Friday, November 28, 2014

Dasar-dasar Perpajakan

A.       Pengertian, Ciri-ciri, dan Fungsi Pajak
1.      Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
·       Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
·       Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
·       Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Berdasarkan definisi di atas, secara ringkas Pajak dapat didefinisikan sebagai kontribusi rakyat kepada Negara yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan tidak ada imbal balik secara langsung. Pajak akan digunakan untuk membiayai belanja Negara.
2.      Ciri-ciri Pajak
Dari definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
1.      Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.      Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
3.      Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4.      Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
3.      Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
·         Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pahak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
·         Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·         Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
·         Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
B.        Dasar Hukum dan Cara Pemungutan Pajak
1.    Dasar Hukum Pemungutan Pajak
b.      Undang-undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diamandemen beberapa kali dan terakhir UU No. 28 Tahun 2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Umum Perpajakan
c.       Peraturan  pemerintah
d.      Peraturan Daerah
2.      Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan Pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.       Official Assesment (Penetapan oleh Pejabat Pajak)
       Pajak dihitung oleh Negara, dalam hal ini Petugas Pajak, dan ditetapkan kemudian Wajib Pajak membayar berdasarkan perhitungan Petugas Pajak.
       Di Negara Indonesia, sistem Official Assesment ini dianut dalam hal pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan.
b.      Self Assesment (Dihitung oleh Wajib Pajak sendiri)
       Sistem ini yang dianut oleh Negara Indonesia secara umum. Dengan sistem ini, setiap Wajib Pajak menghitung sendiri besarnya Pajak yang harus disetor kepada Negara. Inilah yang mewajibkan kita membuat sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan setiap akhir tahun.
c.       Withholding (Pemotongan dan /atau Pemungutan)
       Pajak diperoleh Negara melalui sistem pemotongan dan /atau pemungutan. Misalnya, apabila suatu perusahaan membayar imbalan jasa kepada perusahaan lain, maka atas imbalan jasa tersebut dipotong Pajak dengan persentase tertentu. Contoh lain, apabila kita melakukan impor barang, importir akan dipungut Pajak atas barang yang diimpor tersebut.
Negara Indonesia, secara umum menganut sistem Self Assesment. Akan tetapi, kedua sistem yang lain juga dipakai dalam hal-hal tertentu. Masing-masing sistem pengumpulan pajak tersebut mempunyai aspek positif dan negatif tentunya, tetapi tujuannya tetap satu yaitu menarik Pajak dari rakyat.
3.      Macam-macam Pajak
a.      Pajak Berdasarkan Pengenaannya
1)   Pajak Langsung, yakni pajak yang langsung dikenakan kepada masyarakat. Contoh pajak penghasilan
2)   Pajak Tidak Langsung, yakni pajak yang dikenakan kepada masyarakat secara tidak langsung. Contoh: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b.      Pajak Berdasarkan Sumbernya/otoritas wilayah
Pajak juga dapat dibedakan berdasarkan otoritas wilayah yang memungut pajak, yaitu:
a.     Pajak Pusat
Ditetapkan dan dikelola oleh Pemerintah Pusat—sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak departemen Keuangan, dan berlaku bagi Wajib Pajak di Negara tersebut. Pajak Pusat meliputi:
§   Pajak Penghasilan (PPh)
§   Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
§   Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Mewah (PPnBM)
§   Bea Materai
b.    Pajak Daerah
Pajak yang ditetapkan dan dikelola oleh masing-masing Daerah, berlaku hanya di Daerah di mana diterbitkannya Peraturan Perpajakan Daerah, dan digunakan untuk membiayai belanja masing-masing Daerah tersebut.
Pajak Daerah berdasarkan undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah meliputi:
1)   Pajak propinsi
§  Pajak Kendaraan Bermotor;
§  Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
§  Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
§  Pajak air Permukaan; dan
§  Pajak Rokok (mulai berlaku 2014)
2)   Pajak Kabupaten/Kota
§  Pajak Hotel;
§  Pajak Restoran;
§  Pajak Hiburan;
§  Pajak Reklame;
§  Pajak Penerangan Jalan;
§  Pajak Pengambilan Bahan Galian C/Pajak mineral Bukan Logam dan Batuan;
§  Pajak Parkir;
§  Pajak Air Tanah;
§  Pajak sarang Burung Walet;
§  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (paling lambat 31 Desember 2013); dan
§  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (paling lambat 1 Januari 2011)
Sebelum UU RI Nomor 28 Tahun 2009 ditetapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak air Tanah dikelolah oleh pemerintah propinsi.
Pajak Pusat akan lebih populer karena menyangkut semua Warga Negara, dan hasilnya akan berpengaruh kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam tulisan ini, jika dikatakan ”Pajak” maka yang dimaksud adalah Pajak Pusat.
C.        Syarat dan Asas Pemungutan Pajak
1.         Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bola terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
·         Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1.      Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2.      Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3.      Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
·         Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1)       Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2)       Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3)       Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
·         Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
·         Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
·         Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
ü Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
ü Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
ü Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
2.      Asas pemungutan
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·         Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·         Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
·         Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pakak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
·         Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2.     Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·         Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
·         Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
·         Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·         Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·         Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3.     Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut.
·         Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
·         Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
·         Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
·         Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·         Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1.      Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2.      Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3.      Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
D.     Manfaat Pajak bagi Warga Negara
Imbal balik secara langsung memang tidak bisa dirasakan oleh Warga Negara. Malahan, banyak Rakyat yang mengeluh, sudah bayar pajak tapi jalanan di depan rumahnya tetap rusak.
Memang benar, Pajak tidak bisa secara langsung dirasakan manfaatnya. Akan tetapi, bayangkan jika tidak ada penerimaan pajak. Pemerintah tidak bisa membangun jalan tol, membayar gaji pegawai, memberi subsidi BBM, menyediakan Puskesmas, dan masih banyak lagi fasilitas publik yang disediakan oleh Pemerintah. Itu semua dibiayai oleh Pajak.
E.      Tata Cara Perhitungan Pajak
1.      Penetapan tahun  pajak
Pedoman yang digunakan dalam menetapkan tahun pajak adalah banyaknya bulan dalam tahun  tersebut. Tahun pajak merupakan jangka waktu satu tahun takwim, kecuali ditentukan lain oleh menteri keuangan.  Sebagai contoh : pembukuan          1 juli 2000 berakhir 30 juni 2001, ditetapkan sebagai tahun pajak 2000 (karena 6 bulan pertama berada ditahun 2000.
2.      Nomor pokok wajib pajak
Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan dirinya pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak. NPWP wajib dimiliki oleh semua wajib pajak,tetapi untuk setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP.
3.      Nomor pengukuhan pengusaha kena pajak
Setiap pengusaha yang berdasarkan undang-undang PPN dikenakan pajak,wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagap pengusaha kena pajak.
4.      Sarana , batas waktu, angsuran dan penundaan pembayaran pajak