A.
Pengertian,
Ciri-ciri, dan Fungsi Pajak
1.
Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak"
yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
·
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
·
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada
Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya
yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.
·
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock
Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang
langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menjalankan pemerintahan.
Berdasarkan definisi di atas, secara ringkas Pajak dapat didefinisikan sebagai
kontribusi rakyat kepada Negara yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan tidak ada imbal balik secara langsung. Pajak akan
digunakan untuk membiayai belanja Negara.
2. Ciri-ciri Pajak
Dari definisi
yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai
pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian
secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik
kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain
sebagai berikut:
1.
Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.
Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor
swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut
pajak/administrator pajak).
3.
Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah
dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4.
Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh
pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
3.
Fungsi pajak
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
·
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber
pendapatan negara, pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pahak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan
dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah
ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor
pajak.
·
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah
bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk
yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi stabilitas
Dengan adanya
pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan
dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efesien.
·
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang
sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan
umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka
kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
B.
Dasar Hukum
dan Cara Pemungutan Pajak
1.
Dasar Hukum Pemungutan Pajak
a.
UUD 1945 Pasal 23A yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang",
b.
Undang-undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana
telah diamandemen beberapa kali dan terakhir UU No. 28 Tahun 2008 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan
c.
Peraturan
pemerintah
d.
Peraturan Daerah
2.
Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan Pajak dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
a. Official Assesment (Penetapan oleh
Pejabat Pajak)
Pajak dihitung oleh Negara, dalam hal ini Petugas
Pajak, dan ditetapkan kemudian Wajib Pajak membayar berdasarkan perhitungan
Petugas Pajak.
Di Negara Indonesia, sistem Official Assesment ini
dianut dalam hal pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Self Assesment (Dihitung oleh Wajib
Pajak sendiri)
Sistem ini yang dianut oleh Negara Indonesia secara
umum. Dengan sistem ini, setiap Wajib Pajak menghitung sendiri besarnya Pajak
yang harus disetor kepada Negara. Inilah yang mewajibkan kita membuat sendiri
Surat Pemberitahuan Tahunan setiap akhir tahun.
c.
Withholding (Pemotongan dan /atau
Pemungutan)
Pajak diperoleh Negara melalui sistem pemotongan
dan /atau pemungutan. Misalnya, apabila suatu perusahaan membayar imbalan jasa
kepada perusahaan lain, maka atas imbalan jasa tersebut dipotong Pajak dengan
persentase tertentu. Contoh lain, apabila kita melakukan impor barang, importir
akan dipungut Pajak atas barang yang diimpor tersebut.
Negara Indonesia, secara umum menganut sistem Self Assesment.
Akan tetapi, kedua sistem yang lain juga dipakai dalam hal-hal tertentu.
Masing-masing sistem pengumpulan pajak tersebut mempunyai aspek positif dan
negatif tentunya, tetapi tujuannya tetap satu yaitu menarik Pajak dari rakyat.
3. Macam-macam Pajak
a.
Pajak Berdasarkan Pengenaannya
1)
Pajak Langsung, yakni pajak yang langsung
dikenakan kepada masyarakat. Contoh pajak penghasilan
2)
Pajak Tidak Langsung, yakni pajak yang
dikenakan kepada masyarakat secara tidak langsung. Contoh: Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB)
b.
Pajak Berdasarkan Sumbernya/otoritas
wilayah
Pajak juga dapat dibedakan berdasarkan otoritas
wilayah yang memungut pajak, yaitu:
a. Pajak Pusat
Ditetapkan dan dikelola oleh Pemerintah Pusat—sebagian
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak departemen Keuangan, dan berlaku bagi Wajib Pajak di Negara tersebut. Pajak Pusat meliputi:
§
Pajak Penghasilan (PPh)
§
Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
§
Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan
Mewah (PPnBM)
§
Bea Materai
b. Pajak Daerah
Pajak yang ditetapkan dan dikelola oleh masing-masing
Daerah, berlaku hanya di Daerah di mana diterbitkannya Peraturan Perpajakan
Daerah, dan digunakan untuk membiayai belanja masing-masing Daerah tersebut.
Pajak Daerah berdasarkan undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah meliputi:
1)
Pajak propinsi
§
Pajak Kendaraan Bermotor;
§
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
§
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
§
Pajak air Permukaan; dan
§
Pajak Rokok (mulai berlaku 2014)
2)
Pajak Kabupaten/Kota
§
Pajak Hotel;
§
Pajak Restoran;
§
Pajak Hiburan;
§
Pajak Reklame;
§
Pajak Penerangan Jalan;
§
Pajak Pengambilan Bahan Galian C/Pajak
mineral Bukan Logam dan Batuan;
§
Pajak Parkir;
§
Pajak Air Tanah;
§
Pajak sarang Burung Walet;
§
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (paling lambat 31 Desember
2013); dan
§
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(paling lambat 1 Januari 2011)
Sebelum
UU RI Nomor 28 Tahun 2009 ditetapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak air Tanah dikelolah oleh
pemerintah propinsi.
Pajak Pusat akan lebih populer karena menyangkut
semua Warga Negara, dan hasilnya akan berpengaruh kepada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Dalam tulisan ini, jika dikatakan ”Pajak” maka yang
dimaksud adalah Pajak Pusat.
C.
Syarat dan
Asas Pemungutan Pajak
1.
Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah
untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bola terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka
pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan
berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
·
Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya
produk hukum pajak pun
mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil
dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1.
Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2.
Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai
wajib pajak
3.
Sanksi atas
pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran
·
Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan
Pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk
keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1)
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut
harus dijamin kelancarannya
2)
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3)
Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
·
Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan
pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik
kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan
pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil
dan menengah.
·
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai
pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh
karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
·
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana
pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem
yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang
harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak
untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem
pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
ü Bea materai
disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
ü Tarif PPN yang
beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
ü Pajak
perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan
menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan
(pribadi)
2. Asas
pemungutan
Untuk dapat
mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang
asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya
Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims",
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·
Asas Equality (asas keseimbangan dengan
kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara
harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh
bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
·
Asas Convinience of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pakak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
·
Asas Effeciency (asas efesien
atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan
sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak
adalah sebagai berikut.
·
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan
besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin
tinggi pajak yang dibebankan.
·
Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
·
Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh
negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·
Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan
sama).
·
Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan
pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan
nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan
pahak adalah sebagai berikut.
·
Asas politik finalsial : pajak
yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong
semua kegiatan negara
·
Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak
pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
·
Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa
diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
·
Asas administrasi: menyangkut masalah
kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan
(bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·
Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan
Undang-Undang.
Agar negara
dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan
lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut,
tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di
Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan
undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan
asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk
mengenakan pajak.
Terdapat
beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan
wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak
penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1.
Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence
principle), berdasarkan asas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila
untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk
(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan
berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara
yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas
penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh
di luar negeri (world-wide income concept).
2.
Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas
suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya
apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh
orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di
negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa
status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang
menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal
dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja
di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak
oleh pemerintah Indonesia.
3.
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang
menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau
badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi
persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti
halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas
nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan
konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat
beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas
nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak
lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang
dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status
subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus
sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai
warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang
menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang
menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan
dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau
badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua,
pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan
yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada
penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara
yang bersangkutan.
D.
Manfaat Pajak bagi Warga Negara
Imbal balik secara langsung memang tidak bisa
dirasakan oleh Warga Negara. Malahan, banyak Rakyat yang mengeluh, sudah bayar
pajak tapi jalanan di depan rumahnya tetap rusak.
Memang benar, Pajak tidak bisa secara langsung
dirasakan manfaatnya. Akan tetapi, bayangkan jika tidak ada penerimaan pajak.
Pemerintah tidak bisa membangun jalan tol, membayar gaji pegawai, memberi
subsidi BBM, menyediakan Puskesmas, dan masih banyak lagi fasilitas publik yang
disediakan oleh Pemerintah. Itu semua dibiayai oleh Pajak.
E. Tata Cara Perhitungan Pajak
1. Penetapan tahun pajak
Pedoman
yang
digunakan dalam menetapkan tahun pajak adalah banyaknya bulan dalam
tahun tersebut. Tahun pajak merupakan jangka waktu
satu tahun takwim, kecuali ditentukan lain oleh menteri keuangan.
Sebagai contoh : pembukuan 1 juli 2000 berakhir 30 juni 2001,
ditetapkan sebagai tahun pajak 2000 (karena 6 bulan pertama berada
ditahun
2000.
2. Nomor pokok wajib pajak
Setiap wajib
pajak wajib mendaftarkan dirinya pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan
kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak. NPWP wajib dimiliki oleh semua
wajib pajak,tetapi untuk setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP.
3. Nomor pengukuhan pengusaha kena
pajak
Setiap
pengusaha yang berdasarkan undang-undang PPN dikenakan pajak,wajib melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagap
pengusaha kena pajak.
4. Sarana , batas waktu, angsuran
dan penundaan pembayaran pajak