
dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua
warga Negara.
3. Demokrasi
dalam bidang hukum pada hakekatnya membawa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan
yang bebas tidak memihak.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi
pancasila sama dengan demokrasi pada umumnya. Namun “Demokrasi Pancasila” dalam
rezim orde baru hanya sebagai retorika dan belum sampai pada tatanan prasis
atau penerapan. Karena dalam prate kenegaraan dan pemerintahan rezim ini tidak
memberikan ruang bagi kehidupan demokrasi, yang di tandai oleh
1. Dominanya peranan ABRI
2. Biro kratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik.
3. Pesebirian peran dan fungsi partai politik.
4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk.
5. Masa mengembang.
6. Monolitisasi ideologi negara.
7. Info porasilembaga non pemerintah,
1. Dominanya peranan ABRI
2. Biro kratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik.
3. Pesebirian peran dan fungsi partai politik.
4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk.
5. Masa mengembang.
6. Monolitisasi ideologi negara.
7. Info porasilembaga non pemerintah,
Dengan demikian nilai
demokrasi juga belum ditegaskan dalam demokrasi Pancasila Soeharto.
Akibat adanya tuntutan massa untuk diadakan reformasi di dalam segala bidang, rezim Orde Baru tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Dan terpaksa Soeharto mundur dari kekuasaannya dan kekuasaannya dilimpahkan kepada B. J. Habibie pada 21 Mei 1998.
Akibat adanya tuntutan massa untuk diadakan reformasi di dalam segala bidang, rezim Orde Baru tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Dan terpaksa Soeharto mundur dari kekuasaannya dan kekuasaannya dilimpahkan kepada B. J. Habibie pada 21 Mei 1998.
4.
Demokrasi Reformasi (21 Mei 1998 - Sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
2. Ketetapan No.VII/MPR/1998
3. Tap MPR RI No.XI/MPR/1998
4. Tap MPR RI No.XIII/MPR/199
5. Amandemen UUD 1945
Pada masa ini, Kepemimpinan rezim B. J. Habibie dikenal dengan nama Super Power, karena dikuasai oleh orang-orang yang memiliki jiwa reformasi dan demokrasi yang tinggi. Namun, B.J. Habibie tidak mendapat dukungan sosial politik dari sebagian besar masyarakat. Akibatnya B. J. Habibie tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dan lengser pada tahun 1999.
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
2. Ketetapan No.VII/MPR/1998
3. Tap MPR RI No.XI/MPR/1998
4. Tap MPR RI No.XIII/MPR/199
5. Amandemen UUD 1945
Pada masa ini, Kepemimpinan rezim B. J. Habibie dikenal dengan nama Super Power, karena dikuasai oleh orang-orang yang memiliki jiwa reformasi dan demokrasi yang tinggi. Namun, B.J. Habibie tidak mendapat dukungan sosial politik dari sebagian besar masyarakat. Akibatnya B. J. Habibie tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dan lengser pada tahun 1999.
Kemudian melalui pemilu presiden yang ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid terpilih secara demokratis di parlemen sebagai Presiden RI pada 21 Oktober 1999. Akan tetapi, karena K.H. Abdurrahman Wahid membuat beberapa kebijakan yang kurang sejalan dengan proses demokratisasi itu sendiri, maka pemerintahan sipil K.H. Abdurrahman Wahid terpaksa tersingkir dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri pada 23 Juli 2001.
Megawati Soekarnoputri kembali membangkitkan semangat sang ayah, Soekarno sebagai pelopor bangsa dengan semangat Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan. Proses pemerintahan demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri masih cukup sulit untuk dievaluasi dan diketahui secara optimal. Akibatnya,ketidakpuasaan akan pelaksanaan pemerintahan dirasakan kembali oleh rakyat dan hampir terjadi krisis kepemimpinan. Rakyat merasa bahwa siapa yang berkuasa di pemerintahan hanya ingin mencari keuntungan semata, bukan untuk kepentingan rakyat. Megawati pun akhirnya lengser pada tahun 2004 digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang menjalani 2 periode pemerintahan (2004-2009 dan 2009-2014).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan:
Ø
Arti Penting Pendidikan Kewarganegaraan bagi Mahasiwa adalah
Mahasiswa
adalah bibit unggul bangsa yang dimana pada masanya nanti bibit ini akan
melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan
akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa
akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembebenahan, pembekalan,
penentuan dan akhirnya pemutasan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang
diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu
Negara. Dan mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan
jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam
bela Negara demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara.
Ø
Landasan hukum pendidikan
kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
1.
UUD 1945
2.
Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat
(cita-cita, tujuan dan aspirasi Bangsa Indonesia tentang
kemerdekaanya).
3.
Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam
hukum dan pemerintahan.
4.
Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya
bela negara.
5.
Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
6.
Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Ø
Landasan ilmiah dalam
pendidikan kewarganegaraan meliputi sebagai berikut:
a.
Dasar Pemikiran Pendidikan
Kewarganegaraan
Setiap warga Negara
dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi Negara dan bangsanya, serta
mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Untuk itu diperlukan
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan
nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai
budaya bangsa. Nilai-nilai
dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga Negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga Negara
dengan Negara, serta pendidikan
pendahuluan bela Negara
yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Hal itulah yang menjadi
landasan dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
b.
Objek Pembahasan Pendidikan
Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat
ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, system, dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap
ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah
bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu.
Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk
membahas objek material tersebut. Adapun
objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan
dengan warga Negara
yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga Negara
dalam kesatuan bangsa dan Negara.
Sebagai objek formalnya mencakup 2 segi, segi hubungan antara warga Negara dan Negara dan segi pembelaan Negara. Dalam hal ini Pendidikan
Kewarganegaraan terarah pada warga Negara
Indonesia dalam hubungannya dengan Negara
Indonesia dan pada upaya pembelaan Negara
Indonesia.
c.
Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan
dengan Civics Education yang dikenal di berbagai negara. Sebagai bidang studi
ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner bukan
monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan
ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya
pembahasan dan pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu
yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu
administrasi Negara,
ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya.
Ø
Penguasaan kompetensi
(kecakapan) yang diharapkan bagi mahasiswa setelah mempelajari mata kuliah
kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
1.
Mempunyai kemampuan
berpikir, bersikap nasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai intelektual.
2.
Mempunyai wawasan kesadaran
berbangsa dan bernegara untuk membela Negara yang dilandasi oleh rasa cinta
tanah air. Kesadaran
bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesediaan melakukan upaya untuk
kelangsungan hidup bangsa dan negara melalui bidang profesinya.
3.
Mempunyai wawasan
kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara dan ketahanan nasional (National
Resillience) untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara (Natural Survival).
4.
Mempunyai pola pikir, pola
sikap yang komprehensif integral dalam memecahkan masalah dan implementasi
pembangunan nasional pada seluruh aspek kehidupan nasional. Pola pikir secara
komprehensif integral adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dalam
kaitannya dengan keseluruhannya. Dalam memandang peristiwa yang terjadi di
masyarakat tidak boleh memandang secara individu/golongan melainkan berdasarkan
pandangan kepentingan bersama, yaitu kepentingan masyarakat/bangsa dari
berbagai aspek.
Ø
Identitas nasional dapat
disimpulkan bahwa pada hakikatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri
khasnya dan dengan ciri khas tersebutlah suatu bangsa akan berbeda dengan
bangsa lain. Sehingga dengan demikian, maka identitas nasional akan melahirkan
tindakan kelompok yang disebut atribut nasional.
Pengertian
lain dari Identitas nasional adalah suatu ciri khas yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Ø
Tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan Negara
menurut UUD 1945 hasil dari amandemen:
1.
Indonesia
adalah Negara yang berdasar atas hukum
Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
2.
Sistem
konvensional
Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute (mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas).
Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute (mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas).
3.
Kekuasaan
tertinggi Negara ada ditangan rakyat
Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tahun 2002, kekuasaan Negara tertinggi ada di tangan MPR. Dimana MPR yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia juga memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah dilakukan amandemen, kekuasaan Negara tertinggi beralih ke tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 sesuai dengan pasal 1 ayat 2.
Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tahun 2002, kekuasaan Negara tertinggi ada di tangan MPR. Dimana MPR yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia juga memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah dilakukan amandemen, kekuasaan Negara tertinggi beralih ke tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 sesuai dengan pasal 1 ayat 2.
4.
Presiden
adalah penyelenggara Negara tertinggi disamping MPR dan DPR
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen,
Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR,
karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Jadi menurut UUD 1945,
Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR. Dengan demikian Presiden
bertanggung jawab langsung terhadap rakyat.
5.
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR
DPR mempunyai kedudukan yang sejajar dengan
Presiden. Sehingga Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR untuk membentuk
Undang-Undang dan menetapkan APBN. Oleh karena itu Presiden
harus bekerjasama dengan dewan. Namun, Presiden tidak bertanggung jawab kepada
dewan. Ini berarti bahwa kedudukan Presiden tidak tergantung pada dewan.
6.
Menteri
Negara adalah pembantu presiden, menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945. Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan Menteri Negara juga tidak tergantung kepada DPR.
Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945. Menteri Negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan Menteri Negara juga tidak tergantung kepada DPR.
7.
Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas
Hasil Amandemen UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga dalam sistem kekuasaan kelembagaan Negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR. Namun apabila Presiden terbukti melanggar Undang-Undang maupun UUD 1945, maka MPR dapat melakukanIMPEACHMANT (pemberhentian)
Hasil Amandemen UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga dalam sistem kekuasaan kelembagaan Negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR. Namun apabila Presiden terbukti melanggar Undang-Undang maupun UUD 1945, maka MPR dapat melakukanIMPEACHMANT (pemberhentian)
Ø
Pengertian kedaulatan Negara
Kata “daulat” dalam pemerintahan
berasal dari kata “daulah” (bahasa Arab) yang berarti “kekuasaan
tertinggi”. Pemerintah
yang berdaulat berarti pemerintahan yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas
rakyatnya di dalam suatu Negara. Menurut Jean Bodin (1500 – 1596), seorang ahli
pikir dari Prancis, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk
menentukan hukum dalam suatu Negara. Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok,
yaitu asli, permanen, tunggal, dan tidak terbatas.
Ø Pengetian Kedaulatan dan Wewenang Moral
Negara
dapat memustukan segala yang ada di daerah kekuasaannya. Akan tetapi, Negara tidak
boleh membenarkan segala putusannya. Karena, segalanya akan dipertanggungjawabkan
secara moral.
Ø
Demokrasi adalah
bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu Negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga Negara)
atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut.
Kata “demokrasi” berasal
dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita
kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Ø Demokrasi
yang pernah ada di Indonesia
1.
DEMOKRASI LIBERAL (17 Agustus
1950 – 5 Juli 1959)
Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
2.
DEMOKRASI TERPIMPIN (5
Juli 1959 – 11 Maret 1966)
Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut:
1) Pembubaran Konstituante,
2) Berlakunya kembali UUD 1945.
3) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1) kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan
2) para menteri bertanggung jawab kepada presiden.
Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut:
1) Pembubaran Konstituante,
2) Berlakunya kembali UUD 1945.
3) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1) kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan
2) para menteri bertanggung jawab kepada presiden.
3.
DEMOKRASI PANCASILA ORDE BARU
(Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
DEMOKRASI REFORMASI (21 Mei
1998 - Sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
PENUTUP
Demikian yang dapat kami
paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dipenulisan
makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA