Friday, November 28, 2014

Contoh Proposal Skripsi “Dubbing”

PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH PENGGUNAAN “DUBBING” BAHASA SROBOYOAN
DALAM FILM SUROBOYOAN DI JTV TERHADAP MINAT
MENONTON MASYARAKAT SURABAYA
OLEH:
MUH. ABDUH ABBAS
_____________________________________________________________
DAFTAR ISI
Contoh Proposal Skripsi "Dubbing"
Bab 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Batasan Masalah 4
1.6 Sistematika Penulisan 4
Bab 2. KERANGKA TEORI
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Dubbing ( Sulih Suara ) 6
2.1.2 Minat 6
2.1.3 Bahasa Suroboyoan 7
2.1.4 Film Suroboyoan 8
2.1.5 Model Alir Satu Tahap 8
2.2 Nisbah Antar Konsep 9
2.3 Kerangka Berpikir 10
2.4 Hipotesis Penelitian 11
Bab 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Konseptual
3.1.1 Dubbing ( Sulih Suara ) 12
3.1.2 Minat 12
3.2 Definisi Operasional 13
3.3 Jenis Penelitian 13
3.4 Metode Penelitian 13
3.5 Populasi dan Sampel 13
3.6 Teknik Pengumpulan Data 15
3.7 Teknik Analisis Data 15
Bab 4. RENCANA ANGGARAN PENELITIAN
_____________________________________________________________
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia dubbing ( sulih suara ) adalah bagian dari berkesenian yang pada media ekspresi Audio Visual. Dimana lebih berolah vokal dalam bermain drama. Hal ini menunjukkan bahwa bermain drama dengan cara meng-alih bahasa untuk media film tetap berperan penting dalam berkesian.
Sesuai dengan gagasan seorang mahasiswa Jerman, Paul Nipkow, yang berkeinginan untuk mengirimkan pesan dalam bentuk gambar (visual) dan suara (audio), televisi kini tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Dengan keunggulan-keunggulannya, televisi pun memegang kedudukan pertama dalam dunia media massa penyiaran. Bahkan, tawaran televisi yang menjanjikan simulasi visual, bukan sekedar audio, membuat banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka (Morissan, 2004: hal.1 ).
Di Indonesia sendiri, perkembangan televisi juga dapat dikatakan mengalami kemajuan pesat. Walaupun sempat 27 tahun bertahan dengan satu stasiun televisi milik pemerintah, yaitu TVRI, namun akhirnya sejak tahun 1989, satu persatu stasiun televisi swasta pun bermunculan untuk menghibur khalayak tanah air (Morissan, 2004). Hingga kini, terhitung 10 stasiun televisi swasta yang turut amabil bagian dalam persaingan dunia pertelevisian, yaitu RCTI, SCTV, Indosiar, Trans TV, TPI, Global TV, Trans 7, Lativi, Metro TV, dan ANTV. Selain deretan stasiun televisi swasta bertaraf nasional tersebut, muncul pula stasiun-stasiun televisi lokal yang lebih menitik beratkan berita dan gaya hidup setempat sebagai content program-programnya, misalnya Bali TV, Jak TV, O-Channel, JTV, Riau TV, dan lain-lain.
Munculnya berbagai stasiun televisi yang membawa ciri dan ke-khas-an yang berbeda ini menyebabkan ketatnya persaingan di dunia pertelevisian. Untuk bertahan dalam kancah persaingan tersebut, masing-masing stasiun televisi harus menyajikan program-program inovatif, menarik untuk pemirsanya, dan yang paling penting adalah berprospek untuk pemasangan iklan (Muda, 2005).
Berbicara tentang program inovatif, JTV merupakan salah satu contoh stasin televisi swasta lokal yang menampilkan program inovatif dengan program-program berbahasa daerah. Sebagai sebuah stasiun televisi lokal Jawa Timur, JTV menyesuaikan program-programnya dengan masyarakat Jawa Timur. JTV sendiri berupaya untuk “dekat” dengan masyarakat Jawa Timur, terutama masyarakat Surabaya yang menjadi target audience utamanya, dengan menggunakan bahasa-bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat Surabaya, yaitu Bahasa Suroboyoan. Namun, usaha JTV untuk lebih “dekat” dengan pemirsanya ternyata menuai kontroversi. Sebagian besar masyarakat Surabaya malahan tidak setuju dengan penggunaan Bahasa Suroboyoan dalam program-program JTV yang dianggap terlalu vulgar (JTV Sepakati, 2005)
Walaupun menua kontroversi dengan program-program ber-Bahasa Suroboyoan, JTV tetap mempertahankan ciri khasnya tersebut. JTV mencoba untuk megusahakan feedback positif dari masyarakat dengan menayangkan program-program Bahasa Suroboyoan dalam format yang bervariasi, salah satunya Film Suroboyoan. Film Suroboyoan merupakan salah satu program yang mulai ditayangkan pada bulan Mei 2006. program ini merupakan tayangan film lepas maupun serial (Barat, Mandarin, dan India) yang di dubbing menggunakan Bahasa Suroboyoan. Kemunculan Film Suroboyoan sendiri mengundang berbagai tanggapan dari masyarakat, ada yang menggemari, adapula yang tidak menyukai format tayangan tersebut. Apalagi, proses dubbing sendiri, bagi sebagian orang, dianggap sebagai sebuah tindakan pembodohan penonton, karena penonton tidak dilatih untuk memahami bahasa asing. Selain itu, menurut Prie GS, Chief Editor of Suara Merdeka CyberNews, proses dubbing juga mengakibatkan film-film asing menjadi aneh dan kehilangan hampir seluruh kekuatan artistiknya (para.3).
Walaupun berbagai kontroversi muncul, Film Suroboyoan tetap memiliki ‘kekuatan” dibandingkan dengan tayangan-tayangan lain yang ber-Bahasa Suroboyoan (misalnya, tayangan berita ber-bahasa Suroboyoan). Hal ini dikarenakan film merupakan salah satu bentuk tayangan hiburan (entertainment). Jonathan Bignell, dalam bukunya “An Introduction to Television Studies” (2004) menjelaskan bahwa penonton televisi dapat dilihat sebagai konsumen pencari hiburan (hal.55). dengan demikian, walaupun Film Suroboyoan juga menggunakan Bahasa Suroboyoan, film ini masih dapat dikatakan lebih unggul karena termasuk dalam kategori jenis tayangan yang paling dicari oleh masyarakat.
Di antara kelemahan dan kelebihan penayangan Film Suroboyoan tersebut, muncul tanda tanya besar, yaitu apakah dengan Film Suroboyoan- nya, JTV mampu merebut minat pemirsa Surabaya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas sekaligus meneliti pengaruh penggunaan (dubbing) Film Suroboyoan dalam Film Suroboyoan di JTV terhadap minat menonton masyarakat Surabaya. Sebagaimana penulis juga sebagai Produser Divisi Dubbing di JTV sejak tahun 2006. Agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas dubbing film Boso Suroboyoan yang kian mendidik. Tidak hanya sebagai tontonan saja tapi juga merupakan tuntunan bagi masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengaruh penggunaan (dubbing) Bahasa Suroboyoan dalam Film Suroboyoan di JTV terhadap minat menonton masyarakat Surabaya?
1.2.2 Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya minat menonton Film Suroboyoan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui pengaruh penggunaan (dubbing) Bahasa Suroboyoan dalam Film Suroboyoan di JTV terhadap minat menonton masyarakat Surabaya
1.3.2 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya minat menonton Film Suroboyoan
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian komunikasi yang berhubungan dengan studi pengaruh tayangan televisi terhadap masyarakat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian. Terutama bagi pekerja seni di dunia Sulih Suara di JTV.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada lembaga penyiaran atau stasiun-stasiun televisi, khususnya JTV, mengenai pengaruh tayangan televisi terhadap masyarakat. Sehingga nantinya, lembaga penyiaran maupun stasiun-stasiun televisi dapat berusaha berkompetisi dengan sehat untuk mendapatkan atensi masyarakat.
1.4.3 Manfaat Sosial
Penelitian ini dilakukan sebagai syarat pencapaian jenjang SI dan bukti pengamalan Tri Darma Perguruan Tinggi.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan untuk membahas proses dubbing yang dilakukan dalam Film Suroboyoan yang ditayangkan di JTV. Proses dubbing itu sendiri nantinya akan dihubungkan dengan minat masyarakat Surabaya untuk mengkonsumsi tayangan tersebut.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab 1. Pendahuluan, berisi latar belakang pemilihan topik bahasan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta batasan masalah.
Bab 2. Kerangka teori, berisi berbagai teori yang akan digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisa. Bab ini juga berisi nisbah antar konsep, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian yang menjadi dasar acuan penelitian.
Bab 3. Metode Penelitian, berisi bahasan-bahasan yang berhubungan dengan metodologi yang digunakan penulis, yaitu mencakup definisi konseptual, definisi operasional, jenis dan metode penelitian, populasi dan sample, teknik penarikan sample, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab 4. Analisis data, berisi gambaran umum objek penelitian, deskripsi serta analisis data.
Bab 5. Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran berkaitan dengan topik penelitian.
_____________________________________________________________
2. KERANGKA TEORI
2.1 Dasar Teori
Seluruh analisis dan pembahasan dalam penelitian ini akan mengacu pada beberapa teori yang akan dijelaskan di bawah ini.
2.1.1 Dubbing (Sulih Suara)
Dubbing atau disebut juga sulih suara merupakan salah satu alternatif proses penerjemahaan film televisi selain subtitling (teks terjemahan yang muncul di bagian bawah layar televisi). Amir Hassanpour (Dubbing, para.2) menjelaskan dubbing is the replacement of the dialogue and narration of the foreign or source language into the language of the viewing audience, the target languege (dubbing atau sulih suara merupakan penggantian dialog dan narasi dari bahasa asing atau bahasa sumber menjadi bahasa yang digunakan oleh pemirsa). Definisi dubbing yang dijelaskan oleh Hassanpour ini dipertegas dengan definisi dubbing yang dikemukakan oleh Lisa Ho yang menyatakan bahwa dubbing adalah mengganti audio bahasa sumber (bahasa asing bersangkutan) dengan bahasa sasaran (Bahasa Indonesia). Ia juga menyebutkan bahwa Bahasa Indonesia yang digunakan adalah Bahasa Indonesia luwes yang baik dan benar, yaitu Bahasa Indonesia yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, konteks film, dan jenis film, namun tetap mengacu pada kaidah yang berlaku (Penerjemahan Film, 2005).
Hassanpour menyebutkan bahwa lip-synchronization merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan proses dubbing. Agar terlihat natural, sebisa mungkin kata-kata yang digunakan sesuai dengan gerak bibir atau aktor dan aktris yang suaranya digantikan. Selain lip-sychronization, bahasa terjemahan juga perlu disesuaikan dengan gerak tubuh dan mimik wajah (Dubbing, para.4)
2.1.2 Minat
Banyak pendapat yang menyebutkan bahwa keputusan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu didasarkan kepada minat orang tersebut. Meichati mengartikan minat sebagai perhatian yang kuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas (Meichati, 1972). Pengertian lain tentang minat dikemukakan oleh Hardjana, yaitu suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan suatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat (Hardjana, 1994: 88). Ahli lain, Hilgard, mendefinisikan minat sebagai berikut “Interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activities or content” (minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan menikmati beberapa kegiatan). Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus dan disertai dengan rasa senang. Berbeda dengan perhatian yang sifatnya lebih sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti oleh perasaan senang dari situ diperoleh kepuasan (Kuncoro, 2001).
Minat bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, minat merupakan suatu hasil belajar, mempengaruhi proses belajar selanjutnya, serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Proses belajar dipengaruhi oleh minat karena dengan adanya minat, seseorang akan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tertentu. Perhatian yang lebih besar ini membuat seseorang lebih giat dan mudah untuk mempelajari sesuatu.minat merupakan motivator yang kuat untuk melakukan suatu aktivitas (Sandjaja, n.d:2).
Aspek minat terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu objek dan berpusat pada manfaat dari objek tersebut. Aspek afektif nampak dalam rasa atau tidak senang dan kepuasaan pribadi terhadap objek tersebut (Sandjaja, n.d:3).
2.1.3 Bahasa Suroboyoan
Bahasa Suroboyoan merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggantikan istilah dialek Surabaya. Bahasa Suroboyoan adalah sebuah dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Bahasa suroboyoan seringkali digunakan oleh media lokal untuk melambangkan identitas mereka.namun, penggunaan Bahasa Suroboyoan dalam media lokal inipun masih menjadi kotroversi di kalangan masyarakat Surabaya sendiri. Sebagian besar masyarakat mengkhawatirkan, penggunaan Bahasa Suroboyoan dalam media membawa pengaruh negatif bagi pemirsa anak-anak.
2.1.4 Film Suroboyoan
Film Suroboyoan merupakan salah satu program JTV yang mulai ditayangkan sejak bulan Mei 2005. Film Suroboyoan ini merupakan sebutan untuk film lepas maupun serial, baik Mandarin, Barat, maupun India yang di dubbing menggunakan Bahasa Suroboyoan. Film India Suroboyan ditayangkan setiap hari Senin sampai Jum’at pukul 11.00 WIB. Film Barat Suroboyoan ditayangkan setiap Sabtu jam 20.00 WIB. Sedangkan film Sulap Suroboyoan ditayangkan setiap Minggu jam 16.00 WIB.
2.1.5 Model Alir Satu Tahap (one-step Flow Model)
Umpan Balik
Tidak harus sama
Gambar 2.1. Model Alir Satu Tahap (One-Step Flow Model)
Sumber : Wiryanto, 2000
Model alir satu tahap ini hamprr sama dengan Model Hypodermic Nedle yang menyatakan bahwa saluran media massa berkomunikasi secara langsung dengan audience tanpa perantara opinion leader. Model alir satu tahap ini dapat dijabarkan sebagai berikut (Wiryanto, 2000):
a. Model alir satu tahap berpendapat bahwa media massa tidak memiliki kekuatan penuh dan tidak semua media massa mempunyai kekuatan yang sama.
b. Aspek-aspek seleksi penyaringan (selective screening) dari khalayak, seperti selective exposure, selective perception, dan selective retention mempengaruhi dampak pesan.
c. Model alir satu tahap mempengaruhi kemungkinan adanya perbedaan efek atau reaksi yang timbul dari audience terhadap pesan yang sama.
Dalam model alir satu tahap tidak dijelaskan secara gamblang mengenai ada tidaknya hubungan antara audience satu dengan audience lain. Namun, dalam diagram dimungkinkan adanya hubungan antara audience. Hubungan antar pesona antar audience tidak berakibat langsung dari terpaan media.
2.2 Nisbah Antar Konsep
Seperti yang telah disebutkan dalam latar belakang maupun teori dasar, proses dubbing masih menjadi kontroversi yang belum ditemukan jalan tengahnya. Berkenaan dengan dubbing, banyak tanggapan negatif, namun adapula yang bertanggapan positif.
Minat merupakan suatu ketertarikan kepada suatu hal yang didasarkan pada aspek kognitif dan afektif (Sandjaja, n.d:3). Kedua aspek inilah yang menentukan ada tidaknya minat. Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu objek dan berpusat pada manfaat dari objek tersebut. Sedangkan, aspek afektif nampak dalam rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap objek tersebut. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa minat seseorang untuk menonton sebuah tayangan tertentu (dalam hal ini Film Suroboyoan) akan muncul jika orang tersebut mempunyai konsep positif tentang Film Suroboyoan, menyadari manfaat menonton film tersebut, menyukai, serta mendapatkan kepuasan pribadi setelah menonton Film Suroboyoan.
Ditengah kontroversi yang terjadi, muncul pertanyaan mengenai pengaruh proses dubbing Film Suroboyoan terhadap minat menonton masyarakat Surabaya. Pertanyaan ini muncul karena minat sangat dipengaruhi oleh konsep positif dan kesukaan seseorang terhadap tayangan Film Suroboyoan. Secara tidak langsung, kontroversi yang terjadi, sedikit banyak, mempengaruhi dan dipengaruhi konsep berpikir masyarakat terhadap Film Suroboyoan. Mungkin ada, sebagian besar masyarakat tidak memiliki konsep positif dan kesukaan terhadap Film Suroboyoan karena menganggap bahasa yang digunakan terlalu vulgar dan tidak pantas dikonsumsi oleh anak-anak. Namun di lain pihak, konsep positif dan kesukaan terhadap Film Suroboyoan mungkin saja terbentuk karena dianggap sebagai bentuk pelestarian budaya dan alat penjalin keakraban media dan audience-nya.
2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori dasar yang telah disebutkan di atas, maka peneliti menetapkan hipotesis awal (Ho) yang akan menjadi acuan untuk melakukan penelitian. Ho penelitian adalah penggunaan (dubbing) Bahasa Suroboyoan dalam Film Suroboyoan di JTV mempunyai pengaruh terhadap minat menonton masyarakat Surabaya.
_____________________________________________________________
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Konseptual
3.1.1 Dubbing (Sulih Suara)
Amir Hassanpour ( Dubbing, para.2) menjelaskan dubbing is the replacement of the dialogue and narration of the foreign or source language into the language of the viewing audience, the target language ( dubbing atau sulih suara merupakan penggantian dialog dan narasi dari bahasa asing atau bahasa sumber menjadi bahasa yang digunakan oleh pemirsa). Pendapat lain dikemukakan oleh Lisa Ho yang menyatakan bahwa dubbing adalah mengganti audio bahasa sumber (bahasa asing bersangkutan) dengan bahasa sasaran (Bahasa Indonesia). Menurut Hassanpour, faktor penting yang perlu diperhatikan dalam dubbing adalah lip-synchronization, gerak tubuh dan mimik wajah (Dubbing, para.4).
3.1.2 Minat
Meichati mengartikan minat sebagai perhatian yang kuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas (Meichati, 1972). Sedangkan, Hardjana menyebutkan bahwa minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat (Hardjana, 1994: 88). Ahli lain, Hilgard, mendefinisikan minat sebagai berikut “Interst is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activities or content” (minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan menikmati beberapa kegiatan). Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus dan disertai dengan rasa senang. Berbeda dengan perhatian yang sifatnya lebih sementara dan belum tentu dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti oleh perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan (Kuncoro, 2001).
Beberapa definisi di atas diperkuat dengan pendapat dari Sandjaja terkait dengan aspek minat. Aspek minat terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu objek dan berpusat pada manfaat dari objek tersebut. Aspek afektif nampak dalam rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap objek tersebut.
3.2 Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, maka dapat dikatakan minat seseorang untuk menonton Film Suroboyoan akan muncul jika orang tersebut mempunyai konsep positif tentang Film Suroboyoan, menyadari manfaat menonton film tersebut, menyukai, serta mendapatkan kepuasan pribadi setelah menonton Film Suroboyoan.
3.3 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanatif karena merupakan penelitian yang berusaha untuk menjelaskan korelasi antara suatu gejala sosial (variabel x) dengan gejala sosial lain (variabel y), sekaligus menjawab mengapa itu terjadi melalui pengujian hipotesis (Berger, 2000).
3.4 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan atau metodologi kuantitatif. Survey dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada sampel yang mewakili populasi yang diteliti.
3.5 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek atau fenomena yang diteliti (Kriyantono, 2006: hal. 149). Penelitian ini merupakan penelitian yang ingin mencari informasi mengenai ada tidaknya pengaruh dubbing Bahasa Suroboyoan dalam Film Suroboyoan terhadap minat menonton masyarakat Surabaya. Oleh Karena itu, populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Surabaya secara keseluruhan.
Namun, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada, penelitian ini tidak akan mampu menjangkau seluruh populasi, sehinga dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode cluster purposive sampling. Metode ini merupakan metode pengambilan sampel dua tahap. Cluster sampling digunakan dalam memilih Surabaya bagian mana yang akan diambil sebagai daerah sampling. Menurut data statistik yang ada Surabaya dalam Angka, Surabaya Timur merupakan bagian Surabaya yang paling padat penduduknya. Sehingga Surabaya Timur ditentukan sebagai area yang akan diteliti dengan petimbangan bahwa di daerah tersebutlah kebanyakan masyarakat Surabaya berdomisili, sehingga diharapkan hasil penelitian terhadap masyarakat Surabaya Timur dapat mewakili masyarakat Surabaya pada umumnya. Selanjutnya, individu-individu yang akan menjadi sampel ditentukan berdasarkan purposive sampling, dengan syarat individu yang akan menjadi sampel adalah individu yang mengetahui tayangan Film Suroboyoan.
Jumlah sampel yang diambil, dihitung berdasarkan rumus Yamane,
n =
Nd + 1
n = 745.807
745.807 x (0,05) + 1
n = 399,7
hasil perhitungan sampel tersebut dibulatkan ke atas menjadi 400 orang.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui pembagian kuisioner. Kuisioner tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan dibagikan pada individu-individu yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel.
3.7 Teknik Alanalisis Data
Untuk menguji ada tidaknya pengaruh, maka terlebih dahulu harus diketahui ada tidaknya hubungan antara variable yang diriset. Untuk meriset apakah memang ada pengaruh yang signifikan atau tidak antara sebab akibat tersebut, maka digunakan rumus regresi linear sederhana (Kriyantono, 2006: hal. 180).

sumber : http://id.wordpress.com/tag/dubbing/