Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan
Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan,
pergantian kurikulum pendidikan merupakan peluang bagi tindak pidana
korupsi, terutama dalam pengadaan buku-buku baik untuk siswa maupun
guru.
"Motif utamanya adalah anggaran. Itulah mengapa di Indonesia
kurikulum sering diubah-ubah dalam waktu singkat, karena ada ladang
untuk korupsi," kata Febri Hendri dihubungi di Jakarta, Jumat
(19/12/2014), seperti dikutip Antara.
Selain penggelembungan harga buku sebagaimana temuan ICW yang sudah
dilaporkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Febri juga
menengarai adanya modus lain, yaitu pengadaan buku yang tidak sesuai
dengan jumlah yang dibutuhkan
Febri mengatakan, modus itu berpotensi dilakukan pada pengadaan buku
2014 yang sudah melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa
(LKPP) dengan mekanisme e-katalog dan harga yang sudah dipatok
berdasarkan spesifikasi tertentu.
"Modusnya, kebutuhan buku digelembungkan, sementara buku yang dicetak
sesuai jumlah siswa di sekolah. Jadi, buku yang dicetak kurang dari
yang diajukan. Kalau seperti itu, siapa yang akan mengecek? Tidak akan
ada yang menghitung apakah buku yang dicetak sesuai pengajuan atau
tidak," tuturnya.
Febri mengatakan, dugaan modus korupsi itu juga sudah disampaikan
kepada Kemendikbud saat ICW melaporkan temuannya mengenai dugaan korupsi
dalam pengadaan modul guru pengawas Kurikulum 2013 untuk Jawa Timur,
Kalimantan Tengah dan Gorontalo yang dilaksanakan salah satu unit kerja
kementerian di Malang.
"Yang ditemukan di Malang nilainya Rp 983 juta dengan potensi
kerugian negara Rp 786 juta. Karena tidak ada Rp 1 miliar, maka kami
laporkan ke Kemdikbud untuk ditindaklanjuti, bukan ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)," tuturnya.
Febri mengatakan, modus korupsi yang ICW temukan adalah
penggelembungan harga. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (P4TK) Bidang Otomotif di Malang melayani pengadaan
22.221 modul untuk pelatihan guru pengawas bagi sekolah di Provinsi Jawa
Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo.
Dari dokumen-dokumen dan investigasi yang dilakukan ICW ditemukan
penggelembungan harga hingga Rp 30 ribu ke atas. Biaya produksi satu
unit modul yang rata-rata hanya Rp10.500 digelembungkan menjadi Rp 40
ribu, bahkan Rp 60 ribu.
Sumber: edukasi.kompas.com